"Hahaha kau lucu sekali, Hinata."
Merasa aneh dengan suara seseorang yang tertawa di sampingnya, Hinata mencoba membuka matanya yang sembab penuh air mata itu untuk mencari asal suara tadi. Namun setelah menoleh kesamping, mata Hinata membulat sempurna ketika melihat seorang pemuda berkulit tan dengan rambut kuningnya sedang tidur di rerumputan. Hinata diam membeku dengan mulut yang terbuka. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Hinata.
'J-jadi sedari tadi.. d-dia yang..' Hinata terpekik dalam hati. Sungguh ia tak tahu selama ini yang menjawab kalimatnya adalah bocah kuning ini. Hinata mengira ia hanya berhalusinasi ketika mendengar suara tersebut. Ia tak menyadari ada seseorang di dekatnya saat ia menangis tadi.
"Kau mempunyai teman, Hinata. Aku adalah temanmu." Ucap pemuda tersebut yang tak lain adalah Naruto, yang sedang berbaring di rerumputan dengan mata terpejam. Hinata sama sekali tak merespon karna masih kalut dengan keterkejutannya.
"Aku sama sekali tidak membencimu... tak pernah. Dan aku yakin tidak semua orang membenci kekuranganmu. Aku juga seorang yang bodoh, aku juga orang yang tak bisa diandalkan. Dulu, semua orang selalu mencaciku, sama sepertimu. Namun tak pernah ku hiraukan perkataan mereka.." Naruto bangkit dari tidurnya lalu memposisikan duduknya menghadap kearah Hinata.
"Mereka selalu bilang aku ini bodoh, berandalan dan tak berguna. Namun apa kau tahu apa yang kulakukan? Aku tetap melangkah maju... aku tetap menjadi diriku sendiri..
Aku tetap melindungi apa yang berharga bagiku dan aku tak pernah menyerah. Aku selalu berjuang keras untuk mendapatkan teman. Teman yang mau mengakuiku sebagai temannya."
"T-teman yang mau mengakuimu sebagai temannya..?"
"Ya, Hinata... teman adalah salah satu alasanku untuk tetap berdiri. Melindungi mereka, melindungi teman yang berharga bagiku adalah alasanku untuk tak pernah menyerah. Walau banyak yang membenciku, tapi aku percaya bahwa masih ada orang yang menyayangiku. Dan kau juga harus percaya.. Hinata."
"A-aku..?"
"Percayalah... percayalah bahwa masih ada yang menyayangimu, Hinata." Ujar Naruto sambil menatap lembut gadis manis yang ada di depannya. Tak lupa juga ia berikan sebuah senyuman, senyuman yang mampu meruntuhkan semua keraguan.
Dengan itu Hinata teringat oleh ayahnya. Ayah yang masih mau menerimanya walau ia adalah seorang yang cacat. Ayahnya yang tak pernah mempermasalahkan tentang kekurangannya itu. Ayahnya yang selalu berusaha untuk membuatnya senang. Ayahnya tidak ingin ia bersedih karena selalu di caci maki, hingga ayahnya selalu memindahkannya dari sekolah ke sekolah lain agar Hinata mendapatkan teman yang mau menerima dirinya dengan semua kekurangannya. Ya... kini Hinata sadar jika ia mempunyai seseorang yang masih dan selalu menyayanginya, yaitu ayahnya. Hinata tak pernah menyadari itu karena ia selalu bersedih dengan kondisinya yang jauh dari kata sempurna ini.
Air matanya menetes lagi saat mengingat kembali kasih sayang yang ayah berikan untuknya. Ia mengangguk pada Naruto sambil menyeka butiran-butiran air yang ada di pelupuk matanya. Seakan ia setuju dengan kata-kata Naruto tadi. Naruto yang melihat Hinata mengangguk padanya segera bangkit berdiri dan tersenyum lembut kearah Hinata.
"Seberat apa pun kehidupanmu, percayalah bahwa masih ada yang menyayangimu, Hinata. Karna semua orang selalu punya kekurangan. Jadi... jangan pernah menyerah."
Sesaat Naruto memberikan senyum manisnya lalu melangkah pergi menjauh dari tempat Hinata setelah itu. Hinata yang melihat Naruto berjalan semakin menjauh, segera manggilnya.
"A-anoo..." Panggil Hinata. Naruto yang mendengar Hinata mengatakan sesuatu pun berhenti dan sedikit berbalik kearah Hinata.
"A-ano.. Arigatou..." Kata Hinata. Memalingkan wajahnya ke arah rerumputan sambil memegang erat rok hijau sekolahnya dengan erat.
"Um? Eheheh..." Terlihat cengiran lebar Naruto sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
Flashback End
Hinata tak boleh menyerah apa pun yang terjadi. Tak boleh.
'Gomen ne Naruto-kun... gomen ne.'
"Ketemu..!" Jerit Anko-sensei. Yang lain memperlihatkan wajah terkejut sekaligus senang. Tak terkecuali dengan Sakura yang hampir putus asa. Anko berhasil menemukan kunci itu di rak lemari kepala sekolah. Pantas saja Sasuke dan yang lain tak kunjung menemukannya.
"Hhh... syukurlah." Sakura menghela nafas lega.
"Akhirnya ketemu juga... benar-benar melelahkan." Oceh Sona sambil membenarkan posisi kacamatanya.
"Lalu, Anko-sensei.. dimana letak bisnya?." Tanya Chouji.
"Bisnya terparkir di parkiran belakang sekolah. Tapi, jika kesana mau tidak mau kita akan berhadapan dengan mereka." Ujar Anko-sensei yang sedang melihat kearah tempat parkir Konoha Gakuen melalui jendela ruang guru. Dari sini ia bisa melihat tak sedikit makhluk-makhluk yang berada disana, di parkiran sekolah. Letak tempat parkir Konoha Gakuen berada di belakang gedung utama dan masih satu area dengan sekolah. Jaraknya juga tak terlalu jauh dari tempat mereka sekarang.
"Yooosh.. itu tak masalah." Kata Naruto sambil menepuk kepalan tangannya. Aneh, hanya Naruto yang saat ini masih memasang wajah semangat. Berbeda dengan yang lain, tampak jelas bila mereka sedang kelelahan saat ini.
Sona segera mengambil tongkat pemukul kasti yang Naruto sandarkan di sebelah meja saat sedang mencari kunci tadi, setelah itu langsung ia berikan kepada Naruto. Saat menerima tongkat pemukul dari Sona, Naruto tersenyum padanya. Namun Sona justru memalingkan wajahnya cepat dengan kesal. Naruto yang melihat itu hanya menggaruk pipi dengan telunjuknya. Naruto terlampau bodoh untuk menyadari Sona yang menyembunyikan rona merah di wajahnya.
Tak lama kemudian terdengar suara dobrakan pintu. Mungkin mayat-mayat hidup itu telah mengetahui bahwa mereka disini. Naruto segera berjalan mendekat kearah pintu, di susul Sasuke dan Sakura yang sedang membawa tongkat dari sapu yang ia patahkan. Tepat di belakang mereka, Anko-sensei, Sona dan Chouji juga telah bersiap. Naruto tahu ini akan jadi malam yang panjang dan sangat melelahkan. Ia segera mengeratkan genggaman tongkat di tangannya.
"Ayoo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Naruto : Perang Dunia Zombie 4 (PDZ4)
Fanfiction[END] Tamat 19 Agustus 2021. Cerita dari November 2020. Ketika terjadi sebuah insiden mengerikan di sekolah yang mampu membunuhmu tanpa belas kasihan, apa yang akan kau lakukan? Lari untuk bertahan hidup, atau mati menjadi mayat hidup! Bersama sisa...