O

560 86 2
                                    

Jake membuka matanya, saat cahaya matahari mulai masuk melewati celah yang ada di jendela kamar tempatnya menginap. pertama yang ia cari, adalah keberadaan suaminya Park Jongseong, atau Jay. Dengan setengah kesadaran ia berjalan pelan mencari kemana pemuda itu.

"Jongseong, kau disana?" teriaknya di luar kamar mandi. yang berada tepat di kamar mereka.

Tak ada jawaban, ia malah mendengar pintu kamar yang diketuk halus dari luar. dengan segera menghampiri pintu tersebut. lalu membukanya, berharap yang mengusik pintu itu merupakan suaminya.

Pintu terbuka, Jake tak mendapati Jay. ia malah mendapati pemuda manis, tengah tersenyum dengan nampan yang berisi 2 piring penuh dengan makanan.

"Maaf mengganggu, tapi.. aku ingin mengantarkan makanan ini. selamat menikmati" pemuda itu masih tersenyum dengan sangat lembut. membuat wajahnya terlihat semakin manis.

"Ah, tidak apa. lagi pula kau tak mengangguku. dan terimakasih untuk makanannya" Jake membalas pemuda itu sambil tersenyum.

Pemuda tadi mengangguk, setelah nampan yang di bawanya berpindah tangan.

"Kalau begitu, aku permisi. dan oh, kau bisa mencariku di sekitar taman kalau kau butuh bantuanku."

"Terimakasih"

Pemuda itu segera meninggalkan Jake, yang diam mematung saat melihat tanda di leher pemuda tadi. tanda yang sangat2 ia kenal, bahkan sudah membuatnya gelisah sekarang.

****

Jake berjalan dengan cepat menuruni tangga penginapan. saat Jay mengatakan padanya keberadaan pemuda Park itu lewat telepati yang sering mereka lakukan. perasaannya gelisah, tak nyaman. sedang dari jauh, ada yang mengamati setiap gerak geriknya, tanpa disadari oleh Jake tentunya. menatapnya dengan ekpresi kelewat datar.

Sesampainya disana, ia langsung menerjang tubuh lelaki yang lebih tua. memeluknya erat, seolah mereka akan berpisah dalam waktu yang lama. Jay tentu saja kaget dengan tingkah istrinya itu. ditambah lagi, dengan deru nafas yang terdengar cepat tak beraturan.

"Ada apa?" Mengusap pelan bahu yang lebih muda, Jay melakukannya sambil bertanya.

"Tidak, aku hanya takut..." gumaman yang hampir tak terdengar karena redaman.

"Takut? apa yang membuatmu takut? kakakmu datang lagi?" Jake serius menggeleng, sekarang tengah berpikir. apakah harus ia memberi tahu pemuda yang di peluknya ini tentang hal yang ia lihat tadi? atau tak usah?

sepertinya ia akan pilih, pilihan kedua sebagai apa yang akan dilakukan. karena tak mau membuat pemuda Park itu gusar khawatir.

"Tadi, aku melihat kecoa di kamar mandi." palsunya, padahal jelas tadi ia tak sempat masuk kamar mandi. Jay tahu Jake berbohong, berusaha untuk membaca pikiran Jake. namun sia2, karena pemuda itu mengunci pikirannya. mungkin karena Jake tahu kalau Jay pasti akan membaca pikirannya, maka dari itu ia mengunci pikirannya tersebut.

"Jangan mencari tahu lewat pikiranku, aku tidak bohong" Ucapnya  setelah dengan gerakan lambat ia melepas pelukannya tersebut.

"Iya, lagi pula bagaimana caranya aku membaca pikiranmu itu. jika kau saja menguncinya terlebih dahulu, huh?"

"Ya, sudah jangan dibaca" Jay mendengus kecil, sampai dengusan itu menjadi teriakan khawatir saat ia melihat sebuah bola melambung, mengenai Jake.

"Jake, awass!!" Telat, bola itu sudah mengenai bagian belakang kepala Jake.

"Aw" Jake meringis saat bola yang melambung tepat mengenai kepalanya.

"Minhee, cepat ambil bolanya" Jay mengedarkan pandangannya. di tengah lapangan sana, berdiri seorang pemuda tengah memanggil pemuda lain dengan nama 'Minhee'

Pemuda yang di panggil 'Minhee' itu segera berlari menghampiri bola yang sempat menggelinding tak jauh dari tempat Jake dan Jay berdiri. tanpa mengatakan kata 'Maaf' pemuda itu langsung berlalu pergi dari tempat mereka berdiri.

"Ayo main lagi, Hyung" samar Jake mendengar Minhee mengajak pemuda yang berdiri di
tengah lapangan untuk memulai kembali permainan mereka.

"cih, dasar tidak sopan" gerutu Jay

"ah, maafkan adik iparku. mereka tak sengaja melakukan hal tadi" Jay berjengit kaget, saat mendengar suara di sebelahnya. Sedangkan Jake menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"A-ah tidak apa" ucapnya gugup, pemuda yang meminta maaf itu, jelas sekali Jake tahu. karena ia adalah pemuda tadi yang mengantarkan makanan padanya.

"oh ya, ada yang terluka? kepalamu pusing?" Jake menggeleng spontan, tapi pada akhirnya ia limbung. untungnya, Jay dengan sigap menangkap tubuh Jake.

"Kurasa, bola itu menghantam kepalamu sangat keras. sebaiknya kau kembali ke kamar. nanti aku, akan memberikan ramuan untuk meredakan pusing. Setelah membereskan 2 orang itu pastinya" Ucapnya, dengan nada marah yang kentara di setiap kata di kalimat terakhir.

dengan langkah besar, pemuda tadi langsung menghampiri adik iparnya. Jay meringis, saat menyaksikan pemuda mungil itu menjewer kedua telinga 2 orang yang bermain di lapangan tadi.

lalu ia dengan segera membawa Jake ke kamar mereka.

****

"Kau yakin, baik2 saja?" Tanya Jay memastikan kembali.

"Iya" dengan anggukan pelan Jake menjawab.

tok, tok, tok.

keduanya langsung mengalihkan perhatian mereka terhadap pintu yang baru saja diketuk. Jay bergegas menghampiri pintu itu, lalu membukanya.

"Hai, maaf mengganggu" Jay tersenyum lalu membuka pintu itu lebar.

"Bagaimana keadaanmu?" pemuda itu berjalan perlahan lalu bertanya pada Jake.

"Aku baik2 saja"

"pusingnya? sudah hilang? atau masih pusing?"  Dengan telaten pemuda itu mengecek suhu badan Jake, ia juga menanyakan kondisi kepala Jake.

Jake menggeleng pelan.

"Ya sudah kalau begitu, lebih baik kau minum saja ramuan ini. tenang aku tak memberikan racun di dalamnya"

Jake tersenyum ramah, lalu mengambil alih gelas di tangan pemuda tadi.

"Siapa namamu?" tanya Jay

"Choi Jongho, tapi itu dulu. sekarang namaku Kang Jongho"

****

janlup votment, thankssss

Kisah dikala senja ( jayke)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang