Part 13

254 27 1
                                    

-Ikhlas itu bohong, yang ada hanya terpaksa lalu jadi terbiasa-
.
.
.
.
.
🐥🐥🐥

Sudah dua malam Ara menginap di rumah Faiz, kondisi ibu Faiz mulai membaik, makannya mulai lahap. Besok pagi mas Febi -kakak Faiz- tiba di rumahnya.  Sore itu Ara sedang duduk santai di ruang tamu saat para ibu-ibu tetangga rumah Faiz datang ingin menjeguk ibu Is.

"Assalamu'alaikum." Salam para ibu dengan kompak, ada sekitar 10 orang yang datang.

"Wa'alaikumussalam, silahkan masuk bulek." Jawab Ara sopan sambil membuka pintu lebar-lebar. Bu Is yang sedang beristirahat di ruang tengah terbangun mendengar keramaian dari arah depan.

"Monggo ibu-ibu, silahkan masuk." dengan suara serak ibu Is mempersilahkan para tetangganya masuk.

Tanpa diminta Ara bergegas menuju dapur untuk menyiapkan teh hangat dan kudapan ringan yang ia beli sore tadi di pasar. Sayup sayup obrolan para ibu terdengar hingga telinga Ara.

"Mbak Is sakit apa?" Tanya seorang ibu membuka obrolan.

"Kata dokter sakit tifus, alhamdulillah hari ini sudah membaik mbak."

"Eh iya mbak Is, itu siapa?" Tanya ibu yang lain siap bergosip.

"Oalah, itu anak wedokku."

"Anak wedok dari siapa? Dari Febi apa dari Faiz?"

"Dari Faiz mbak." jawab ibu Is mengerti arah pmbicaraan mereka.

"Oalah, kerja dimana mbak?"

"Kerja di kantor GGP mbak. Ini lagi libur makanya bisa jaga saya di rumah."

"Duuuh beruntungnya mbak Is, punya calon mantu cantik, sukses dan pengertian. Tanpa diminta langsung ke dapur bikin minum loh. Kalau Faiz sudah nggak mau, buat anakku aja mbak, si Brian. Sudah siap nikah, polisi lagi cocok lah sama pacarnya Faiz." Ujar seorang ibu dengan kerudung biru.

"Hust. Sembarangan ah jeng ini. Ada calon mertua nya loh ini." Ujar ibu yang lain memperingatkan, sedang ibu Is hanya terkekeh.

"Emang Ara nya mau sama anak e sampeyan? Dia itu udah kepincut sama Faiz, nanti kalau Faiz pulang langsung tak suruh nglamar, ndak usah lama lama langsung tak nikahin aja. Calon mantu potensial ndak boleh disia-siakan. Cantik, baik, pengertian, berpendidikan, berpenghasilan, anggun, sopan, sholeha dan masakannya itu loh, enak e poool. Paket komplit pokok e, rugi aku kalau sampe dia lepas."

Ara yang mendengar ibu Is begitu menujinya dengan mendamba merasa miris, Faiz sudah bukan miliknya. Ara bahkan tidak tau bagaimana kabar pria itu sekarang. Tak ingin berlama lama menjadi bahan pembicaraan ibu-ibu, Ara pun keluar dari dapur dengan membawa nampan berisi minuman dan makanan ringan.

"Silahkan diminum ibu-ibu." Ucap Ara sambil tersenyum ramah.

"Aiiih mbak Iiiis, gingsul nya itu loh, bikin makin manis." Ucap ibu Brian sambil mengambil foto Ara menggunakan ponselnya.

🐥🐥🐥

Malam hari sebelum tidur, Ara menyempatkan diri memijat kaki ibu Is di kamar sang ibu, ini adalah kegiatan rutin selama Ara menginap dirumah Faiz.

"Ra, ibu mau ngomong serius sama Ara." Ucap ibu Is sambil menggenggam tangan Ara yang tadi memijat kakinya.

"Ngomong apa to bulek? Ngomong aja sambil Ara pijat kakinya, besok kan mas Febi sampai rumah dan Ara harus masuk kerja, jadi nggak bisa pijat lagi."

Mahal Kita, Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang