2.6 × Sebuah Distraksi

110 29 5
                                    

"Bang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bang." Banyu menyenderkan leher pada dudukan sofa, kepalanya menengadah, melihat satu lagi sosok berwajah mirip tengah memusatkan perhatian pada buku di tangan. Mendengar hm singkat tanda nggak keberatan diganggu, Banyu melanjutkan, "lo pernah naksir orang nggak?"

Jawara, si sulung, termangu selama beberapa sekon. Merasa ganjil dengar Banyu tiba-tiba menyinggung tentang itu. "Kenapa emangnya?" Jawara justru balas bertanya.

"Nggak pernah berarti, ya?"

"Kenapa, gue tanya," ulang yang lebih dulu lahir.

"Kepo aja," jawab Banyu simpel. Jawara melihatnya penuh sanksi. "Kalo ditaksir?" Banyu mengubah pertanyan.

Lagi-lagi Jawara bungkam. Bukan karena enggan menjawab, tapi tengah berupaya menggali memori. "Kayaknya nggak pernah," katanya kemudian.

Sudut bibir Banyu menyeringai, berdecih. "Kayaknya," gumamnya remeh. "Itu sebatas apa yang lo tau. Berarti bisa jadi pernah, kan?"

"Nggak tau." Jawara menghela, menutup buku anatomi di genggaman. Lupakan dulu tentang kuis besok pagi. Hari ini, ada yang lebih genting dari itu. "Lagian kenapa? Aneh."

"Lo percaya nggak kalo gue bilang, gue ditaksir orang?" Banyu duduk tegak, tapi badannya dia putar sekian derajat agar bisa menghadap langsung ke si abang.

"Percaya," sahut Jawara tanpa ragu. Memang kenapa harus nggak percaya? Tampang Banyu masih layak kok buat disukai orang.

Bukannya senang, Banyu justru menggerutu. "Kenapa cuma gue yang nggak ngira bisa ditaksir orang, sih?" ratapnya lirih.

Jawara mengangkat kedua kaki ke atas sofa, bersila selagi tangan kirinya mengganti saluran tivi. "Siapa? Yuna?"

"Yun—Yumna kali maksud lo," ralat Banyu, mencomot toples kue kering di meja. "Bukan dia," imbuhnya lagi.

"Terus?" Jawara bicara, tapi nggak mengalihkan pandangan dari acara bincang di tivi. Oh, itu memang acara favoritnya. Kalau bisa, memang seharusnya jangan diusik.

"Chelsea."

"Oh." Jawara merespons ala kadarnya. "Masalahnya di mana?"

"Dia temen gue, Bang." Banyu menjelaskan secara lebih rinci, "yang sering ke sini bareng Yumna sama Yuda juga. Dia naksir gue, betulan suka. Kebayang nggak sih tiba-tiba tau kalo lo ditaksir sama temen sendiri?"

"Nggak kebayang, soalnya nggak pernah," balas Jawara, bikin mukanya jadi sasaran lemparan kue kering. "Jangan sembarangan, Bay. Nangis Bunda kalo tau makanan dilempar-lempar." Kue itu lalu masuk ke mulut. Eum, enak. Isi cokelat.

Banyu berdecak keras. "Bang, lo paham nggak sih sebenernya?" geram Banyu. "Posisi gue ini serba salah. Chelsea suka sama gue, sementara gue sukanya sama—sama yang lain."

"Oh, masalahnya di situ."

Banyu mengernyit.

"Reaksi lo bakalan beda kalo dia orang yang lo suka juga."

"Enggak, kok!"

Jawara menyangga kepala pada badan sofa. Masih saja denial. "Emang lo bilang apa waktu Chelsea confess ke lo?"

"Chelsea belum bilang. Gue tau dari orang lain," papar Banyu, mengetuk-ketuk permukaan meja menggunakan telunjuk. "Sekarang gue bingung harus bersikap kayak apa kalo di depan dia. Canggung banget pokoknya."

"Selama ini sikap lo gimana?"

"Pura-pura bego ajalah, emang mau gimana lagi?" jawab Banyu. "Tapi nggak bisa seterusnyalah, Bang!"

"Lo tegasin aja," usul Jawara, selepas sekian sekon hanyut dalam topik pembicaraan talkshow. Dapat kernyitan sebagai tanggapan, Jawara menambahkan, "Maksudnya, kalo lo emang nggak bisa sama Chelsea, bilang."

"Frontal amat."

"Tegas, bukan frontal," ujar Jawara. "Denger. Kalo lo nolak Chelsea dari awal, dia bisa jadi kecewa dan akhirnya jadi jauh. Opsi kedua, lo bisa tetep pasang lagak nggak tau, terus pertemanan lo aman-aman aja. Gampang."

Gampang dari mana!

"Kalo nolak, tapi Chelsea nggak jadi jauh bisa nggak, Bang?"

Jawara menunduk, membalas tatapan Banyu. Ganti keningnya sekarang yang menggerundel.

"Lo yakin nggak suka sama Chelsea, nih?"
















...

ya.. gimana, ya.
ketik "1" kalo banyu adalah (calon) buaya

anyway, hai! lama nggak nyapa. how was your day going? selamat liburan buat yang liburan dan yang udah beres uas. gue tim belum uas jadi /hiks/ masih punya beban. semoga hari-hari kalian menyenangkan! see you on ... friday—maybe?

Lalu, TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang