BAB 11 | Penyerangan Misterius

43 2 0
                                    

Suara musik sudah menghiasi ruangan, tempat pesta Arip diadakan. Arip menyewa sebuah hotel untuk acaranya ini. Lampu berkelip di sudut ruangan dan aku melihat Arip sudah berpenampilan keren hari ini. Arip juga menyewa penyanyi yang suaranya memang bagus. Banyak sekali orang ada di dalam ruangan ini. Hampir tidak ada satupun yang aku kenal. Aska mengenggam tangan kananku dan tanganku yang lainnya memegang kado. Isi kadoku tidak mahal, hanya sebuah jaket yang biasa saja. Aska memaksaku agar kado kami hanya satu tapi aku langsung menolaknya karena dia akan membeli kado dengan uangnya dan dia tidak akan membiarkan aku mengeluarkan uangku. Aku tidak mau.

Aku menyerahkan kadoku dan Aska juga. Kado Aska memang jauh lebih bagus dariku tapi tidak masalah niatku hanya memberi kado untuk Arip.

Arip menyambut kami dengan senyuman yang sanagt bahagia. Wajar saja, dia sekarang bertambah usia dan orangtuanya merayakannya dengan mewah.

"Terima kasih, Pelangi. Sebenarnya lo nggak usah repot-repot," ucap Arip menerima kadoku.

"Happy brithday, Arip." Aku mengulurkan tanganku untuk mengucapkan selamat ulantahun. Arip menyambut tanganku dan hendak memelukku tapi segera dicegah Aska. Untunglah, aku tidak terbiasa berpelukan dengan orang-orang yang tidak memiliki hubungan apa-apa denganku, selain hanya teman.

Arip terkekeh melihat perlakuan Aska. Ia menatap Aska dan aku juga ikut mantap Aska. Dari mata Aska terlihat jika ia tidak suka dan marah.

"Dia udah punya gue, jangan coba-coba lo!" ucap Aska sedikit meninggi.

"Nih! Kado dari gue, happy brithday," sambung Aska dengan sangat datar.

"Oke thanks." Arip mengambil kado dari Aska.

"Kami ke sana dulu," pamit Aska dengan menunjuk asal.

Arip mengangguk." Enjoy in my party," teriaknya saat Aska menarik untuk segera menjauh dari Arip.

"Aku nggak suka!" ucap Aska.

Ya benar, aku juga tidak suka dengan perlakuan Arip. Aku tidak terbiasa memberikan ucapan ulanthaun bersamaan dengan pelukan. Itu bukan gayaku. Lagian aku tidak akan ada di sini tanpa Aska. Aku lebih memilih tidur di kamarku sambil membaca novel kesayanganku. Tapi aku percaya Aska akan menjagaku di sini.

"Sama aku juga nggak suka!" Aska melirikku sambil tersenyum.

"Kalau dia berani kayak gitu kamu kasih tahu aku." Aku menganguk.

"Kamu mau makan sesuatu?" tanyanya.

"Nggak deh," ucapku sambil mencari keberadaan Rieke yang sudah lebih dulu ke sini.

"Kenapa? Takut lipstiknya luntur," goda Aska.

"Nggak! Lagian aku suka lipstiknya luntur," ucapku.

"Kamu lapar nggak?"

"Nggak begitu lapar. Oh ya kita jangan malam-malam, aku takut," ucapku.

"Lagian aku juga nggak nyuruh pulang malam-malam. Di sini membosankan," gerutu Aska.

"Apa lagi aku yang nggak tahu itu siapa, di sana siapa, di depan aku siapa. yang aku kenal cuma ini." Aku menyentuh pipi Aska dengan telunjukku. Dia terkekeh. Dia mengambil tanganku untuk menghampiri seseorang.

"Ayo kita buat dia mengenali kamu." Aku menatapnya bingung.

"Hai, Aska. Udah lama nggak kelihatan. Gimana lo sekarang?" tanya teman Aska. Aku ingin sekali pergi dari mereka berdua. Mereka seperti melupakan keberadaanku.

"Baik. Oh ya, ini Pelangi." Aku membungkuk sedikit badanku dan tersenyum.

"Hai, Pelangi. Aku Bayu, teman Aska waktu SMA dulu. Kamu temannya atau.."

Aska PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang