5. Should I?

1.7K 220 47
                                    

Setelah beberapa menit mengenakan pakaian, akhirnya aku melangkahkan kaki untuk mendekati keberadaan Jeon yang tengah berbicara dengan Vee di depan pintu kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah beberapa menit mengenakan pakaian, akhirnya aku melangkahkan kaki untuk mendekati keberadaan Jeon yang tengah berbicara dengan Vee di depan pintu kamar.

“Nah, ini nih anaknya!” celotehan yang pertama kali keluar dari belah bibir Vee, tatkala kedua maniknya mendapati keberadaanku yang mulai mendekat.

Aku mendengus pelan, lebih memilih berlindung dibalik tubuh besar Jeon.

Terdengar Vee mendecih sebal, “Kalau tidak bisa minum tidak perlu minum! Kau jadi menyusahkan orang, tau tidak?” omelnya tidak jelas.

Aku hanya terdiam. Aku mengaku salah.

“Sudah Vee! Aku sudah memberitahunya, kau tenang saja!” kedua tangan Jeon terulur ke belakang untuk menggenggam pergelangan tanganku. Membuatku semakin merapatkan tubuhku untuk berlindung di belakangnya.

Vee memutar bola matanya malas, ia menepuk sebelah bahu Jeon. “Beri dia pelajaran, Jeon! Dan kau harus sabar ya dengan Singa betina ini!” tukasnya sok serius.

Aku yang melihatnya hanya mendatarkan wajahku, kendati benak-ku sangat ingin sekali mencakar wajahnya. Lagipula aku ini sudah besar, kenapa masih dianggap layaknya bocah ingusan, sih?

Jeon hanya terkekeh menanggapi perkataan Vee barusan, sejenak ia sempat menoleh ke arahku.

Pun Vee nampak berpikir, ia memejam sejenak sembari tangannya menunjuk ke arah tangga, “Oh iya, itu ada temanmu. Keluar sana! Jangan di dalam saja, mentang-mentang pengantin baru!” katanya dengan nada menyeleneh.

Aku mendecih pelan, “Makanya cepat menikah, Alien!”

Tubuhku lekas melewati mereka berdua untuk melihat siapa yang datang dan bergegas untuk menuruni anak tangga disaat aku mengetahui siapa yang sudah duduk di sofa. Ternyata Yera. Tubuhnya beranjak saat kedua maniknya melihatku yang tengah berjalan menuruni anak tangga.

“Ra, kenapa tidak memberi kabar kalau ke rumah? Kan aku bisa membuatkan makanan untukmu,” ucapku yang sudah berada di hadapannya. Aku mempersilahkannya untuk duduk, bersamaan aku mengikuti untuk duduk di sofa sebelahnya.

“Kau kan sedang tidak enak badan, jadi aku jenguk deh! Bagaimana keadaanmu?”

Aku terkekeh pelan, “Sudah tak apa, Ra. Kau tidak perlu repot-repot!” balasku, “Tunggu, ya!” Aku beranjak tanpa menunggu jawaban Yera untuk mengambilkannya minum dan camilan di dapur.

Pun gadis dengan poni itu hanya mengangguk. Hingga tak lama aku kembali membawakannya minum dan beberapa camilan. Isi obrolan kami tidak lain hanya berupa kegiatan di toko bunga dan mengingat kejadian-kejadian konyol saat masih kuliah, hingga Yera yang sebentar lagi akan mengadakan pertunangannya.

Atensi kami mendadak teralihkan tatkala terdengar suara ketukan pintu. Berlalu Bibi Lim berjalan cepat untuk membukanya, dan kedua manik-ku mendapati Kak Jyno dan Kak Minjee beserta putri mereka memasuki rumah-ku.

𝐁𝐨𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐔𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang