"Nama gue Dena."
Laudy masih memandangi sorongan tangan seorang perempuan yang tiba-tiba saja berada dikamarnya dan tak berniat menerima jabatan itu hingga lima menit berikutnya jika saja Dena tidak kembali berujar.
"Gue pindahan dari kota seberang. Kepindahan gue kesini bukan berlandaskan alasan-alasan klise seperti alasan Milea pindah ke sekolah Dilan, yah, kalau lo mau tau sih, karena gue yakin lo pasti akan bertanya tentang itu sebab kita akan jadi roommate untuk beberapa tahun kedepan. Dan karena itu juga, gue harap lo nggak suka kentut sembarangan, also, lo nggak boleh protes soal poster-poster yang bakal gue pajang nanti. Dan lo? Apa-apa aja yang harus gue hindarin selama satu kamar sama lo?" Ujarnya lagi, namun dia tampak pongah karena tidak ada reaksi apapun yang diterimanya. "Hei? Are you there? Sekali lagi, kenalin gue Putri Radena, panggil aja Dena."
Laudy hanya mengerjap-ngerjapkan mata, dia bisa merasakan ada gumpalan kotoran mata menyela pada tiap kedipannya. Jelas sekali, perempuan itu tidak bisa memproses apa-apa sebab baru terbangun dari tidur panjang di subuh-subuh buta karena sebuah panggilan. Satu-satunya ingatan yang melekat dikepalanya adalah potongan sekilas dimana dia dan Abian menyantap sebuah cheese cake dipasar kemarin lusa. Dia ingat sekali bagaimana antusiasnya Abian memberi briefing soal silsilah penyihir kala gumpalan roti masih dalam proses pencernaan dalam mulut mereka. Yang kemudian perjalanan itu berlanjut pada toko jahit milik Buk Tailor yang berada tidak jauh dari toko roti tersebut sebelum keduanya kembali kekamar masing-masing.
Tiba-tiba saja, satu pertanyaan muncul di benak Laudy. "Lo... lo nggak punya marga?"
Salah satu sistem silsilah kekeluargaan yang Laudy dengar dari Abian adalah jika penyihir tidak memiliki nama akhir yang merujuk pada marga keluarga, maka bisa jadi ayah kandung mereka telah tewas. Dan Laudy merasa dia harus bertanya soal itu demi mengantisipasi sikapnya terhadap Dena kedepan nanti meskipun menanyakan hal tersebut termasuk hal yang sensitif.
"Punya. Tapi bukan suatu masalah kan kalau gue nggak ngasih tau marga gue?"
"Emm iya." Laudy menyahut asal. Alih-alih kembali tidur, dia justru memperhatikan gerak-gerik Dena yang tengah membongkar seisi perut koper merahnya, ada beberapa benda metalik bersama beberapa bungkus makanan yang keluar dari sana. Laudy masih menonton Dena layaknya balita memperhatikan ibu mereka mengaduk bubur instan hingga sudah beberapa menit terlewati.
"Disini... ada sekolah lain?"
Dena menoleh cepat. "Oke gue nggak tahan lagi."
"What?" Laudy menegakkan tubuhnya hingga terduduk sempurna.
"Sudah berapa lama lo bertahan seperti ini?" Cewek itu menatap serius, menyadari bahwa tebakannya benar sebab sejak tadi Laudy terlihat terlalu waspada, seperti hal buruk bisa menimpanya sewaktu-waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUENDE I: THE KING OF DARKNESS ✓
Fantasy𝐟𝐞𝐚𝐭𝐮𝐫𝐢𝐧𝐠 𝐞𝐧𝐡𝐲𝐩𝐞𝐧; 𝐨𝐧 𝐠𝐨𝐢𝐧𝐠 include; witch, vampire, mystery, blood ━━━━━━━━━━━━━━━━━ Kisah yang tak biasa dituturkan oleh Ananta Laudy Ganendra kala menyadari bahwa dia bukan sepenuhnya manusia normal. Tidak cukup dengan it...