2.2 × Cekcok "Kecil"

142 33 2
                                    

Rabu bukan jadwal siarannya Banyu, tapi di sinilah cowok itu terdampar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rabu bukan jadwal siarannya Banyu, tapi di sinilah cowok itu terdampar. Nggak, Banyu nggak sebaik hati itu sampai mau tukar sesi secara cuma-cuma. Dia jelas punya niat terselubung sampai-sampai maksa Sandi silih jatah siaran.

"Resepsinya lancar?" Dan, ini dia alasannya.

Banyu menyangga kepala, memperhatikan Chelsea menulis kalimat tambahan pada naskah yang dicetak seukuran kertas A4. Rambut cewek itu tampak lebih panjang dari awal semester berbulan-bulan lalu. Kalau dulu sebatas telinga, sepertinya sekarang bisa menyentuh leher.

Masih fokus ke apa yang dikerjakan sejak awal, Chelsea refleks mengangguk. "Lan—" Tapi kemudian sadar, lalu melotot.

Senyum sinis Banyu terbit. "Rame tuh kemarin dibahas anak-anak," jawabnya santai. Menikmati penuh bagaimana Chelsea kelimpungan setengah mati.

"Yang lain tau?" Dia nggak percaya.

Namun kepala Banyu mengangguk mantap. "Semua anggota kelompok tiga," tegasnya, makin membuat Chelsea kesulitan menelan saliva.

Perempuan dengan jepit rambut merah itu menggigit bibir. Tanpa sadar, tangannya meremas ujung skrip siaran di atas meja.

"Aneh banget waktu gue jadi satu-satunya yang telat tau." Banyu tersenyum kecut. "Jadi, sekarang lo adiknya Yuda?"

"Bukan!" Chelsea nggak sengaja meninggikan suara. "Bukan dan nggak akan pernah," koreksinya. "Lo jangan sok tau, deh."

"Iya, sorry kalo sotoy. Emang harusnya gue diem aja, kan cuma gue yang nggak tau apa-apa."

Chelsea berdecak frustasi. "Gue rencananya juga mau kasih tau lo soal ini, tapi nanti."

"Nggak usah, udah tau duluan."

Mulut Chelsea terkunci kehabisan alibi, begitu pula Banyu yang berubah minat mengamati detik jarum yang bergerak konstan di dinding. Sepi yang menyebalkan.

"Bay, gue serius," kata Chelsea, melemah.

"Gue nggak bilang lo bercanda."

"Banyu!" Kali ini, Chelsea sengaja. Sabarnya menemui ujung. Banyu terhenyak kecil di kursinya. "Gue nggak mau yang lain tau. Yumna jadi satu-satunya yang gue kasih tau sampai detik ini. Lo juga bakal gue kasih tau, tapi tunggu sebentar, nggak sekarang harusnya."

"Kenapa nggak boleh?"

"Apa?"

"Kenapa orang lain nggak boleh tau?"

Rematan pada kertas kian erat. "Bukan urusan lo."

"Apa sih, Chel, bedanya gue sama Yumna?" Pendingin ruangan sepertinya harus bekerja lebih ekstra dari biasanya. Sebab, setiap sudut terasa memanas setelah Banyu dengan berani tanya macam itu. "Yumna temen lo, gue temen lo. Yang gue sayangkan di sini tuh soal gue yang tau justru dari orang lain, bukan dari lo langsung."

"Terus apa?" Chelsea meradang, "apa bedanya tau dari yang lain dan tau dari gue? Pada akhirnya lo sama-sama tau juga, kan."

"Lo," Banyu hampir saja kelepasan, "lo temen gue."

Chelsea menggigit bagian dalam pipinya. Bahu cewek itu seketika merosot jatuh. Amarahnya perlahan tenggelam, terganti lelah yang menggumpal di ujung pelupuk.

"Gue nggak suka Papa nikah lagi, Bay." Pada akhirnya, Chelsea memutuskan terus terang. "Siapapun calonnya, gue nggak mau."

Chelsea menunduk, meletakkan kedua hastanya di pangkuan, saling memilin. "Gue sebel sama semuanya. Papa nggak dengerin pendapat gue dan langsung ambil keputusan gitu aja. Apalagi waktu tau Mamanya Yuda yang jadi calonnya Papa, gue ngerasa jadi orang paling nggak beruntung. Dari sekian banyak orang, kenapa harus Tante Anne?"

"Eh." Banyu buka suara ketika mendengar Chelsea terisak. "Tapi Tante Anne baik. Lo kan tau sendiri."

"Bukan soal itu!" Chelsea berubah sinis. "Hidup lo enak-enak aja selama ini. Keluarga lo harmonis. Lo nggak akan pernah tau rasanya sendirian."

"Itu dia. Yuda bisa jadi temen lo di rumah."

"Lo gila, ya? Serumah sama dia itu jadi hal terakhir yang gue mau di dunia ini."

"Yuda nggak seburuk itu buat jadi sodara," ujar Banyu lagi.

"Gue nggak bilang Yuda nggak pantes jadi sodara gue. Yang gue nggak bisa terima, gue sama dia jadi sodara. Siapapun orangnya, gue nggak suka dan nggak mau."

Yah, tipikal anak semata wayang. Pasti takut kasih sayang satu-satunya terbagi.

Banyu menghela. "Ya tapi kan, Chel—"

"Udahlah, Bay." Chelsea menyela, jengah. "Ini yang bikin gue males cerita ke orang lain. Lo ada di pihaknya Yuda. Lo temennya. Lo nggak pernah bisa paham apa yang gue rasain."

Maka dengan itu, Chelsea memilih sudah dengan lekas mengemasi peralatan dan berlalu dari studio. Mengabaikan panggilan Banyu juga jadwal siaran yang harusnya mengudara lima menit lagi.

Masa bodoh. Chelsea telanjur muak.












...

ya lagian elu sih, bay. ada ada aja.

Lalu, TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang