25. His Duality

1.4K 185 59
                                    

“Can I call you baby? Can you be my friend?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Can I call you baby? Can you be my friend?

Suara lembutnya mengudara, menyanyikan dua bait dari sebuah lagu yang menjadi hiburan kami saat ini. Jemarinya terus memetik setiap benang baja yang berhasil menghasilkan alunan pendukungnya bernyanyi.

Can you be my lover up until the very end?
Let me show you love, oh, i don't pretend.
Stick by my side even when the world is givin' in, yeah~

Wajahku memanas. Sudah dipastikan kini wajahku seperti buah tomat. Cara Jeon bersenandung sambil sesekali menatapku sukses membuatku mengulum senyum. Aku yang awalnya mencoba mengabaikan dengan menikmati camilan, ternyata tidak berhasil. Sebab tingkah Jeon mencuri atensiku.

Kutatap wajahnya, mencoba memasang wajah datar tatkala Jeon masih asyik dengan kegiatannya. Namun, dia justru menatapku.

Oh, oh, oh don't, don't you worry. I'll be there, whenever you want me.

I need somebody who can love me at my worst. Know I'm not perfect, but I hope you see my worth. 'Cause it's only you, nobody new, I put you first. And for you, girl, I swear I'll do the worst.

Aku terkekeh tipis sambil mengalihkan pandangan sejenak. Bersamaan itu Jeon mengakhiri nyanyiannya dengan sedikit petikan dari senar gitar yang ada dipangkuannya.

Kudengar Jeon terkekeh, membuatku kembali menatapnya. Aku mendapati Jeon melakukan habitnya; menggigit kecil bibir bawahnya sehingga memperlihatkan lesung di pipinya.

“Bagaimana? Aku keren tidak?” tanyanya seketika. Hal itu membuatku tergelak, namun sepersekon kemudian Jeon berpindah untuk duduk di satu sofa bersamaku.

Aku tidak menjawab, sebab Jeon kembali bersuara, “Kapan ya, terakhir kali aku bermain gitar? Sudah lama sekali rasanya,” cicitnya. Jeon kembali mencoba memainkan sebuah nada yang masih belum jelas.

“Kelas dua sekolah menengah. Dulu masih tidak karuan mainnya,” celotehku sembari terkekeh. Aku mengingatkan, pun sedikit menggeleng karena masa-masa itu benar-benar menggelitik. “Dan kau hanya bisa memainkan lagu Nothing like us dari mantan kekasihku,” imbuhku.

Sontak Jeon menoleh cepat ke arahku, netra bulatnya membola dan mulutnya sedikit terbuka. Layaknya orang terkejut, namun Jeon berlebihan. Aku tahu, itu ekspresinya yang dibuat-buat.

“Justin Bieber mantan kekasihmu? Astaga, Na, halu sekali!” Jeon terkekeh geli, tangannya menyentuh puncak kepalaku.

Aku mencebik kendati sempat terkekeh, “Tapi serius tau, kau hanya bisa memainkan lagu itu dengan gitar. Selalu di ulang-ulang,” ucapku dengan penekanan. Aku mengingatnya, Jeon menyanyikan lagu itu untuk ulang tahunku yang ke tujuh belas tahun. Dan setelah itu, Jeon selalu mengulangnya.

Kulihat Jeon tampak tengah mengingat, sepersekon selanjutnya dia mengangguk. “Dulu hanya itu yang aku bisa, Na. Yang penting adalah usaha. Kau saja selalu mendengar rekamanku, kan?” ungkap Jeon. Yah, dengan sedikit kepercayaan diri.

𝐁𝐨𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐔𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang