BAB 17 | Kebahagiaan

14 1 0
                                    

Aska sudah menungguku dari tadi. Selesai bekerja, aku langsung menghampiri Aska yang sedang berdiri di dekat mobilnya. Badanku sudah sedikit membaik. Kebahagiaan mampu membuat tubuh seketika menjadi baik-baik saja sekarang.

"Aska," panggilku. Dan aku terkekeh melihatnya sedikit terkejut.

"Kamu nggak kedinginan?" tanyanya. Aku menggeleng. Aku tidak mengenakan jaket, dan juga bajuku terbilang tidak tebal.

"Kamu ini. Padahal kamu sakit," omelnya sambil mengambil jaket dari dalan mobil dan memasangkannya padaku. Aku tersipu malu melihat Aska sangat perhatian padaku. Aku sangat merindukan Aska.

"Udah selesai," ucapnya saat selesai memasangkanku jaket. Aku membiarkan dia memasangkan jaket di badanku.

"Sekarang masuk ya?" Aku mengangguk.

Aska membukakan pintu mobil untukku kemudian mengusap rambutku lembut. Baru setelah itu dia masuk juga ke mobil.

"Kamu lapar?" tanyanya saat mobilnya sudah melaju.

"Aku lapar. Tapi nggak mau makan." Dia melirikku.

"Semuanya pahit, Aska," rengekku agar dia mengerti keadaanku yang sepenuhnya belum pulih. Aska menghela nafas panjang, dan mencoba tersenyum padaku.

"Dipaksain, sayang," ucapnya sambil mengelus rambutku.

"Tapi suapin ya," ucapku. Dia tertawa.

"Cuma soal itu kecil," ucapnya penuh kemenangan.

Kami berhenti di tempat makan. Aku sengaja memilih makanan yang berkuah. Aku sangat ingin menghangatkan tenggorokanku.

Saat aku duduk dengan Aska. Seorang pria menatapku aneh. Aku melihat ke ara pria itu dengan tatapan datar. Aku mengeratkan peganganku ke lengan Aska.

Aska menatapku dan melihat aku sedikit ketakutan. "Kamu kenapa?" tanyanya pelan. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku agar terhindar dari tatapan laki-laki itu. Meski Aska berada di dekat, aku masih takut hal yang tidak diinginkan terjadi.

"Aku takut sama orang di sana. Dia lihatin aku kayak gitu banget." Aska melihat ke arah pria itu dengan sedikit memberikan tatapan tajamnya. Aska sama sekali tidak takut. Dia malah menatang pria dengan tatapannya karena sudah membuatku tidak nyaman.

"Udah, dia nggak bakal berani lihatin kamu kayak gitu." Aku mengangguk.

Tidak lama dari itu. Pria itu pergi. Membuat aku bernafas dengan lega. Jantung sudah kembali normal.

"Akhirnya dia pergi," gumamku.

Aska melihatku. "Apa yang kamu takuti dari dia. Dia nggak ada apa-apa nya," ucap Aska sombong. Meski aku tahu Aska tidak dengan hal apapun, tetap saja pikiran memikirkan hal-hal buruk.

"Dia seram banget. Mukanya juga seram," curhatku.

"Udah nggak usah di bahas lagi. Mending kamu makan sekarang." Aska mengambil mie yang aku pesan tadi. Aku menahan tawaku saat Aska meniup dengan pelan mie yang aku pesankan, sebelum ia menyuapiku. Aku diperlakukan seolah tanganku tidak mampu bergerak.

"Kok mienya tambah enak ya," godaku.

"Iyalah enak. Kan aku yang nyuapi," ucapnya sombong. Aku dan Aska tertawa. Rasanya hari ini kembali seperti semula.

Aska terus menyuapiku hingga beberapa suapan. Perutku terasa penuh dan aku tidak begitu lapar lagi sekarang. "Udah, aku nggak mau makan lagi," tolakku saat Aska menyodorkan sendok berisi mie ke hadapanku.

"Udah kenyang?" Tanyanya. Aku mengangguk cepat.

"Tapi baru tujuh sendok, Pelangi," ucapnya.

Aku memukul bahunya. "Mana ada tujuh sendok. Ini udah belasan sendok. Aku nggak mau lagi. Perut aku udah penuh," tolakku.

Aska PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang