1.4 × Suka, Katanya

131 32 4
                                    

Sekitar sepuluh menit lalu, Yumna masih sangat yakin dia adalah orang terakhir yang keluar dari kelas Selasa sore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekitar sepuluh menit lalu, Yumna masih sangat yakin dia adalah orang terakhir yang keluar dari kelas Selasa sore. Seenggaknya begitu, sebelum dia melihat Banyu datang tergopoh dari arah gedung Broadcasting tepat pukul setengah lima. Seorang diri. Dengan seragam mencuat dan berkibar saat diterpa angin melawan laju kaki.

"Ada yang ketinggalan?" Yumna sampaikan saja opsi paling mungkin, persis setelah Banyu berhenti di hadapan.

Menyandarkan lengan pada gapura Bayanaka, sosok itu mengangkat kertas yang digulung memanjang. "Script film." Mulutnya terbuka, berusaha mengatur napas yang memburu.

Wah, serius. Banyu menyugar surai. Siapa, sih, yang merancang Bayanaka sampai sebesar ini? Melelahkan harus lari dari parkiran, gedung seberang, dan gerbang dalam sekali ancang-ancang.

"Gue kira udah pulang. Emangnya jadi?"

Banyu langsung menengok, kontra. "Jadilah!" Dan tanpa sengaja meninggikan suara. "Tapi bentar, ngumpulin oksigen dulu."

Nggak ada yang lucu, tapi Yumna tersenyum geli. Mau bagaimana lagi. Sambil menunggu Banyu selesai memupuk ulang energi, Yumna memutuskan menyapa Kelabu, kucing sekolah favorit Yumna. Hari ini, dia membawa serta satu lagi kucing betina dan dua kucing kecil.

"Anaknya yang keberapa lagi, tuh?"

Banyu merendahkan punggung, menggunakan dua tangannya di atas lutut untuk menumpu, dan menatap nggak habis pikir si keluarga kucing. Yumna mendongak, menatap langsung mata Banyu yang berada persis di atasnya. Sudut bibirnya ditarik mendekati pipi.

"Kalo dipikir-pikir, Kelabu bapak yang produktif."

Dan tawa Banyu pun pecah. "Itu dia. Seharusnya ikon player tuh bukan buaya, tapi kucing."

Tepukan terakhir di atas kepala Kelabu menjadi akhir dari interaksi. Yumna mengelap masing-masing tangan dan serentak berdiri. Menghadap Banyu.

Yakin kakinya sudah bisa dipakai jalan lagi, Banyu segera menyimpan script-nya ke dalam tas dan berbalik. "Ayo," ajaknya.

Yang laki-laki melangkah lebih dulu. Diikuti Yumna beberapa tapak berjarak. Senja datang perlahan. Panasnya yang awet. Surya masih garang, padahal waktu sudah menginjak penghujung.

Gerai soto Mang Aan terletak nggak terlalu jauh dari Bayanaka. Kondisi sekarang sedikit lengang daripada biasanya. Oleh sebab itu, si pemilik nggak melewatkan kesempatan untuk menyapa kala mendapati perawakan Banyu memasuki gerai.

"Soto tanpa kubis sama..." Bahkan Mang Aan menyebut sebelum Banyu sempat membuka mulut. Sekarang, sedang menunggu Yumna menyebutkan pesanan.

"Lengkap."

Yumna hanya mengekori Banyu mencari tempat duduk selepas Mang Aan mengangguk dan mengacungkan jempol. Ini bukan yang perdana bagi Yumna. Beberapa kali pernah kemari ramai-ramai bersama Chelsea dan Yuda juga.

Sebait kata enaaak di banner paling depan gerai memancing perhatian Yumna. Memang nggak berdusta. Rasa soto Mang Aan masih juara sampai detik ini.

"Mau minum apa?" Suara Banyu mengalihkan perhatian.

"Nggak usah, gue masih punya ini." Yumna menunjukkan kemasan susu jahe di tempat minum ransel.

Banyu mengerti.

"Ada yang salah?" Yumna sadar. Sejak dia mengeluarkan susu jahe, melubanginya, hingga menyesap isi kemasan, mata Banyu nggak sedetik pun meninggalkannya.

"Lo suka susu jahe?" Bukannya menjawab, Banyu justru mengujar pertanyaan.

"Dulunya biasa aja," ucap Yumna, "tapi setelah minum lagi susu jahe dari lo waktu itu, gue mulai mikir kalo rasanya nagih."

Sekali lagi, Banyu membiarkan tepi bibirnya tertarik hingga membuat sudut matanya merapat.

"Mendadak suka gitu aja?"

"Kayaknya?" Yumna mengedikkan bahu. "Siapa tau sering minum ini bisa bikin tahan flu. Yang terakhir, flu gue sembuh setelah minum susu jahe."

"Gara-gara yang ngasih kali?" gurau Banyu.

"Bisa jadi." Yumna membalas enteng. "Lo sendiri suka?" Melihat Banyu menggeleng, Yumna penasaran. "Kenapa?"

"Gue waktu kecil pernah dicekoki temulawak sama Nanny karena nggak mau makan. Sampai gede jadi nggak suka begituan."

"Tapi mereka beda, kok."

"Sama aja, Yumna. Aneh rasanya."

Masih ada keinginan buat membantah di tepi hati Yumna, tapi urung karena dua porsi soto akhirnya datang. Baunya menggiurkan. Membuai Yumna dan perut laparnya sampai nggak peduli apa-apa lagi selain kuah soto yang tampak lezat. Termasuk, sejenak mengabaikan panggilan beruntun di ponsel ... dengan nama Yuda terpancar berkedip di muka layar.



















...

ah, jadi laper.

Lalu, TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang