Boncha #2. Lima Bulan

111 14 4
                                    

Warning! 21++

Warning! 21++

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanganku bergerak membuka pintu kamar, kulihat Jeon masih dengan posisinya lima belas menit yang lalu. Dia masih tertidur sembari satu tangannya menyentuh sisi tubuh Be yang juga masih terlelap. Aku mengembuskan napas dengan senyuman tipis, memilih melangkah mendekati gorden untuk membukanya sedikit karena sekarang sudah menunjukkan hampir jam tujuh pagi.

Setelah itu, aku membawa langkahku mendekati keberadaan Jeon. Aku duduk di sisi ranjang, jemariku mengusap lembut pipinya. “Jeon, ayo bangun, nanti kita telat!”

Reaksi Jeon hanya berdehem singkat dalam pejaman, lalu mengubah posisi tidurnya untuk mendekat ke arahku. Satu tangan Jeon bergerak melingkarkannya ke area pinggulku, sedikit memberi tarikan agar tubuhku lebih dekat dengannya. Sementara, aku masih memberikan usapan di area pipi hingga kepalanya, menatap wajah damai Jeon yang masih terpejam.

Aku tahu, Jeon pasti lelah karena semalaman masih menemani Be bermain. Be yang semakin aktif di umurnya yang sudah menginjak sepuluh bulan.

Aku merasakan perlahan tangan Jeon menyentuh perut buncitku. Dia juga mencoba membuka pejaman matanya, “Selamat pagi, sayang,” ucapnya dengan senyuman tipis. Jeon melayangkan kecupan sekilas di perutku.

Aku terkekeh pelan menatap Jeon yang mulai membawa posisinya untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang. Sebelum itu, dia menyempatkan untuk memberikan kecupan ke pipi gembil Be yang masih asyik terlelap.

“Kau lelah, ya?” tanyaku. Mengingat akhir-akhir ini pekerjaan Jeon sedang lumayan sibuk, ditambah kalau pulang, Be seakan tidak membiarkan ayahnya istirahat karena selalu ingin diajak main. Aku masih memberikan usapan di area rahang Jeon. Kulihat dia menggeleng dan tangannya menggenggam tanganku untuk diberi kecupan.

“Lelahnya aku kerja, selalu berkurang kalau sudah di rumah bertemu kau, Be dan juga dia,” balas Jeon dengan senyuman lebar. Tangannya kembali mengusap perutku, dia juga menyempatkan memberi kecupan lagi.

Pipiku memanas tiba-tiba, aku memilih melayangkan cubitan gemas di perutnya. Selalu saja, Jeon paling bisa membuatku mengulum senyum.

Kulihat netra Jeon membulat menatapku sehabis memberikan kecupan di perutku. Aku menatapnya bingung dan Jeon lekas menjawab, “Dia menendangku, Na. Apa itu artinya dia suka aku selalu menciumnya?”

Aku terkekeh, tanganku secara refleks menyentuh perut buncitku yang memang memberikan sedikit tendangan. “Sepertinya dia mau bilang, kalau kau menciumnya tapi lupa menciumku,” kilahku dengan nada mengejek.

Dibilang seperti itu Jeon malah terkekeh memperlihatkan susunan gigi kelincinya. Dia langsung memberikan kecupan bertubi-tubi di seluruh wajahku, tangannya menarik tubuhku untuk mendekat dan direngkuh. Tetapi, saat merasakan terlalu sesak, aku mendorong pelan tubuhnya. Jeon itu kalau sudah memelukku terkadang suka lupa kalau aku sedang hamil.

𝐁𝐨𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐔𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang