1.3 × Sekilas Tentang

118 29 7
                                    

Selama puluhan tahun berdiri, banyak kabar berseliweran tentang Bayanaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama puluhan tahun berdiri, banyak kabar berseliweran tentang Bayanaka. Baik atau buruk. Prestasi atau sandungan. Masuk koran dan tivi. Semuanya sudah biasa.

Nggak diketahui mulut siapa yang pertama kali mendesuskan ini, tapi rumor tentang Bayanaka yang hanya diisi kaum elit dan konglomerat terus berembus kencang hingga kini. Sudah jadi rahasia umum barangkali. Nggak heran juga sebetulnya. Kalau hanya dilihat dari fasilitas gedung yang megah dan keren, asumsi bisa saja dibenarkan.

Padahal, dibandingkan seluruh sebagaimana kabar burung yang ada, kayaknya lebih pas bila disebut didominasi. Nggak semua, tapi mayoritas.

Sejatinya nggak ada yang spesial tentang itu, tapi hal tersebut sepertinya cukup menyenangkan untuk diulik.

Hanya penasaran. Apa benar begitu?

"Nggak!" Chelsea melipat tangan, alisnya bertemu di tengah kening, dan tatapannya tajam. "Mana bisa eksekusinya kacau gitu."

Pertama, Kharisma Chelsea. Anak tunggal salah satu keluarga old money dari kelas Broadcasting. Hidupnya tampak sedap dipandang. Karena dia anak dan cucu perempuan satu-satunya, perlakuan yang didapat juga luarbiasa. Sifatnya tergolong manja, tapi masih bisa ditolerir untuk ukuran anak tunggal bergelimang harta. Pernah terdengar kabar bahwa si Papa adalah salah satu petinggi Badan Usaha Milik Negara sekaligus pemilik setengah persen saham emas di PT yang nggak disebutkan.

"Terus lo maunya gimana? Kemarin diskusi terakhir lo nggak muncul di grup."

Nah, ini Banyu. Nggak se-wah Chelsea atau Yuda, Banyu terkadang masih doyan lupa bayar minum di kantin. Ayahnya Banyu itu Deputi Kepala Staf Kepresidenan, sedangkan bundanya dosen di salah satu universitas swasta. Begitu saja. Apabila disejajarkan dengan Chelsea dan Yuda—atau bahkan anak pengusaha batu bara dari jurusan Animasi—jelas Banyu masih masuk kategori biasa.

"Gue kan udah bilang nggak bisa kalo diskusi online. Kenapa nggak ketemu langsung aja?"

"Dan kalo ketemu langsung, emang lo pasti dateng?"

Skakmat. Pertanyaan Banyu menutup paksa mulut Chelsea.

"Menurut gue beberapa scene emang cacat sih, Bay." Yuda menimpali.

Di antara yang lain, Yuda selalu jadi yang paling dewasa. Sikapnya tenang—terlalu tenang, kalau kata Sandi. Anak semata wayang juga, sama seperti Chelsea.

Singkat tentang Yuda, orang tuanya memutuskan pisah saat dia kelas tiga SMP. Dan sekarang, tinggal bersama Ibunda di griya yang sama dengan Yumna. Tante Anne—Banyu dan lainnya biasa memanggilnya begitu—merupakan direktur utama rumah produksi film. Dengar-dengar, sudah punya kerja sama bilateral dengan rumah produksi di Cina dan Thailand.

Sekilas, hidup Yuda memang asyik untuk dilakoni. Cuma, Sandi dan Banyu sepakat nggak mau terlahir seperti Yuda di kehidupan selanjutnya. Sebab, Yuda seperti dikekang. Rutinitasnya sudah terjadwal sejak bangun sampai nanti tidur lagi. Makanya, kadang sedikit sukar ngajak anak satu itu main keluar.

Beberapa minggu lalu, dia punya asisten pribadi lagi setelah sebelumnya sempat kosong beberapa bulan. Super cantik! Banyu pernah lihat minggu lalu saat motornya masuk bengkel dan pulang bareng Yuda.

Oh, dan ayahnya. Ayahnya Yuda kembali ke pangkuan Tuhan setahun yang lalu karena sakit. Ayahnya asli Tiongkok dan dulunya pebisnis sukses juga.

"Dari adegan tiga belas sampai lima belas, gue pikir agak kurang jalan alurnya. Kasarnya, terlalu maksa."

"Tuh, dengerin," sungut Chelsea.

Banyu mengusap layar hapenya pakai ujung dasi. Diam-diam, menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. "Kurangnya di mana dan enaknya gimana?" tanyanya, berusaha tetap tenang.

"Adegan ini dihapus aja." Sandi dan ide sembrononya memang nggak ada duanya. "Adegannya nggak penting, kan? Daripada buang-buang tenaga, toh nggak bawa pengaruh besar ke garis cerita, sah-sah aja 'kan di-cut."

Hening, karena Sandi tampak masih hendak mengatakan sesuatu.

"Lagi pula, bisa ngeringanin kerja tim wardrobe. Ya 'kan, Yum?" Jurus andalan Sandi: mencari sokongan.

Yang dimaksud hanya tersenyum. Tanpa jawaban.

Selain Yuda, Yumna ini bisa dibilang yang paling linear di antara yang lain. Bunda Yumna seorang pembaca berita di stasiun tivi, ayahnya arsitek kenamaan dan dulunya mantan anggota band sekolah. Darah entertainnya memang sudah ada sejak zigot.

"Terserah kalo gitu. Yang penting sesuai target," kata Banyu final.

"PAS-nya kapan, sih?" Sandi bertanya.

"Kisaran dua bulan lagi." Dan Yumna menjawab.

"Nah, ya udah. Cukuplah waktu selama itu buat shooting. Editing sama finishing bisa sambil jalan. Terakhir kumpul juga masih semester dua."

Hampir semua mengangguk sepakat. Kecuali, Chelsea yang masih punya ganjalan di benak.

"Tapi—"

Ringing keras bel masuk mengundang decakan kesal dari Sandi.

"Kenapa, dah, anak Broadcasting masih harus belajar Matematika?" keluh Sandi. Ogah-ogahan cowok itu bangkit dan menggotong kursi yang semula mengitari meja Chelsea.

Semuanya berangsur menyusul. Yuda, Yumna, dan Banyu. Chelsea menyangga kepala melihatnya. Cemberut.

Ya sudahlah. Lain waktu saja.























...

PAS = Penilaian Akhir Semester

...

chapter ini terinspirasi dari mbak-mbak tiktok bergelimang harta yang demen bikin es krim segala rasa, tapi tetap terlihat membumi.

gue kapan ya...

Lalu, TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang