22. Second time

1.4K 194 47
                                    

Excuse me, bulgoseu content!

☆Excuse me, bulgoseu content!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah dua hari berlalu. Tetapi, aku belum juga mengerti kenapa Papa membuatku dan Jeon terpisah sementara. Ibu bilang, mereka tidak serta-merta melakukan itu tanpa alasan. Namun, hingga kini pun Jeon tidak memberiku kabar.

Apa si tengik benar-benar mengikuti Papa untuk tidak bertemu dan komunikasi dulu?

Kendati melihat wajah Jeon masih selalu kesal, tetapi kalau jauh seperti ini justu mencipta rindu. Tiga hari pergi ke toko bunga tanpanya, terasa berbeda. Pun Yera memberiku beberapa pertanyaan perihal kedatangan Soora. Aku sedikit lega karena Soora tidak menceritakan apa-apa pada Yera.

Kedatangan Soora kala itu untuk berbicara, membuatku mau tidak mau mengerti. Setidaknya dia memiliki itikad baik untuk menemuiku dan menjelaskan. Aku kira, Soora akan terus berdiam diri.

Seharusnya masalah ini sudah selesai. Tetapi, keputusan Papa untuk memisahkan kami sejenak nampaknya tidak bisa di ganggu gugat.

Aku bergeming, menatap lurus ke arah jendela toko. Setiap harinya aku mengharapkan Jeon menemuiku ke toko bunga. Pun sesekali aku mengecek ponselku, melihat apakah Jeon mengirimkan beberapa pesan untukku, tetapi ternyata nihil.

Menghela napas pelan, aku hendak beranjak untuk ke ruangan belakang. Namun, presensi mobil sport berwarna silver di perkarangan toko bunga membuat niatku terhenti. Netraku menyipit, sepersekon menerka siapa sang pemegang kemudi. Hingga pemilik mobil itu keluar sekaligus membenarkan terkaanku.

Kak Jimmy, cowok sipit itu menyempatkan untuk menyibakkan surai hitamnya ke belakang. Lantas sebelah tangannya menyahuti gagang pintu toko, “Halo!” sapanya saat mendapatiku berdiri sambil menghadap pintu. Kak Jimmy tersenyum menampilkan eyes smilenya.

“Wow! Apa kedatanganku di tunggu?” imbuhnya lagi. Tungkainya melangkah pelan mendekat keberadaanku.

Aku terkekeh tipis, “Ada apa, hmm? Tumben kak,” gurauku. Aku mempersilahkannya untuk duduk di kursi hadapanku, “Aku ambilkan minum, ya.”

“Tidak usah, Na, aku cuma mampir sebentar,” ucap Kak Jimmy menahan. Membuat langkahku terhenti seketika, aku hanya mengangguk pelan. Kemudian memilih untuk duduk di tempat semula.

Ku lihat kedua manik Kak Jimmy memandangi isi toko, sampai akhirnya berhenti tepat di hadapanku, “Dimana temanmu?”

“Yera ada di belakang, mau aku panggilkan?” tanyaku.

Kak Jimmy menggeleng, “Tidak, Aku cuma bertanya saja.”

“Jadi ada apa kau ke sini, Kak?” tanyaku to the point. Ini untuk pertama kalinya Kak Jimmy mengunjungiku ke toko hanya sendiri. Terakhir kali itu sekitar satu minggu yang lalu saat dia mendatangiku bersama Vee.

“Tidak ada sih. Tadi aku ke rumahmu ingin ketemu Vee, tapi dia malah menyuruhku pulang. Astaga, anak itu!” ucap Kak Jimmy sambil menggeleng samar, alisnya sempat bertautan tatkala ia menceritakan bagaimana Vee memintanya untuk pulang.

𝐁𝐨𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐔𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang