Tanganku tiba-tiba ditarik, aku tersentak, siapa tengah malam menarik tanganku seperti ini. Aku melihat Aska menarik tanganku. Kekesalanku datang kembali yang tadinya sudah terlupakan.
"Pelangi, ada yang mau gue omongin," ucap Aska. Dan aku segera menepis tangannya.
"Nggak bisa, gue banyak tugas," bohongku.
"Ayolah Pelangi, cuma 10 menit doang," ucapnya yang tetap memaksaku.
"10 menit bisa gue gunakan untuk mandi." Aku mendengarnya mengupat.
"Oke, 5 menit aja," tawarnya.
"5 menit, bisa gue gunakan untuk makan," ucapku. Dia mengernyit kebingungan, aku tahu dia pasti bingung karena sebelumnya aku tidak pernah makan malam.
"Sejak kapan lo makan malam?" tanyanya.
"Bukan urusan lo!" bentakku.
"Plis, Pelangi, sebentar aja!" ucapnya memohon dan seperti apapun bentuknya memohon, aku pastikan aku takkan luluh. Aku sudah ingin pergi dari hidupnya sebelum rasa ini semakin jatuh dan dampaknya hatiku akan sakit.
"Lo nggak perlu mohon kayak gitu, karena gue bukan orang penting untuk lo!" ucapku sebelum meninggalkannya dan menghidupkan motorku.
Aku tahu dia kecewa karena aku tidak memberikan dia waktu untuk menjelaskan padaku. Tapi itu yang terbaik sebelum aku luluh kembali. Dia memang pandai membuat orang jatuh hati padanya. Dan aku harap aku bisa menghindar darinya.
***
Semalaman ponselku sengaja aku matikan, aku tidak ingin menerima pesan atau panggilan dari siapapun. Karena aku ingin menenangkan pikiranku dan mengingat tujuan awalku kuliah. Urusan cinta hanya akan membuatku sakit dan malas.
Aku sangat terkejut saat sebelum perkuliahan dimulai, aku menghidupkan ponselku. Di sana sudah puluhan panggilan dari Aska dan pesannya. tidak ada satupun pesan yang aku baca karena aku takut isi pesanannya nanti akan membuat aku luluh.
Aku mulai memerhatikan ke depan. Masalah Aska bukan masalah yang serius untukku. Dia hanya sebagai godaanku saja. aku harus kuat karena aku perempuan kuat, masalah seperti ini akan hilang dengan sendirinya.
Aku sengaja untuk pulang ke rumah sebelum berangkat kerja, biasanya aku pasti menyempatkan makan bersama Rieke. Tapi tidak untuk kali ini. Aku hanya butuh waktu sendiri untuk menenangkan diri ini. Aku bagai orang yang punya masalah besar sampai membuat diriku terguncang. Salahku memang, yang terlalu memasang ekspektasi yang tinggi dan lihat apa yang kudapatkan, aku hanya dikecewakan.
Mobil berwarna hitam tiba-tiba melintas di depan motorku. Aku refleks mengerem motorku tapi hasilnya nihil, motorku menabrak mobil itu. Aku turun dari motor dan berniat untuk memarahi pemilik mobil itu. Kemarahanku bertambah saat pemilik mobil itu keluar dari mobilnya. Aska!
Aku berjalan ke arahnya dan memasang tatapan yang tajam seolah siap menyerangnya.
"Pelangi, sorry." Aku menamparnya.
Dia memegang pipinya yang aku tampar tadi. "Lo nggak ada kerjaan lain? Ha? Lo bikin jantung gue mau copot tahu nggak?" teriakku depan mukanya. Air mataku jatuh begitu saja, bukan sedih karena aku kelewat kesal dan aku tidak terbiasa berteriak. Jika aku berteriak makan air mataku akan jatuh.
"Gue cuma mau ngomong sama lo, Pelangi." Tidak kuhiraukan, aku segera membalikkan badanku dan menghampiri keberadaan motorku.
"Gue emang nggak pernah nganggap lo sebagai teman Pelangi tapi gue nganggap lo perempuan yang berarti di hidup gue!" teriak Aska dan langkahku terhenti. Aku menganggap kalau aku salah dengar, aku meneruskan langkahku.