37. Contraction

1.1K 177 34
                                    

Untuk pertama kalinya setelah beberapa waktu, aku dan Jeon akhirnya pergi ke pusat perbelanjaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk pertama kalinya setelah beberapa waktu, aku dan Jeon akhirnya pergi ke pusat perbelanjaan. Terakhir kali, yah, sewaktu kuliah. Pun kami memang tidak begitu suka pergi ke Mall kalau tidak ada hal yang penting.

Dan kali ini, termasuk hal yang sangat penting. Usai memeriksa kandunganku ke Dokter Lee, aku dan Jeon lekas melipir ke Mall. Kami akan berbelanja keperluan bayi, seperti pakaian, perlengkapan untuk di kamar bayi, dan lainnya.

Aku yang mudah lelah agaknya membuat sesi berbelanja kali ini menjadi lama. Aku selalu minta berhenti untuk beristirahat. Bahkan terkadang, Jeon yang selalu menawarkan itu. Aku diminta untuk duduk di dalam butik, dan Jeon yang akan mencarinya.

Yah, meski lelah, tapi ini benar-benar menyenangkan. Kami juga membeli beberapa daging untuk membuat barbeque di rumah Ibu. Kami akan mampir sejenak, mungkin akan menginap juga di sana.

Langkah kami terus menelusuri lantai Mall untuk sampai ke basement. Jeon bahkan tidak sedetikpun melepaskan tautan tangannya di tanganku. Aku yang ingin melipir ke toko yang lain menjadi tidak leluasa.

Kami memasuki mobil untuk bergegas ke rumah ibu. Tapi sebelumnya, Jeon justru terdiam sejenak, membuatku hanya memperhatikannya lebih dulu. Terlihat si tengik itu seperti tengah memikirkan sesuatu, sampai akhirnya dia menoleh ke arahku.

“Hmm?” Aku lebih dulu merespon dengan deheman. Kedua alisku terangkat samar untuk seakan menuntutnya untuk mengatakan apa yang Jeon pikirkan.

“Aku lupa,” cicit Jeon.

Alisku bertautan, seingatku belanjaan yang kami beli sudah lengkap. Aku bahkan beberapa kali bertanya padanya saat masih di dalam mengenai barang yang akan kami beli. Pun Jeon tidak mengatakan apapun.

“Aku baru ingat, Bitna. Aku belum ngajakmu pergi untuk bulan madu. Sampai kau sudah hamil begini,” imbuh Jeon. Helaan napas pun terdengar. Dia terlihat mengusap kasar wajahnya sembari memejam.

Aku bisa mendapati raut wajahnya yang frustasi. Tapi, aku mencoba santai. Aku bahkan lupa dengan hal itu. Toh, aku juga tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke suatu tempat. Aku tahu, Jeon sedang sibuk dengan pekerjaannya selama satu tahun ini.

“Astaga, aku kira apa. It's okay, Jeon. Kita bisa pergi kalau dia sudah lahir,” ucapku mencoba mengerti. Pun aku menunjuk perut buncitku sembari tersenyum lebar.

Jeon terdiam sejenak meski tak juga mengalihkan pandangannya dari wajahku. Raut wajahnya terlihat kecewa. Tetapi, perlahan Jeon mencoba menaikkan kedua sudut di bibirnya. Dia menggenggam tanganku.

Kepala Jeon mengangguk perlahan, “Yah, aku akan menggantinya nanti. Kita akan pergi bersama. Aku akan mengajak Vee juga,” ucapnya.

Aku terkekeh pelan, “Kau serius? Mengajak Vee?” Yah, aku hanya memastikan saja. Setelah kejadian beberapa waktu lalu dimana Kakakku yang satu itu selalu mengganggu kami. Jeon pun selalu menghindar dari Vee kalau kami sedang berdua.

𝐁𝐨𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐔𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang