2.O × Kondisi

109 29 3
                                    

Sial

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sial. Sial. Sial. Napasnya seketika memendek dan putus-putus. Niatnya membantu telah menguap, tergerus rasa nggak aman yang tiba-tiba menyergap bagai tali, mengikat erat tiap sendinya hingga nggak bisa berkutik.

Chelsea nggak bisa lihat darah.

"Mundur, jangan dipaksa." Banyu menghalangi pandangan Chelsea dengan punggung. Secepat yang dia bisa, dituntunnya menjauh cewek itu dari tempat Yumna dan Yuda.

"Yumna." Banyu menunda langkah saat ujung kausnya digenggam cukup erat. "Bu—at Yum—na." Chelsea mengulurkan scarf yang semula dipakainya di leher pada Banyu. Cowok itu mengangguk.

Yakin Chelsea sudah merasa aman, Banyu baru menghampiri Yumna. Perempuan itu luka agak serius di kening dan tergores kecil di lengan dan lutut. Yuda lebih parah. Di samping luka-luka yang diperoleh, pergelangannya juga terkilir.

"Bisa duduk?"

Yumna mengangguk patah-patah.

"Lo, Yud?"

"Aman," sahut Yuda sekenanya.

"Kepala lo, Yum." Darahnya keluar nggak berhenti. Banyu makin gugup. Buru-buru laki-laki itu melipat kain dari Chelsea menjadi bentuk persegi nggak beraturan dan menempelkannya ke sisi dahi yang bersangkutan. "Gue nggak tau cara yang bener, tapi semoga ini nggak masalah," cicit Banyu, masih menekan lembut kain dominan putih yang perlahan dirembesi warna merah.

"Makasih, Bay." Yumna mengambil alih kainnya untuk dipegang sendiri.

Banyu mengelap keringat dinginnya di pelipis. "Pusing?"

"Sedikit."

"Christie!" Demi apapun. Rasanya seperti baru menang lotre. Padahal, itu cuma Christie yang baru datang bersama Haikal. Karena dia anggota PMR di sekolah, Banyu punya harapan besar. "Tolongin Yumna. Kepalanya kena."

"Yuda aja dulu. Gue nggak papa kok."

"Nggak apa-apa gimana?" Banyu geram. "Christie, buruan!"

"Astaga, sabar dong, Bay. Jangan panik." Christie menggeledah ransel hijau gelapnya. Agak lama, dia baru bisa menarik keluar kotak kecil putih dengan logo palang merah di atasnya.

"Yud, telpon Kak Erin?" tanya Banyu, beralih pada korban lainnya yang sudah dibantu Haikal.

"Nggak usah," Yuda meringis menahan perih di siku dan lutut, "Yumna gimana?"

"Lagi diurus Christie," katanya cepat.

Beberapa menit berselang, Caraka dan Reka datang. Kemudian, Sandi menyusul setelah sebelumnya terpaksa putar balik padahal sudah sampai lokasi pengambilan gambar. Karena jarak yang terlalu jauh, Sandi jadi orang terakhir yang tahu Yuda dan Yumna kenapa-kenapa. Nggak bisa ditutupi, dia tampak agak kelimpungan. Efek panik mungkin.

"Yud, kena apa aja?"

"Ini doang."

Doang, katanya.

Yuda turut melihat ke mana arah tatapan Sandi saat ini tertuju. Motornya. Dia merasa nggak enak. "Sorry, San. Semua biaya perbaikannya biar gue yang tanggung," ucapnya.

"Si Bego. Aduh, tuh, kan, jadi ngatain." Sandi mengusap wajah kasar. Lidahnya gatal sedari tadi. Yuda ini sengaja ngomong hal yang paling Sandi nggak suka. "Yang penting tuh manusianya, motor bisa dipikir belakangan. Kalo lo sama Yumna kenapa-kenapa 'kan masalah juga."

"Sekarang gimana?" tanya Haikal. "Yuda kayaknya gak bisa lanjut."

Sandi menimbang. Betul juga. Dipaksa tetap jalan bersepuluh justru malah nggak bagus.

"Lo sama Banyu bawa Yumna dan Yuda balik bisa nggak?" Sandi menatap Haikal, bertanya. Cowok itu langsung setuju.

"Lo kuat motoran?" Mendengar Yumna bergumam tanda sanggup, Banyu lekas mendekati motornya. "Chel, lo ke lokasi sama Reka atau Caraka. Nanti gue nyusul."

"Yumna," suara Chelsea bergetar, dia takut, "Yumna nggak apa-apa kan, Bay?"

"Nggak kenapa-kenapa," balas Banyu, "lo jangan nangis, malah bikin kepikiran, nih. Yumna baik-baik aja, udah dibantuin sama Christie."

Chelsea menyeka kasar bulir yang tersisa di ujung pelupuk. Khawatirnya mereda walau cuma sedikit.

"Soal Yumna, nanti gue kabarin. Jangan terlalu lo pikir."

Chelsea dusta kalau bilang nggak risau, tapi dia tetap mengangguk.

Semoga Banyu nggak sedang berbohong.
















...

TMI—erin listy, nama PA-nya Yuda. still in her late 20s, that's way dipanggil "kak" sama temen-temennya yuda. kalo yuda manggilnya apa? "lo" sama "PA" aja, sih. nggak pernah pakai honorifik apalagi nyebut nama

Lalu, TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang