24. He Wants A Baby

1.7K 196 33
                                    

Ada yang kangen sama JeonBit? Agaknya chapter ini bakal ada sedikit gula lagi, teman.
。◕‿◕。

Untuk pertama kalinya, rengekan Jeon tidak lagi sebagai suatu hal yang mengganggu gendang telingaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk pertama kalinya, rengekan Jeon tidak lagi sebagai suatu hal yang mengganggu gendang telingaku. Yah, mungkin karena rindu sehabis saling diam dan tidak bertemu walaupun hanya hitungan dua hari.

Selepas menyegarkan diri bersama, Jeon berbaik hati sekali mau menolongku dan Yuki membuat sarapan, kendati dia sudah rapi dengan setelan kemejanya. Entah benar-benar berniat ingin membantu atau hanya untuk membuatku terkesan.

Tetapi serius, aku merasa seperti kembali menjadi anak remaja yang baru saja mengalami rasanya jatuh cinta. Debaran yang muncul diiringi senyuman tipis acap kali Jeon bertingkah konyol dan menyempatkan diri untuk melihatku. Astaga, ada-ada saja!

Mungkin benar perihal; pertengkaran yang di alami oleh dua pasangan justru akan mempererat dan menciptakan afeksi baru untuk keduanya. Yah, entahlah, tapi ku rasa tidak salah juga. Karena aku mengalami hal itu. Hehehe. Nyatanya, menikah dengan sahabat sendiri tidak buruk, bahkan akan menjadi pengalaman yang paling menyenangkan tentang bagaimana kita sudah bersama sejak kecil.

And for the first time, Jeon mengantarku dengan motornya. Padahal aku sudah bilang aku akan naik taksi, karena Jeon akan repot-repot mengantarku terlebih dulu ke toko bunga, lalu dia kembali pulang ke rumahnya untuk mengambil mobil. Tapi dengan gemasnya Jeon membalas;

'Tak apa, Na, tidak ada yang tidak bisa aku lakukan untukmu.'

Astaga Jeon, serius! Kita seperti sepasang anak remaja yang baru saja merasakan kasmaran.

Pada akhirnya mau tidak mau aku menerima, terduduk manis di jok belakang motornya dengan sesekali mengulum senyum.

“Sini pegangan, kalau kau jatuh, tidak ada lagi yang sepertimu.” Tangan kiri Jeon menarik satu tanganku untuk dia lingkarkan ke perutnya. Agak kikuk, kendati pernah satu kali merasakan naik motor bersama Jeon saat sekolah menengah. Namun, ini pertama kalinya sembari merengkuh seperti ini.

Aku hendak membalas ucapannya, tetapi Jeon lebih dulu melanjutkan, “Galaknya, cerewetnya, hehe,” ia terkekeh di akhir. Membuatku hanya bisa melayangkan cubitan di perutnya.

“Tapi tak apa sih, daripada diam-diam seperti kemarin. Aku tidak suka,” keluh Jeon lagi. Kepalanya dia sempatkan untuk menoleh ke samping sejenak.

Aku hanya berdehem, aku terlalu larut menikmati sapuan angin pagi. Benar-benar memberikan sensasi yang berbeda, aku jadi merasakan kantuk lagi karena sapuan angin.

Sampai beberapa menit tidak terasa, kendaraan roda dua itu berhenti di perkarangan toko bunga. Pun aku lekas turun dan membuka helmnya, “Langsung pulang, ambil mobil dan berangkat ke kantor!” ucapku setelahnya.

Jeon mengangguk mantap sambil menampilkan susunan giginya, “Akan aku lakukan, Nona istri.” Tangannya meraih helm yang aku berikan, dan meletakkan benda itu di depan. Seperti biasa, Jeon menyempatkan diri untuk memberikan kecupan di punggung tanganku.

𝐁𝐨𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐔𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang