Laudy terbangun di tempat yang asing. Ketika sepasang netranya terbuka, hal pertama yang menyambutnya adalah sekelompok batu besar yang sepertinya terbentuk dari endapan mineral yang dihasilkan melalui curah hujan yang lambat. Kemungkinan besar, tempat ini adalah gua. Laudy bisa melihatnya dengan jelas melalui pantulan bayangan yang menari-nari liar dari cahaya remang obor yang menyala di dinding batu.
Laudy mencoba bangkit, namun sayangnya tubuhnya terasa begitu berat dengan keadaan kaki yang masih nyeri akibat luka. Kala menyadari kedua pergelangan kakinya dirantai oleh ujung besi yang tertancap dalam ke bawah tanah, Laudy langsung mengerang. Bertepatan dengan itu, suara langkah kaki yang bergema mendekat dengan cepat. Seorang pria berjubah hitam muncul dari balik bayangan itu, Laudy tidak bisa melihat wajahnya yang tersembunyi di balik tudung kepala, itu menambahkan kesan mendebarkan yang Laudy usahakan tidak terlalu kentara tampak di wajahnya.
"Akhirnya kamu bangun." ujarnya dengan suara sedalam sumur. "Saya tidak akan menyakiti kamu jika kamu menurut."
"Lo siapa?" Laudy berusaha menenangkan suaranya yang gemetar. "M-maaf, kata 'lo' terdengar nggak sopan, ya? A-anda siapa?"
"Kamu tidak perlu tau siapa saya." seseorang itu mengambil sesuatu dari balik jubahnya. "Saya bawa makanan untukmu."
Laudy tidak buta untuk tau bahwa itu adalah seonggok roti. Di situasi biasa, roti itu terlihat sangat lusuh dan tidak menggugah selera, namun entah kenapa, Laudy justru sangat menginginkannya sekarang. Itu membuatnya seketika curiga jika dia sudah tertidur lama di tempat ini.
Namun, melihat dari rupa orang yang menawarkan makanan itu padanya, Laudy mencoba untuk tidak tergiur sama sekali. "Anda beri racun apa ke roti itu?!"
Sosok itu jelas tidak tampak suka dengan perkataan Laudy. Dia kemudian membuka bungkusnya dan memotong sepersepuluh bagian untuknya sendiri. Demi membuktikannya pada Laudy, ia langsung memakan bagian kecil itu.
"Saya akan mati jika roti ini beracun."
"M-mungkin itu nggak beracun, tapi saya nggak bodoh, anda pasti mau sesuatu dari saya." Laudy meringis sebab rasa pedih di dalam perut serta kakinya muncul secara bersamaan. "Untuk apa anda memberi saya makanan tapi anda menculik dan mengurung saya di sini?"
"Apa penyihir terbiasa mengandalkan mantra dan membohongi kenyataan sehingga tidak bisa menerapkan kesopanan?"
"Kesopanan?" Laudy tertawa ironi. "Anda bicara kesopanan selagi saya kelaparan dan dirantai di tempat seperti ini?"
"Saya sudah memberimu makanan."
"Karena mau sesuatu dari saya, kan? Ngaku?"
Seseorang itu tampak lelah berbicara dengan Laudy. Itu membuatnya menyerah. "Oke, mungkin saya memang mau sesuatu darimu." dia mendekat, membuat Laudy bisa melihat ujung hidungnya. "Answer my question. Apakah kedua orang tuamu juga murni penyihir?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DUENDE I: THE KING OF DARKNESS ✓
Fantasy𝐟𝐞𝐚𝐭𝐮𝐫𝐢𝐧𝐠 𝐞𝐧𝐡𝐲𝐩𝐞𝐧; 𝐨𝐧 𝐠𝐨𝐢𝐧𝐠 include; witch, vampire, mystery, blood ━━━━━━━━━━━━━━━━━ Kisah yang tak biasa dituturkan oleh Ananta Laudy Ganendra kala menyadari bahwa dia bukan sepenuhnya manusia normal. Tidak cukup dengan it...