"Pelangi, besok ada acara ulang tahun Arip, lo ikut kan?" tanya Rieke saat aku sedang menulis catatan yang beberapa lembar tertinggal olehku tadi saat perkuliahan berlangsung.
"Nggak," jawabku singkat.
"Yah, Din. Kenapa?" Aku membuang nafas kasar. Aku menutup bukuku dan menjawab pertanyaan dari Rieke.
"Karena gue nggak diundang," ucapku dengan senyum yang meledek. Rieke kesal, ia berharap jika aku ada di ulang tahun Arip.
"Kamu diundang kok." Aska langsung duduk di depanku dan meletakan undangan yang bertulisan untukku. Aku menatap Aska yang tersenyum meledek dan aku lirik ke Rieke yang berada di sebelah, ia juga tersenyum jahil padaku.
Aku mengambil undangan itu. Pura-pura membaca. "Ini bukan tulisan Arip," ucapku. Rieke dan Aska memasang wajar datar.
"Masa harus tulisan Arip banget, Din," kata Rieke.
Udangan itu aku ambil, kemudian aku masukan ke dalam tas. Aku membereskan buku-buku ku dan beranjak dari tempat dudukku untuk meninggalkan mereka berdua.
"Mau ke mana Din?" tanya Aska.
"Ada urusan sebentar. Kalau kamu makan makan, kamu pergi sendiri aja ya," ucapku.
"Tapi kamu pergi kan ke ulang tahun Arip." Aku menaikan bahuku sambil tersenyum jahil.
Aku ingin tertawa rasanya melihat ekspresi Aska dan Rieke.
"Yang," panggil Aska.
Aku menoleh ke belakang. "Apa?" tanyaku. Dia berjalan sedikit cepat untuk segera sampai di hadapanku. Berunt ungnya tidak ada orang di sini.
"Kamu datang kan?" Aku hanya diam karena aku mengingat jam pada acara Arip.
"Aku kerja Aska," ucapku. Dan tiba-tiba Aska menggandeng tanganku dan bergelayutan manja di depanku.
"Masa nggak bisa izin sih, Din. Sekali doang cuma." Aku pura-pura memikirkan sesuatu seakan mempertimbangkan usulan dari Aska.
"Nggak bisa Aska," ucapku sambil melepaskan tangannya.
Aska berjalan cepat meninggalkanku. Aku terkekeh melihat tingkah Aska. Aku mengejarnya dan sedikit berteriak. "Aska, tunggu. Kaki aku sakit ngejar kamu!" Akhirnya dia berhenti saat aku hanya butuh sekali unutk berteriak.
Aku menghampirinya sambil tersenyum tanpa berdosa. "Aska, aku lapar," rengekku.
"Ya udah, kita cari makan." Dia mengenggam tanganku. Aku tersenyum melihat Aska yang terpakasa melakukan keinginanku. Dia tetap mengikuti keinginanku meski ia sedikit kecewa padaku.
***
Makanan di hadapanku sungguh menggoda. Aku memakan pangsit yang ada di kampusku. Ini merupakan makanan kesukaanku. Tanpa menunggu Aska yang sedang di kamar mandi, aku langsung memakannya. Dan merasakan setiap suapan dalam mulutku yang begitu nikmat.
Aska datang dari toilet. Dia duduk di hadapanku dan melirikku sebentar. Aku melihat Aska sudah memakan pangsit yang ada di hadapannya sekarang. Aku tersenyum melihat mukanya yang ditekuk.
"Pelangi," panggilnya.
"Ya, kenapa?" tanyaku cepat.
"Datang ya, plis," mohonnya dan aku menggeleng.
"Kenapa sih, kamu cinta banget sama pekerjaan itu. Cuma izin sehari Pelangi, Sayang," ucapnya penuh penekanan. Dalam hatiku, aku tertawa keras melihatnya yang menahan kesalnya.
"Acaranya kapan?" tanyanku.
"Malam minggu. Mau ya?" Aku diam sejenak kemudian menggeleng.
"Terserah kamu lah," ucapnya menyerah. Aku mengulum senyumku yang melihat Aska makan tanpa melirikku sama sekali.