O.5 × Sebuah Upaya

155 39 18
                                    

"Permeseee!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Permeseee!"

Bahu Yumna didorong lumayan keras. Bukan bermaksud mencekalai. Banyu sigap meletakkan lengannya di atas kepala yang lebih pendek dan menuntunnya menunduk biar nggak terkena lightstand di pundak Haikal. Hampir. Telat sedikit, bisa ke klinik.

Studio yang sudah mirip gudang ini sesaknya bukan main. Debunya banyak. Sekalipun isinya peralatan penting, tapi terhitung jarang diakses. Seperangkat perkakas yang hendak dipakai praktik hari ini nggak bisa didapat di manapun selain studio lama. Makanya, semua harus susah payah dulu ke sini. Pindah-pindah alat; kerja rodi--atau apapunlah namanya.

"Jangan ngelamun, Yum," tutur Banyu begitu Yumna lepas dan menaruh jarak sekian senti dari posisi awal.

"Udah?" Setengah badan Sandi muncul di muka pintu, nyengir nggak ada beban setelah lama ngobrol dengan Pak Hardi di luar studio; sengaja supaya nggak bantu-bantu sama sekali. Saat dapat gelengan sebagai respons, mulutnya tergerak untuk tanya, "Yuda mana?"

Mata Banyu melirik arah kanan, menunjukkan tempat Yuda sibuk menggulung kabel di antara siku dan sela jemari. Sandi yang paham langsung merapat, jongkok di sebelah Yuda.

"Semangat, Mas Bro!" Dua tangan Sandi mengepal di depan dada. Alisnya tergelincir ke tengah, memasang ekspresi serius yang dibuat-buat.

"Mending mindah meja," kata Yuda, "daripada nganggur."

Menempel rapat pada lemari kayu, meja berukuran sedang terlihat dikerumuni butir aerosol. Bentuknya persegi panjang dipelitur. Tampak ringan, tapi waktu coba Sandi angkat, beratnya nggak bercanda.

"Bantu, Bay!"

"Wah, gak bisa," tolak Banyu, "mau ngambil tripod, ketinggalan di kelas."

Sandi merutuk. Lalu, "Yumna, bantuin, dong!"

"Malah nyuruh cewek." Yuda berdiri dari posisinya, memilih meluangkan waktu sebentar membantu Sandi memindahkan meja ke sisi lain ruang. Yumna di depan pintu tertawa pelan.

Sementara itu, Banyu sudah hilang dari gedung praktikum ke kelas di gedung yang berbeda. Letaknya menjorok bergandengan dengan kelas Pariwisata. Sepengamatan Banyu, jurusan satu itu juga tengah nggak di kelas sekarang. Entah melancong ke mana lagi.

Banyu kira, kelasnya kosong. Karenanya, hampir nggak ada rasa bersalah di benak ketika tangannya secara sengaja menarik handel dan mendorong pintu sampai ada bunyi gedor keras hasil menghantam dinding.

"Loh." Mengetahui ada seseorang di dalam, Banyu membeku sedetik. Untung nggak terusik.

Mejanya ada di deret belakang, dekat bangku Yuda. Perlu waktu buat Banyu menggeledah loker, sebelum akhirnya mengenggam benda yang dia cari di tangan kiri. Dia berencana pergi setelah itu, tapi langkahnya terjeda. Sudut matanya terpaku pada perawakan familiar yang sedang menenggelamkan wajah di muka meja. Posisi tidurnya nggak nyaman. Kelihatan jelas.

Banyu mendekat, menjatuhkan atensinya pada wajah yang terhalang juntaian rambut, tapi masih berhasil dikenali.

"Chel."

Banyu diabaikan.

"Leher lo bisa sakit kalo tidurnya gitu."

Masih nggak ada jawaban.

"Kalo sakit harusnya ke klinik, elah."

Kepala Banyu kemudian mengedar menyapu sekeliling. Memutuskan berpijak pada satu kaki, sedang tangannya berpegangan pada sudut meja dan mengulurkan tangan yang lain ke bangku belakang, menarik jaket dari punggung kursi. Dapat. Walau hampir limbung karena nggak seimbang.

Pelan-pelan Banyu memasang jaket Yuda ke tubuh Chelsea. Tapi tunggu. Dia sadar punggungnya panas. Ada cahaya matahari siang yang menembus kaca jendela; bisa jadi mengenai Chelsea kalau Banyu pergi. Pasti ini alasan kenapa kening Chelsea terlihat mengernyit. Silau.

Mau nggak mau, Banyu tarik tirai jendela kelas supaya bisa menghalau cahaya. Nah, sekarang wajah Chelsea tampak lebih teduh.

Merasa cukup, Banyu baru berlalu keluar ruangan. Punggung Banyu lenyap. Kelopak mata Chelsea terbuka. Tatapannya sayu, khas si sakit. Tanpa banyak berpikir, Chelsea singkirkan jaket di pundaknya dengan gerakan sengit.

Jaket itu jatuh ke lantai dan Chelsea nggak ada niat untuk susah payah memungut.















...

notice! cerita ini bakal gue update seminggu dua kali; selasa sama jumat.

Lalu, TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang