6. Night swim

2K 217 40
                                    

18+ please.

Pukul sembilan pagi tadi aku sudah sampai di toko bunga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul sembilan pagi tadi aku sudah sampai di toko bunga. Tak lama Yera menampakkan presensinya. Membuatku antusias sebab ada beberapa hal yang ingin ku tanyakan padanya.

Namun, ini sudah tiga puluh menit kami terdiam. Aku yang niatnya ingin bertanya jadi mendadak ragu, pun Yera masih setia menatapku meski dengan tatapan bingung.

“Salah tidak ya aku bertanya padamu?”

Akhirnya aku memulai percakapan, terus menerus menelan saliva tatkala kerongkonganku mendadak mengering. Aku menatap Yera yang seketika merubah raut wajahnya.

Berlalu Yera menghela napasnya, ia menepuk pelan dahi berponinya itu, “Ya mana pertanyaanmu? Kau saja belum bertanya!” tukasnya jengah.

Aku terkekeh kikuk seraya mengubah posisi duduk agar tidak terlihat kaku. Kendati aku benar-benar gugup saat ini. Sejujurnya aku bingung harus memulainya dari mana. Berlalu aku menarik napas dalam, menghela napas panjang sampai akhirnya berkata, “Jadi seperti ini... Eum, ini perihal malam pertamaku!” pun aku menggigit bibir dalamku selepas mengatakan hal tersebut.

Dan mendapati Yera membulatkan netranya ke arahku, “Jadi kalian sudah melakukannya?” tanyanya antusias, tangannya meraih tanganku untuk di genggam.

Aku semakin kikuk, maksud perkataanku bukan seperti itu. Namun Yera sudah menanggapinya dengan antusias, lekas membuatku menggeleng cepat. “Tidak-tidak! Bukan seperti itu, Ra. Kami belum melakukannya! Aku baru ingin bertanya,” jelasku akhirnya.

Mendengar penjelasanku raut wajah Yera kembali berubah, ia memutar bola matanya, “Astaga, Na! Aku kira sudah,” ucapnya selepas menghela napas. Lantas dia melanjutkan, “Lalu apa?”

“Jadi, apa yang harus aku lakukan? Maksudku, u-untuk melakukan kegiatan itu,” ucapku dengan menggigit bibir bawahku. Aku memejam sepersekon sebab takut mendapat cacian dari Yera.

Ku lihat Yera menggaruk kepalanya gusar, “Sebenarnya kau salah bertanya padaku, aku kan belum menikah. Seharusnya kau tanya dengan Kakak iparmu, Na!” titahnya.

Sontak aku menggeleng cepat, teramat tidak setuju dengan sarannya itu, “Tidak bisa, Ra! Kalau aku cerita ke mereka, lalu ibuku dan mama juga tau, habis aku! Huft.” Lagi-lagi aku menghela napas, jantung semakin berdebar, terlebih lagi jika membayangkan Ibu dan Mama tahu soal ini.

Yera mengangguk mengerti, raut wajahnya nampak tengah berpikir, hingga beberapa detik itu terjadi akhirnya gadis berponi itu kembali menatapku. “Biar aku simpulkan! Dari gelagatmu, sebenarnya yang kau takuti bukan tentang anak. Tapi, kau takut saat melakukannya, 'kan?” terka Yera sembari mengangkat kedua jari V nya di sisi wajahnya.

Netraku membulat heboh, refleks tanganku menepuk meja di hadapan kami, “Ya, kau benar! Itu Ra, itu yang aku takutkan. Ah, entahlah! Aku bingung menjelaskannya,” tubuhku ikut beranjak, seraya berjalan kesana kemari tatkala tebakan Yera teramat benar.

𝐁𝐨𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐔𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang