2.7 × Selaras

120 27 6
                                    

"Gue duluan deh kalo gitu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue duluan deh kalo gitu. Jangan lupa nanti pintunya lo kunci."

Banyu, yang baru saja keluar dari kamar mandi rumah Omanya Sandi, sekejap menoleh. Terlihat sekilas perawakan Christie beranjak masuk ke pintu dekat tempat makan. Menyisakan tanda tanya di kepala Banyu, siapa yang dia ajak ngobrol?

Jalan dua langkah, dia dengar denting gelas dari geladeri samping. Ternyata, ada orang di dekat air mancur. Duduk, membelakangi pintu dari kaca tempat Banyu sekarang berdiri.

Banyu kenal posturnya! Nggak bersuara, Banyu henyakkan begitu saja tubuhnya di sisi yang masih kosong. Seseorang yang lebih dulu di sana sebatas menengok, nggak berkomentar.

Beberapa waktu, hanya hening yang ada. Hingga tiba pada menit keenam, Banyu memberanikan diri membuka mulut.

"Gue minta maaf, Chel." Banyu membuang napas panjang. Kaki berbalut celana selututnya dia tekuk menyila, sementara tangannya menumpu di belakang tubuh. Ada segelas susu cokelat hangat di tengah-tengah keduanya. Punya Chelsea, tentunya. "Harusnya gue paham kalo lo juga punya alasan kenapa nggak mau kasih tau gue masalah lo. Egois banget kesannya kalo gue maksa buat tau," lanjutnya.

Yang diajak bicara masih mengatupkan bibir. Selain menyingkap anak rambut dari depan mata karena diterbangkan angin dingin Bogor, Chelsea terlihat masih nyaman dikelilingi hening.

"Nggak enak, Chel, marahan sama lo. Sandi nggak bisa diajak debat. Ngobrol sama Yuda juga jatuhnya wawancara, gue mulu yang tanya." Sesaat terdiam, Banyu mendecakkan lidah dan bilang, "lo yang paling cocok pokoknya."

"Masa?" balas Chelsea. Suara fals Sandi tiba-tiba terdengar di antara petikan gitar. Ah, parah.

"Serius, Chel." Banyu meletakkan satu tangannya di samping badan, mencondongkan tubuh. "Lo liat mata gue, emang keliatan bohong?"

Kepala Chelsea yang bersandar di atas lipatan lutut terputar ke arah Banyu. "Coba gue liat." Dia berkedip dua kali. "Banget," desisnya, lalu tersenyum manakala Banyu mengerang nggak terima.

Oke, cukup main-mainnya.

"Sorry juga, Bay." Chelsea menghadap ke depan lagi. "Yuda emang nggak sopan karena marah-marah di depan umum kayak waktu itu, tapi esensi omongan dia ada benernya. Gue nggak seharusnya tutup-tutupi apapun dari lo. Lo temen gue, sama kayak Yumna. Porsinya sama."

"Nah, betul tuh kata abang lo." Banyu nyengir saat dapat delikan dari Chelsea.

"Udah, kan? Sana balik ke depan—" Lagi, suara nggak karuhan Sandi bergaung. Kok bisa yang di dekat cowok itu tahan buat nggak menyumpal pakai apapun? "—Kondisiin Sandi, tuh."

"Bentar-bentar, Chel," potong Banyu saat dia didorong-dorong biar pergi.

"Apa lagi?" respons Chelsea malas. Ayo dong, Chelsea mau santai sendirian, nih.

"Lo ..." Banyu mengusap-usap lutut, bingung harus pakai diksi yang mana supaya Chelsea nggak tersinggung. "Itu ... gimana ya ngomongnya."

"Apa, sih?"

Banyu menggaruk belakang kepala. "Kata—katanya Yuda, lo lagi—lagi suka sama orang, ya?"

Chelsea membelalakkan mata. "Kayaknya tuh orang emang perlu gue tampar berkali-kali, deh," cicitnya sengit.

Banyu dengar, tapi berupaya nggak kentara. Dia kembali ke bahasan yang paling penting. Sudah ada di titik ini, sayang kalau nggak dieksekusi. "Kalo misalnya, nih, Chel—misalnya aja, orang yang lo suka nggak suka balik sama lo, gimana?"

Chelsea bungkam sesaat, membuat Banyu merutuk diam-diam. Agaknya dua betulan salah bicara, deh.

"Ya udah."

"Ya udah?"

"Emang mau gimana lagi?" Chelsea menatap Banyu. "Kalo nggak suka, masa mau dipaksa? Gue juga ogah kali punya hubungan serius sama orang yang hatinya nggak buat gue. Buang-buang waktu sama pikiran aja."

Ganti Banyu yang ditelan bisu.

"Lagipula, gue kayaknya nggak bakal sendirian."

Banyu menengok, alisnya menggulung. "Maksudnya?"

"Orang yang gue suka bisa aja juga nggak disukai balik sama orang yang dia taksir."

Banyu tersentak kecil. Chelsea mau bilang kalau Yumna bisa jadi nggak suka sama Banyu, gitu?

Chelsea terbahak. "Muka lo pucet tuh, Bay!"

"Nggak lucu," kata Banyu.

"Tapi asik kan kalo bisa patah hati bareng?" tambah Chelsea, masih terpingkal.

"Chelsea," panggil Banyu, pelan. Abaikan tentang dia dan perasaannya ke Yumna, Banyu seharusnya memastikan hal yang lebih penting. "Lo serius nggak masalah?"

"Kenapa harus nggak serius? I'm totally fine with that."

Banyu menatap Chelsea dalam-dalam. Lega dan salut menyusup ke celah benak Banyu selepas Chelsea bilang begitu. Ada sih rasa bersalah, entah karena Chelsea yang terlalu pandai akting baik-baik saja selepas ditolak secara tersirat atau memang itu karakter asli Chelsea yang baru Banyu tahu. Yang dia utarakan bisa jadi kontras sama apa yang di hati. Bagus kalau dia jujur, tapi kalau terpaksa berkata sebaliknya, Banyu tetap berharap Chelsea bakal selalu bahagia.

Sebagai finalnya, Banyu nekat tanya, "Boleh peluk nggak, Chel?"

Raut kaget terpatri sempurna di mimik wajah yang lebih muda. Namun, nggak lama kemudian dia mengangguk. Chelsea merasa beku selama sepersekian detik selepas tubuhnya direngkuh. Rasanya hangat. Selain papa dan Yumna, ada sensasi dekap lain yang terasa sangat menenangkan, penuh afeksi.

Belakang kepalanya diusap perlahan, Chelsea paham apa artinya. Sebuah pelukan sebagai rekan, sekaligus penegas bahwa degup gila nggak biasa di jantung Chelsea harus berhenti mulai sekarang.

"Terakhir pelukan kapan sih, Bay? Perasaan dulu punggung lo nggak selebar ini."

"Ya kan gue juga puber, Chelseaaa..." Banyu geregetan. "Lo kira gue bakal umur sepuluh terus?"

"Maunya. Lo lebih keren pas masih SMP."

"Lo juga lebih charming pas SMP, sekarang boro-boro."

Chelsea terkekeh.

Banyu menepuk-nepuk pundak Chelsea yang cuma setinggi dada. "Semoga lo bisa ketemu sama yang lebih baik, Chel."

"Oh, jelas!" Chelsea mendongak, tersenyum kecut saat cuma dagu si laki-laki yang dia temukan. "Dia belum maksimal, kali. Masih banyak yang jauh lebih oke."

Banyu mendesis, melepas kungkungan, dan mendorong dahi Chelsea menjauh.

"Resek juga lo kalo dibiarin."


















...

yang kayak banyu emang nggak ada lagi, tapi yang lebih sip jelas masih banyak💅

Lalu, TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang