3. Party

2K 242 60
                                    

Kejadian konyol itu berakhir tatkala presensi ibu turut hadir mendatangi kamarku dan Jeon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kejadian konyol itu berakhir tatkala presensi ibu turut hadir mendatangi kamarku dan Jeon. Tujuannya bukan ke kami berdua, melainkan untuk menarik satu daun telinga Vee sebab mengira bahwa ia tengah melakukan kegiatan pengintipan.

Apa yang ibu katakan saat itu?

Astaga, Vee! Apa yang kau lakukan? Biarkan, mereka ingin berkembang biak!

See! Ibu yang mungkin terlihat lebih tenang dan terbilang waras di antara keluarga-ku, justru sama saja. Membuatku menghela napas panjang dan menutup wajah rapat-rapat. Aku malu, tentu saja. Terlebih lagi Jeon, anak itu hanya diam dan terduduk di sisi ranjang.

Dia hanya menunduk. Beberapa menit ini tidak ada pembicaraan yang terjadi di antara kami berdua. Pun aku masih terkejut dengan kejadian tadi. Salahku juga karena sudah berteriak.

Berlalu aku menoleh ke arahnya. Aku yang duduk di sebelah kanan ranjang sambil memeluk bantal memperhatikan Jeon yang membelakangiku dengan menunduk.

“Jeon, maaf.”

Aku membasahi kilas bibir bawahku, menelan saliva untuk membasah kerongkongan yang terus mengering. Aku takut Jeon marah.

Terdengar helaan napasnya, bersamaan dengan ia yang sedikit mengubah posisi duduknya. Akhirnya Jeon menoleh ke arahku. Aku sedikit tertegun karena wajahnya memerah, mirip seperti waktu kecil di saat dia ketahuan mencuri satu tangkai bunga dari tanaman mama untuk diberikan padaku.

Terlihat sama. Bersemu merah.

Lantas Jeon menggeleng pelan, ia menggigit kecil bibir dalamnya. Entah mengapa melihat raut wajahnya yang seperti ini justru membuatku sedih. “Tidak, Na, aku yang salah-

Kelinci tengik itu menggantung perkataannya sejenak. Aku yang mendengarnya semakin merasa bersalah, lantas aku mengubah posisi dudukku agar lebih dekat dengannya.

“Seharusnya tadi aku mengunci pintunya,” lanjut Jeon dengan menampilkan susunan gigi kelincinya. Mendengar hal tersebut sontak membuatku tertegun, berlalu aku melempar bantal ke arahnya.

Jeon terkekeh tanpa dosa, ia menempatkan kepalanya di perpotongan pahaku sambil melingkarkan tangannya di pinggulku. “Seharusnya aku mengunci pintunya, lalu menutup mulutmu dengan selotip besar!” tukasnya terdengar gemas.

Aku hanya mendecih pelan. Jeon memang menyebalkan, selalu menampilkan susunan gigi kelinci dengan wajah polosnya yang membuatku tidak jadi marah.

“Wajar saja aku teriak, kau menyerangku tiba-tiba!” tuturku tidak mau kalah. Perlahan aku melepaskan lingkaran tangannya dari pinggulku, berlalu sedikit menjauh untuk bersandar di kepala ranjang.

Jeon beranjak, netranya membulat sambil menatapku lamat-lamat, lantas mendekatkan wajahnya tepat di hadapanku. “Aku sudah bilang dulu loh. Lagipula kita belum melakukannya sampai detik ini, apa aku salah kalau saat ini aku menginginkannya?”

𝐁𝐨𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐔𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang