SingtoKrist - Toxic

485 28 1
                                    

Selamat membaca! Cerita ini kayaknya nggak jelas hehe jadi jangan hujat gue yaa wkwkw.

***

"Mari kita putus." Ucap laki-laki berumur 20 tahun sambil menatap layar televisi yang menampilkan series kesukaannya. Suaranya menggema diruang kamar miliknya mengejutkan laki-laki yang lebih tua dua tahun darinya atau yang disebut kekasihnya. Pernyataan lugas dari pemuda bermata sipit mampu mengganggu konsentrasi kekasihnya sehingga kata lose terpampang nyata di ponsel hitam pada genggaman laki-laki yang lebih tua. Tapi game online bukanlah hal yang penting karena hubungannya yang jauh lebih penting.

"Maksudnya apa, Kit?" Laki-laki dengan kulit tan itu buru-buru mendekati Kit dengan kaget. Bagaimana bisa kekasihnya dengan tiba-tiba meminta putus tanpa alasan pula. Tidak boleh. Hubungannya tidak boleh kandas. Laki-laki itu semakin mendekat dan duduk dibibir kasur kemudian menatap dalam Kit yang menonton televisi tanpa minat. "Kamu kenapa tiba-tiba minta putus?" Pertanyaan itu diucapkan dengan sangat hati-hati.

Krist atau yang disapa Kit menolehkan kepalanya membalas tatapan Singto dengan datar. "Ini nggak tiba-tiba, Sing." Ucapnya dengan nada lelah. Singto semakin mendekat dan duduk dihadapan Kit dengan bersila kemudian menelaah wajah orang yang sangat ia sayang.

"Kit, aku nggak paham. Tapi kita omongin baik-baik dulu ya? Aku nggak mau kita udahan, Kit. Aku sayang Kit sama kamu." Suara itu terdengar kecil dan Kit tahu itu nada memohon yang Singto berikan. Perasaan Kit serasa dicubit dan rasa sakit menjalar kedadanya membuatnya sesak. Mata Kit menangkap kilat pedih dalam mata dan wajah itu menampilkan memelas.

"Udah nggak ada yang bisa kita perbaiki, Singto. Aku hiks aku sungguh sudah berpikir matang-matang. Hiks Singto, aku nggak bisa." Isakan tangis Kit bersamaan dengan derasnya air mata yang turun membuat Singto terperangah. Kit belum pernah sedih seperti ini. Kit itu ceria, selalu riang dan selalu tersenyum yang membuat Singto jatuh hati saat pertama kali memandang senyum manisnya. Tapi Kit yang ada didepannya berbeda jauh dengan Kit yang ia temui 3 tahun lalu. Kit yang sekarang seperti seseorang yang sudah tidak tahan memendam bebannya.

"O-oke... Kalau menurut kamu hubungan ini nggak bisa kita perbaiki. Ta-tapi bolehkan aku tahu apa alasannya? Kata kamu ini nggak tiba-tiba." Singto bertanya dengan gagap sebab menahan sesak yang juga menyeruak diruang hatinya. Kit sudah menempati seluruh hatinya dan sudah menjadi setengah jiwanya, jika pergi maka Singto harus bagaimana? Tahan Singtuan! Nggak boleh maksa. Singto bermonolog dalam hatinya.

Kit mengusap pipinya untuk menghilangkan air mata yang sialnya turun sangat deras. Mencoba tenang dengan menarik napas dalam dan menghembuskannya. Namun usapan Singto ditangannya mampu menghancurkan benteng dihatinya. "Hiks aku nggak mau hiks putus hiks. Singto aku sayang kamu. Hiks aku hiks capek kamu hiks selalu main game setiap kita bareng. Sejak 3 bulan lalu Singto aku mulai merasa hidup kamu hanya game, game dan game.  Who am i, To? Am i still your boyfriend? But i even doubt that I'm still your boyfriend."

Ditempatnya, Singto terkejut bukan main. Pasalnya selama ini Kit selalu mengiyakan saat Singto izin bermain. Otaknya memutar seluruh kejadian awal mula terjadinya Singto menjadi Pecandu game. Ah, benar juga sejak meluncurnya game online perang-perangan Singto tidak lepas dari ponselnya kecuali ketika tidur. Sedangkan Kit? Sudah berusaha berbagai macam cara agar Singto berhenti dan ini cara terakhirnya. Kit capek selalu dinomor duakan oleh game. Chatnya akan dibalas keesokan paginya atau yang parah Singto hilang 2 hari tanpa kabar hanya untuk menaikan peringkat. Kit kecewa. Itulah yang Singto tangkap sebagai alasan.

Singto meringis. "Ah, Kit. Aku minta maaf sangat sangat atas semua perbuatan aku yang gila game. Maaf walaupun kita sedang berdua aku hanya memainkan ponsel. Maaf aku nggak lagi ada saat kamu butuh aku. Maafin atas semua kesalahanku." Singto menunduk dalam merasa malu pada dirinya sendiri telah membuat Kit menangis begitu hebat. Isakan tidak lagi terdengar dan hanya tersisa hembusan napas yang teratur. Singto mengangkat kepalanya melihat Kit dengan hidung memerah khas dan mata sembab. Tangan Singto menghapus sisa air mata dipipi Kit.

Singto menatap dalam Kit. "Maaf sudah buat kamu nangis. Sekarang aku sadar perbuatan memang kurang ajar ya, Kit. Kit, aku sayang kamu. Sayang banget. Lihat kamu nangis bikin hati aku sakit, Kit. Hati aku tambah sakit saat air mata itu karena aku. Kit, kalau itu bikin kamu bahagia aku lakukan. Kalau kamu mau putus, mari kita putus." Suara Singto sangat serak karena menahan tangisan. Kit masih terdiam mencerna semua kejadian ini. Singto memeluk Kit sangat erat kemudian mengecup kening Kit dalam menyalurkan perasaannya.

Hangat. Nyaman. Itu perasaan yang Kit rasakan saat bersama Singto. Singto yang selalu ada, Singto yang selalu mendengarkan dan Singto yang tak pernah lelah akan sifatnya. Kit bimbang. Singto sudah beranjak dari duduknya dan mengemasi barangnya sebelum meninggalkan unit apartmen Kit.

Singto selesai berkemas. Dirinya siap keluar dari ruangan milik Kit. Sampai didepan pintu, Singto menoleh untuk merekam wajah Kit yang nanti malam akan ia rindukan. Sesak rasanya. Suara pintu terbuka membuat Singto terkejut. Bukan, bukan suaranya. Tapi beban yang dirasakan dipunggungnya serta tangan yang mendekapnya erat. Kit memeluknya. "K-kit?" Singto bingung sendiri.

"1 4 3." Ucap Kit kemudian.

"Hah?"

"Katamu kalau kita lagi bertengkar salah satu dari kita harus bilang itu biar keadaan jadi lebih baik. Singto, maaf aku gegabah. Aku nggak tau harus apa kalau nggak ada kamu disini." Iya, Singto tahu maksud kata Kit tapi untuk apa Kit mengucapkan itu. Mereka sudah putus.

"Ta-tapi tadi?" Tanya Singto lagi. Entahlah hari ini Singto sudah terlalu banyak bertanya. Kit melesakkan kepalanya dipunggung Singto.

"Maaf. Kita selesaikan baik-baik ya?" Sahut Kit sambil membalik Singto agar mereka bertatapan. 

"Serius?" Tanya Singto memastikan. Kit hanya menganggukan kepalanya lucu sambil menarik Singto menuju sofa. Membicarakannya persoalan mereka.

Saat Singto membelakanginya saat itu juga Kit sadar. Dari diduakan oleh game online hatinya lebih sakit ketika menyadari tidak ada Singto disisinya. Toh, semua orang berhak punya kesempatan kedua kan?

ONESHOOT GMMBOYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang