BAB 21 | UAS Aska

8 1 0
                                    

Pak Arsyah sungguh kejam dengan Aska. Aku tidak tahu kalau materi Pak Arsyah sangat banyak. Aku dan Aska terpaksa begadang untuk membuat semua tugas pengganti UAS. Kami saling mengirim pesan. Aska hanya diberi waktu selama 2 hari. Dan itu tidak akan tekejar jika dikerjakan siang hari. Aku rela melakukan ini demi Aska. Bagiku ini hanya hal kecil yang bisa kulakukan untuk Aska. Dia selalu melindungi dan memberikan apapun yang kuinginkan. Dia terlalu baik untukku. Meski Aska selalu melarangku untuk tidak membantu, tapi aku tetap keras kepala untuk membantunya. Dia sedang dalam kesusahan, sudah seharusnya aku menolong.

Jam menunjukkan pukul tiga pagi. Aku izin lebih dulu untuk tidur. Aku tidak bisa lagi menahan rasa kantukku.

"Good night, Sayang," ucapnya melalui telepon.

"Sepertinya sepanjang malam aku akan memimpikanmu."

"Jangan, nanti kamu kecapekan."

"Iya ya. Selamat malam juga, Sayang. Pokoknya harus selesai besok."

"Iya. Makasih udah nolongin," ucapnya.

"Uda seharusnya kan," ucapku kemudian aku mematikan panggilanku.

Sebelum tidur aku ingat saat dulu Aska pernah membuatkanku esai. Tidak disangka sekarang kami berdua membuat esai.

Tidak ada rasa bosan saat membuat esai malam ini. Karena Aska selalu membuatku tertawa. Tapi aku harus tidur malam ini. Aku tidak boleh sakit karena kelelahan. Meski malam ini rasanya aku ingin sekali mengenang sikap manis pacarku.

***

Hari ini adalah UAS terakhir. Beruntungnya UAS diadakan pukul dua siang. Jadi aku masih punya waktu untuk sekedar mengingat materi. Setelah selesai UAS, aku dan Aska mengerjakan esai lagi di dalam perpustakaan. Untuk pertama kalinya aku melihat Aska begitu serius belajar. Aku dan Aska tidak sekelas jadi aku tidak pernah melihatnya seperti apa saat belajar. Tapi saat ini aku ingin waktu berhenti sebentar. Aku ingin lebih lama lagi memandang Aska yang sedang serius membaca buku untuk dijadikan bahan untuk esai. Aku memandangnya terus sebelum sifat kesehariannya timbul.

Pandangan kami bertemu saat aku masih setia dengan posisiku yang memandangi Aska. Dia tersenyum dan aku gelisah karena malu. "Udah berapa lama merhatikan aku," godanya.

Aku gugup. "N-nggak kok, aku tadi lihat ada sesuatu di belakang kamu," elakku. Tapi aku yakin Aska tahu kalau aku berbohong.

"Sayang, kalau mau merhatikan aku nggak papa kok. Kan aku pacar kamu kalau aku pacar orang lain, baru nggak boleh," kekehnya.

Aku tersenyum lembut. "Lanjutin lagi ya, sebentar lagi selesai," ucapku.

Esai kami tinggal 3 materi lagi. Aku dua dan Aska satu. Tapi Aska mengambil yang punyaku satu. Katanya dia nggak mau membuat aku pusing. Padahal bagiku ini tidak terlalu berat selagi masih ada Aska di hadapanku. Karena dia adalah penyemangatku.

Setelah selesai aku bernafas lega. Aku ingin teriak rasanya tapi aku masih di dalan perpustakaan.

"Yee, selesai," ucapku pelan.

"Kamu senang?" tanya Aska.

"Senang lah."

"Padahal ini bukan tugas kamu."

"Tapi ini tugas orang yang penting buat aku. Jadi sama aja ini tugas aku." Dia tersenyum padaku.

"Terima kasih," ucapnya.

"Kembali kasih," ucapku.

Aska langsung mengirimkan seluruh esainya ke emai Pak Arsyah. Dan setelah itu kami keluar dari perpustakaan dan mencari makan. Padahal aku tidak lapar tapi Aska memaksaku untuk ikut ke cafe punya temannya.

Aska PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang