1.1 × Terantuk

134 29 1
                                    

Denting konstan dari benda pipih di dekat buku berhasil telak menarik perhatian si penghuni kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Denting konstan dari benda pipih di dekat buku berhasil telak menarik perhatian si penghuni kamar. Dia yang semula duduk menghadap komputer, mau nggak mau menyingkirkan peralatan tulis dari tangan dan mencabut handphone dari kabel charger pakai tangan yang sama.

Nama yang dikenali muncul di ruas notifikasi. Hanya pesan, tapi dikirim beruntun. Totalnya ada empat. Yumna sempatkan menggosok pangkal hidungnya sebentar sebelum membuka ponsel pakai ibu jari.

Sempat menghela panjang, gadis itu kemudian bangkit dari henyak, menarik outer dari gantungan, dan berjalan sepelan mungkin keluar kamar. Kaki berlapis sendal hitamnya menuruni satu per satu anak tangga dengan hati-hati. Bunda dan Teh Joice sudah terlelap. Tersisa ruang kerja ayah yang masih memancarkan cahaya lampu, lembur rancangan proyek.

Saklar ditekan. Ruang depan jadi terang. Dengan itu, Yumna memutar kunci rumahnya ke kiri dua kali, kemudian berlari kecil menghampiri gerbang hitam rumah. Ada seseorang yang berdiri menjulang di situ.

"Kunjungan malam lagi?" Lengan Yumna menumpu di atas teralis gerbang yang cuma setinggi dada. "Lebih sering dari biasanya gue pikir-pikir." Tanpa sadar bawah tangannya merinding ketika bersentuhan langsung dengan besi pagar yang beku.

"Itu karena lo selalu terima tamu." Pundak Yuda terangkat nggak peduli. "Lagian, masih sore."

"Nggak lama lagi jam sepuluh."

"Sama aja." Pendirian Yuda nggak goyah. "Om belum tidur, berarti belum larut."

"Lo sekarang mau pakai jamnya Ayah?" Berdecak, mata Yumna nggak sengaja melihat sesuatu di tangan si laki-laki. Sebuah kantung plastik. "Tante belum pulang?" tanyanya hati-hati. Dalam remang, Yumna berhasil tahu kalau Yuda mengangguk sekali.

Dia mengulurkan apa yang dibawa ke arah Yumna. "Gue kenyang," ujarnya setelah benda itu berpindah tangan.

Terdengar suara kunci terputar. Yumna yang melakukannya. Mendorong pagar sedikit lebih lebar supaya dia bisa keluar dan menemani Yuda duduk di atas tanah, bersandar pembatas.

"Kali ini kenapa?" Pandangan Yumna terangkat, membalas tatapan Yuda. Hal biasa kalau Yuda tiba-tiba kirim pesan dan bilang mau ketemu. Misal sempat, Yumna pasti datang. Jika kebetulan Yumna sudah tidur, maka kantung plastik berisi makanan dingin yang digantung di pagar adalah apa yang bakal Yumna jumpai di pagi berikutnya.

"Cuma laper, beli makan kebanyakan, kepikiran buat mampir. Tamat."

"Bohong."

Yuda membuang napas berat. "Nggak bisa tidur," ujarnya, pada akhirnya. Nggak ada gunanya juga bohong ke Yumna.

"Mikirin apa?"

Martabak manis dari Yuda menjadi sekat antara Yumna dan si pemberi. Masih hangat, tandanya Yuda memang baru beli sebelum mampir. Plus, Yumna nggak lihat ada kendaraan di depan rumah. Maknanya, Yuda jalan kaki sendirian keluar griya. Boleh juga nyalinya.

"Masih sama kayak kemarin."

"Tante Anne serius?"

Nggak dengar sanggahan, Yumna tahu apa jawaban dari pertanyaannya.

"Terus?"

"Ya aneh aja," ungkap Yuda. "Masih nggak habis pikir."

"Ah, gue kalo jadi lo juga bakal nggak bisa tidur." Yumna melipat tangan. "Dia nggak nolak?"

"Nggak usah ditanya." Yuda bilang, "heboh banget."

Yumna berkedip cepat dua kali. "Rumit juga situasinya."

"Nggak bakal begini," gumam Yuda, "kalo aja gue sama dia nggak kenal."

"Masalahnya di situ ternyata." Leher Yumna seperti digelitik, meremang karena udara. Tangannya yang bebas mengusap tengkuk. Mengangguk, menarik kesimpulan kecil. "Andai," ujarnya lirih.

Malam itu, nggak banyak yang keluar dari bibir Yuda. Dia lebih banyak mengamati Yumna dan geleng-geleng kapanpun cewek itu melahap martabak sampai pipinya mengembang. Nggak ada suara. Nggak ada komunikasi dua arah. Situasi yang sudah sering dilalui—amat sangat sering.

"Belepotan, tuh." Yuda memberitahu, "mana nggak bawa sapu tangan—heh, jangan meper ke gue! Wah, kacau. Baju gue!"

Benar. Seperti yang biasa dan sering terjadi.
















...

"darah muda" korean version dipersembahkan oleh drippin

Lalu, TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang