BAB 24 | Malam Terakhir Sebelum Pergi

26 1 1
                                    


Aku sudah membuat janji pada Rieke untuk malam ini. Kami akan berada di basecamp untuk menemani Aska dan Wawan packing. Rasanya waktu yang kulalui untuk tiga hari ini masih sangat sedikit. Aku belum sepenuhnya rela ditinggalkan Aska meski aku mengizinkannya.

Aku bersiap-siap di depan cermin. Aku sama sekali tidak semangat, seakan ini perpisahanku dengan Aska. Teleponku berdering, aku melirik ponselku. Rieke menghubungiku lalu mengatakan kalau dia sudah di depan rumahku. Malam ini Rieke yang menjemputku. Karena kami searah.

Aku keluar dari rumahku dan menemui Rieke. Aku masuk ke dalam mobil Rieke dengan lesu. Aku benci ada pada saat ini. Seperti aku kehilangan Aska untuk selamanya.

Kami sudah sampai di basecamp Aska, aku masuk dengan lesu. Aku melihat persiapan mereka sudah lebih banyak dari tadi.

Aku duduk di kursi yang berada di basecamp ini, aku bersebelahan dengan Rieke bukan Aska.

Aska menatapku dengan senyum lembutnya. Dia mendekatiku. "Udah makan ?" tanyanya. Aku kesal saat dia masih mengatakan basa-basi untukku. Aku hanya ingin menatapnya lebih lama sebelum dia meninggalkanku untuk beberapa saat.

"Belum," jawabku datar.

"Ya udah, kita pergi sekarang yuk, aku udah selesai packingnya. Malam ini aku mau sama kamu," ucapnya lembut. Seakan malam ini sangat langkah untukku dan Aska.

Aku mengangguk, aku ingin menelusuri indahnya malam hari bersama Aska.

Dia menggenggam tanganku. Aku hanya bisa diam. Aku tidak mau menyampaikan kesedihanku padanya. Aku sekarang sangat bergantung pada Aska.

"Kenapa diam aja dari datamg tadi?" tanyanya saat aku tengah asik memandang indahnya malam dari jendela.

"Nggak ada," jawabku datar.

Aska menghentikan mobilnya di sebuah lestoran biasa. Aku turun bersamanya. Saat kami masuk ke dalam lestoran, Aska memesan makanan yang berkuah. Dia tahu kalau aku menginginkan makanan itu.

Setelah kami duduk, Aska mengeluarkan kertas berwarna cokelat. Aku sedikit bingung. Itu terlihat seperti daftar sesuatu. Dia menyerahkan padaku.

"Dibaca," perintahnya.

Aku pun mulai membaca. "Satu, nggak boleh keluar selain sama keluarga. Dua, pulang kerja langsung pulang ke rumah. Tiga, harus sampai rumah paling lama jam sepuluh lewat lima belas menit. Empat, nggak boleh begadang. Lima, nggak boleh lupa makan karena keasikkan baca novel. Enam, nggak boleh sampai sakit. Tujuh, nggak boleh nangis." Aku memandangi Aska. Peraturan terakhir sulit untuk aku ikuti. Bagaimana bisa aku tidak menangis saat dia tidak ada di sampingku.

"Flashdisk sama novel ada sama aku, nanti waktu aku antar kamu pulang, aku kasih sama kamu," ucapnya.

"Kalau aku ngelanggar sama peraturan ini kayak gimana?"

"Aku bakal sakit hati!" ucapnya cepat. "Nggak ada ceritanya kamu ngelanggar itu, aku buat untuk dipatuhi," tegasnya.

"Iya, nanti aku coba," ucapku pelan karena aku belum bisa untuk menuruti semua peraturan ini.

"Buka dicoba. Tapi harus dilakukan." Aku menatapnya kesal.

"Itu semua untuk kebaikan kamu," sambungnya. Kupikir, dia tahu kalau aku ingin protes.

"Baiklah," jawabku pasrah.

Makananku sampai, aku dan Aska memakannya sampai habis.

Aku melirik jamku, sudah jam setengah sembilan. Aska mengajakku ke basecamp, baru setelah itu dia antar aku pulang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aska PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang