vii. elemental

548 96 21
                                    

"Aneh rasanya melihat lo terkapar disini karena serangan dari penyihir wanita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aneh rasanya melihat lo terkapar disini karena serangan dari penyihir wanita."

"Gue hanya memilih buat nggak melawan."

"Dan menerima tulang-tulang kering lo retak begitu saja?"

Dylan sontak menatap keki pada Leo yang berjarak tidak jauh darinya. Jika tidak terbaring dengan kondisi berbalut perban sudah pasti dia akan menyeret lelaki satu itu untuk duel panah api. Leo sendiri tidak begitu peduli, masih menatap pada buku kitab sihir dan menghayati tiap kata yang tercetak ditiap halamannya. Tak jarang Dylan merasa bahwa sortiran kelas yang didapat oleh Leo adalah suatu kesalahan. Alih-alih di Vermilia, lelaki itu lebih cocok diletakkan di asrama Lazulia sebab kegandrungannya pada buku-buku terbilang ekstrim. Cenderung fokus pada satu hal adalah salah satu karakteristik utama murid asrama Lazulia.

"Gue ini makhluk istimewa, bukan manusia yang butuh pembedahan dan banyak terapi untuk menyatukan tulang-tulang gue kembali. Jadi santai, gue nggak akan mati dalam waktu dekat." Dylan berucap enteng.

"Just in case gue nggak peduli, mau tulang lo disatuin balik pakai lem setan juga nggak bakal bikin ni buku-buku sihir melonjak naik."

Mendengus, Dylan melempar pandang pada udara kosong, kemudian perlahan matanya tertuju pada box khusus buah tangan bagi mereka yang datang untuk membesuk. Tempat itu kosong. Alisnya bertaut heran, sejak kapan orang-orang mencabut perhatian dari seorang Dylan Dewangga yang sudah menjadi idola sejak kecil?

"Apa ini? Kok nggak ada yang jenguk gue?"

"Profesor Ramon menutup akses kunjungan UKS sejak lo cedera." Leo menyahut masih dengan mata yang tertuju pada buku tebalnya. "Saat lo belum sadar, banyak plakat terpajang di aula untuk para siswi yang mengerumuni UKS. Tapi fans lo tetap bebal, mereka masih nungguin didepan sana, bahkan sekarang ada yang bawa piano. Mau gelar konser kali ya."

Diam-diam Dylan menghembus nafas lega. Bukan sebuah rahasia lagi jika ia sangat terobsesi dengan alat musik tuts satu itu, sudah banyak penghargaan yang didapat olehnya dari memainkan piano di berbagai sudut daerah Atlanbu. Dengan mereka yang masih berusaha mencari perhatian Dylan melalui piano menandakan bahwa mereka masih memujanya.

"Lo benar-benar nggak penasaran kenapa Profesor Ramon mengambil tindakan itu?" Tanya Leo, kini bukunya telah tertutup dan disurukkan dibalik jubahnya.

"Bukannya sudah jelas? Profesor nggak mau ada kerusuhan karena fans gue yang terlalu banyak?"

"Ternyata lo nggak seperti yang gue pikirkan. Bahkan gue sendiri sudah menebak bahwa itu semua hanya pengalihan."

DUENDE I: THE KING OF DARKNESS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang