ix. punishment

143 22 14
                                    

Ketika dia menyadari bahwa dia tidak pernah betul-betul menghapal mantra pembuka gerbang Debu dan tidak pernah memperhatikan penjelasan guru di kelas mantra dengan seksama, Laudy tau dia telah terjerumus ke dalam masalah besar—ah atau ini sudah me...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika dia menyadari bahwa dia tidak pernah betul-betul menghapal mantra pembuka gerbang Debu dan tidak pernah memperhatikan penjelasan guru di kelas mantra dengan seksama, Laudy tau dia telah terjerumus ke dalam masalah besar—ah atau ini sudah menjadi sebuah kesalahan sejak dia ditabrak oleh Adya kemudian dengan mudahnya terpesona oleh sinar kemerahan di mata laki-laki itu? Atau bahkan ketika dia meminta Javin untuk bertemu di hutan?

Tidak. Tidak dari semua yang di atas itu benar. Ini semua sudah menjadi sebuah kesalahan besar ketika Laudy memutuskan untuk mengikut Abian menyeburkan diri ke dalam lautan lepas yang membawanya ke dunia berpenunggu makhluk-makhluk sableng ini. Benar, seharusnya sedari awal Laudy tidak tersandera oleh perkataan Abian yang penuh bual itu.

Tetapi sayangnya... kenyataannya tidak begitu, Abian sama sekali tidak berbual, buktinya sekarang, Laudy sedang terperangkap dengan seseorang—ah... apakah kata ganti 'seseorang' pantas disematkan kepada vampir?—intinya, sekarang Laudy sedang terjebak dengan seekor vampir di luar tembok tinggi berlumut salju yang di dalamnya termuat gedung misterius dimana tempat dia tidur, makan, dan bersekolah sekarang.

"You waste my time. Jika ini tingkat bakat yang diterima, Debu is truly doomed. Belajar apa sih lo di sini sampai mantra sespele itu bisa lupa?"

Laudy tidak peduli dengan perkataan Adya, tapi jelas sekali dia tersinggung karena nada bicara lelaki itu. Di keadaan normal, Laudy pasti akan menanggapi ucapan Adya lewat celotehan cebiknya, namun berhubung sekarang Laudy sudah melewati satu jam penuh di alam bebas yang disesaki benda berbentuk kristal es bernama salju, dan jika boleh Laudy ingatkan kembali, dia hanya mengenakan pakaian dua lembar yang tidak mengandung bahan wol ataupun fleece hingga membuat tubuh gadis itu hampir menyerah karena angin beku yang menusuk kulitnya, maka Laudy tidak akan merespon lebih jauh. Alih-alih mengomel, perempuan itu justru memejamkan mata untuk mengumpulkan kekuatan yang dia miliki.

Sesaat, déjà vu menyerangnya. Laudy merasa insting sejenis ini pernah muncul ketika dia di dunia utama.

Perlahan tapi pasti, angin mulai berputar pelan di sekeliling Laudy, kemudian semakin kuat hingga menggantikan rasa dingin yang menggigitnya. Angin itu mulai membentuk sebuah pusaran di sekitar, mengusir salju yang jatuh dan menciptakan ruang hangat yang nyaman.

"EDAN!! GUE NGAPAIN BARUSAN?!" Laudy heboh sendiri, sementara Adya tidak tertarik sedikit pun. Laudy menoleh marah. "Lo ini nggak bisa hidup bersosial ya?! Nggak pernah mengapresiasi orang sama sekali..."

Terganggu, Adya akhirnya melirik Laudy sekilas, namun kemudian kembali memusatkan perhatian pada gerbang raksasa Debu seakan hanya dengan menatapnya dia bisa menciptakan lubangan di sana.

"Sekarang jam berapa?" Laudy menegakkan tungkainya setelah dirasa tidak menggigil lagi.

"Jam delapan."

DUENDE I: THE KING OF DARKNESS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang