O.6 × Berusaha Jauh

150 33 12
                                    

Sandi nggak pernah suka kapanpun kesempatannya jadi Ketua OSIS disangkutpautkan dengan kapasitas orang tuanya di sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sandi nggak pernah suka kapanpun kesempatannya jadi Ketua OSIS disangkutpautkan dengan kapasitas orang tuanya di sekolah. Mereka harusnya tahu si papa nggak punya kuasa sedahysat itu buat meloloskan Sandi jadi Ketos. Kalaupun toh Sandi kebetulan menang, itu karena dukungan timsesnya yang loyal.

Sedekat apapun, jangan pernah menyinggung tentang itu. Sandi bisa marah.

"Jangan pegangin gue, Bay!" Sandi memberontak hendak menghambur ke arah Chelsea yang berdiri di seberang meja. Banyu yang nggak kuat-kuat banget memegangi kerah belakang cowok itu cuma bisa mengusap wajah kasar. Drama banget.

"Lo kalo ngomong lain kali disortir dulu, Chel." Lelah. Banyu balas menyerang Chelsea selaku orang yang pertama memantik perkelahian.

Chelsea mendengkus. "Makanya piket!"

Napas Sandi menderu seperti motor tua papa yang jarang diservis. Matanya masih nyalang mengarah ke Chelsea, tapi pada akhirnya memilih merebut sapu yang semula disandarkan di meja. Walau masih emosi, dipaksakannya menyapu sebisanya dari lajur kiri. Sekalian pelampiasan.

"Yang bersih, San."

Banyu mengemasi barang-barangnya yang masih berserakan di meja, kemudian mengenakan jaket hitamnya cepat.

"Lo pergi sekarang?"

"Hum." Banyu menyandang tasnya di pundak. Beberapa tapak sebelum benar-benar hilang dari pandangan, Banyu berhenti dan membawa ulang kasut hitam putihnya mundur tiga langkah.

"Mau bareng sekalian nggak?" Tawaran itu untuk Chelsea yang sedang merogoh kemasan makanan ringan dari loker Haikal. Bareng ke Garuda maksudnya, tempat les. Gadis berambut seleher itu bergumam pendek, artinya iya. "Gue tunggu di depan."

Cuma itu. Dan Banyu sungguhan pergi.

Lobi Bayanaka nggak sesepi gedung tempat kelas Broadcasting berada. Masih ada beberapa orang yang lalu lalang di situ. Jam pulang telah lewat limabelas menit lebih. Mengagumkan saat tahu kursi tunggu lobi masih penuh diakusisi para penunggu jemputan.

"Oi, Yud!"

Yang dipanggil menoleh. Sosok itu ada di bawah banner denah raksasa sekolah. Cukup dekat pintu keluar lobi. Makanya bisa mudah Banyu kenali.

"Gue kira udah ke Garuda, masih ngapain?" tanya Banyu.

Nggak sempat terjawab. Suara rengekan Chelsea dari arah lobi lebih cepat menyedot atensi keduanya. Dari jauh, Chelsea bersungut-sungut karena diapit lehernya pakai lengan oleh Sandi.

"Lepas! Keringet lo nempel ke gue semua, iyuh!"

"Minta maaf dulu. Bilang Sandi ganteng."

"Geli." Chelsea menyikut perut Sandi, lalu meloloskan diri sementara Sandi mengerang memegangi bekas serangan.

"Mending sama Yuda, Chel."

Chelsea menatap Banyu bingung. "Ha?"

"Yuda masih di sini, tuh. Bawa mobil. Daripada sama gue, naik motor. Kena debu, macet, gerah." Banyu nggak tahu apa ini perlu, tapi dia pakai jarinya buat menghitung opsi buruk yang sebelumnya dia utarakan.

Mengundang desis nggak senang dari Chelsea, perempuan itu sekali lagi hampir mendaratkan sodokan mautnya ke pinggang Banyu kalau saja yang ditarget nggak mundur.

"Maunya sama lo," tegas Chelsea. "Ayo, buruan."

Banyu nggak berkutik sewaktu didorong-dorong punggungnya supaya lekas ke parkiran. Sandi yang mengikuti di belakang terpingkal hampir nggak berhenti sampai area di mana motornya tertambat. Bahkan dari jauh, Sandi masih bisa dengar Chelsea dan Banyu saling lempar argumen.

"Helm lo mana?"

"Nggak bawalah, kan gue dianter tadi pagi."

"Makanya bareng Yuda aja, orang sama-sama ke Garuda."

Chelsea memukul helm Banyu pelan. "Lewat jalan tikus 'kan bisa. Jangan alesan, deh," bantahnya nggak mau kalah. Dia langsung naik ke motor Banyu, nggak mau tahu. "Lagipula ya, Bay. Kan elo yang pertama nawarin ke Garuda bareng. Kenapa jadi Yuda?"

"Gue nawarin karena kasihan lo nggak ada tebengan. Sekarang 'kan udah ada Yuda."

"Ya terus? Gue nggak masalah tuh ke Garuda sama lo."

"Lo kemarin ke rumah Yumna aja ngeluh kepanasan."

Chelsea nggak menyahut lagi. Dilihat dari spion, kepala cewek itu menunduk entah ngapain. Banyu menghela kasar.

"Yaudah, terserah."

Chelsea dengar, tapi nggak bilang apa-apa. Motor Banyu kemudian melaju perlahan meninggalkan gerbang Bayanaka, melewati kucing kesayangan Yumna di pinggir gapura dan mobil Yuda yang masih nggak bergerak dari sisi trotoar.

"Langsung pulang aja."

Dari spion tengah, Yuda sadar seseorang di kursi kemudi menatapnya nggak yakin. Jadwal kegiatan sudah tertata rapi, hal aneh waktu tahu si Tuan Muda mencoba meninggalkan salah satu agenda rutin.

"Lagi nggak enak badan," tambahnya. Nggak sepenuhnya sukses meyakinkan, tapi berhasil membuat si sopir nggak punya pilihan selain membawa mobil putih itu berbelok ke kanan—ke arah yang berseberangan dari jalur yang Banyu dan Chelsea tempuh.
















...

kemarin si banyu tanding voli, nih. siaran ulangnya bisa ditonton di bawah ini.

Lalu, TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang