Lalu, titik

162 28 18
                                    

dalam satu kedipan, beberapa hal berlalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


dalam satu kedipan, beberapa hal berlalu. betul kata orang, waktu bergerak super cepat saat kamu bahagia.

...

Ugal-ugalan dari rumah ke kampus, lari dari parkiran Selatan karena kehabisan lahan parkir utama, dan mendaki puluhan anak tangga hanya untuk dapat fakta kalau kelas siang itu ditiadakan? Ayolah, ini bukan satu April!

"Lupa ngumpul tugasnya Pak Sumitro juga, Bay?"

Bukan, jelas bukan.

"Nggak kelas?" Ragu, Banyu bersuara.

"Lah, lo nggak buka grup? Kan Pak Ergan ada seminar di luar kota, reschedule."

Bahu Banyu merosot jatuh. Saat dia periksa, pesan dari komting dikirim semenit sebelum Banyu meraih helm dan pergi tanpa memanasi motor. Andai tadi dia bersedia meluangkan enampuluh detik saja, hasilnya pasti nggak sengenes ini.

Sekarang Banyu mau apa selain pulang?

"Sialan."

Banyu menyisir surai yang masih lembab. Hasil keramas sekenanya yang entah mungkin juga sudah tercampur keringat panik.

Mau nggak mau, Banyu menyeret sepasang kakinya kembali menuruni undakan tangga. Dari lantai lima ke lantai dasar, Banyu hampir limbung di rincian tangga lantai dua karena pundaknya dirangkul tiba-tiba dari arah belakang.

"Sepet banget muka lo."

Banyu mendengkus. "Di-ghosting dosen."

"Kasihan amat." Demi apapun, kalau ada sesuatu yang ingin sekali Banyu bungkam, itu adalah tawa Sandi saat ini. "Terus sekarang mau ke mana? Soto FIB dulu bisa kali."

Gara-gara Sandi menyinggung tentang itu, perut Banyu mendadak jadi keroncongan. Kelasnya dimulai jam sebelas, sementara dia baru bisa tidur tadi pagi pukul enam. Melewatkan waktu sarapan, agaknya wajar bila kini lambungnya meronta minta diisi.

Hampir mengangguk, bermaksud setuju akan usulan Sandi, rencana Banyu terpaksa tertunda karena ada interupsi telepon.

Secetak senyum lebar tersungging di paras Banyu. Menyingkirkan riwayat lesu di wajah, terganti bingar bahagia.

"Halo?" Banyu terdiam, sejenak melirik Sandi. "Sama Sandi. Kenapa?"

Sandi yang mendengar namanya dicatut tampak nggak acuh.

"Oh, sekarang? Bisa-bisa aja, kebetulan kelas hari ini dibatalin."

Sandi mencibir melihat lengkungan di bibir Banyu melebar.

Lalu, TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang