Aku merasakan tubuhku digoyang oleh seseorang. Aku membuka mataku meski rasanya sangat berat. Aku melihat Bunda membangunkanku.
"Kenapa, Bun?" tanyaku yang masih setengah sadar.
"Ada teman kamu tuh, bangun sebentar gih. Nanti lanjuti tidurnya." Aku mengangguk dan Bunda membantuku menyender di kepala tempat tidur.
Bunda keluar dari kamarku. Dan tidak lama dari itu, pintu terbuka kembali, menampakkan Fita yang tersenyum ke arahku. Tentu aku membalas senyumnya.
"Hai," sapa Rieke mendekatiku.
"Hai," jawabku pelan.
Dan aku mendengar pintuku terbuka kembali. Aku melihat Wawan, Dwi, Lina, Vero,Yudi, dan Arip.
Aku tersenyum melihat mereka sangat rame di kamarku yang tidak terlalu luas tapi masih bisa menampung mereka.
Senyumku pudar saat Aska ada di kamarku. Dia tersenyum padaku. Mataku membulat. Hatiku rasa teriris. Dia mendekatiku. Tidak ada yang bisa kulakukan karena aku sangat lemas untuk menghindar atau hanya sekedar menyuruhnya pulang.
"Lo sakit apaan, Din?" tanya Rieke yang berada di sebelahku kini.
"Biasa lah cuma demam sedikit. Emang lagi masanya aja gue drop," ucapku.
"Din, lo udah minum obat?" tanya Arip.
"Udah," jawabku sambil tersenyum.
"Din, cepetan sembuh dong, biar kita bisa belajar bareng lagi," ucap Vero.
Aku terkekeh. "Iya besok masuk kok." Kepalaku sangat pusing. Rasanya aku tidak sanggup lagi membuka mataku tapi aku tidak enak dengan mereka karena mereka sudah meluangkan waktu untuk menjengukku. Aku memijat pelipisku.
"Ada yang sakit?" tanya Aska yang tiba-tiba sudah ada di sebelahku, menggantikan posisi Rieke tadi.
Aku meliriknya kemudian menggeleng.
"Kalau ada yang sakit bilang aja sama aku, nanti aku usir mereka," ucapnya sambil mengusap pipiku lembut.
"Kamu aja yang pergi," ucapku pelan.
Dia terkejut, dan aku melihat kekecewaan di matanya. Dia melepaskan tangannya dari pipiku. Aku sedikit merasa kehilangan saat ia melepaskan tangannya dari pipiku. Aku membuang mukaku dari pandangannya. Aku masih sangat kesal padanya.
"Gue cabut duluan ya." Aska pergi dari kamarku. Aku menatap kepergiannya. Saat dia membuka pintu kamarku, mataku bertemu dengannya. Ia tersenyum ke arahku. Rasanya aku ingin menangis jika tidak ada mereka di kamarku.
Rieke menatapku. "Din, kayak kami pamit pulang juga deh. Lo istirahat aja. Jangan dipaksain kalah belum sehat." Aku tersenyum dan mengangguk.
Mereka semua berpamitan denganku dan keluar dari kamarku.
Akhirnya mereka pulang, aku menumpahkan semua air mataku. Aku tidak bisa membendungnya lagi. Aku memilih untuk tidur karena besok aku harus sembuh. Sakit ini tidak boleh berlama-lama ada di diriku.
***
Aku terbangun sedikit awal pagi ini karena aku memang sudah tidur sejak sore kemarin. Aku bangkit dari tidurku. Memaksakan tubuhku untuk berdiri. Aku mengambil ponselku dari tas. Tadinya aku berharap ada pesan dari Aska tapi ternyata tidak ada.
Aku duduk kembali di atas kasurku untuk menstabilkan penglihatanku yang sedikit berkunang-kunang. Setelah aku merasa sanggup untuk pergi ke kampus. Aku mulai siap-siap.
Saat aku mempoleskan bedak di wajahku agar tidak terlihat pucat, Bunda masuk ke kamarku. Dia sedikit terkejut saat aku sudah berpenampilan rapi.
"Kamu mau kuliah?" tanya Bunda sambil memeriksa dahiku.