Meeting perusahaan tempat Rasyid bekerja baru saja selesai sepuluh menit yang lalu. Tidak seburuk yang Rasyid dan atasannya kira, pihak penyelenggara memberikan jeda waktu dua jam untuk istirahat sholat jum'at dan makan siang. Rapat baru benar-benar usai pukul tiga sore.
"Mau langsung ke Magelang Syid?" tanya pak Edi saat mereka sedang berada di lift hendak kembali ke kamar hotel yang disediakan pihak penyelenggara.
"Besok aja deh pak, habis nganter bapak ke bandara. Kalau sore begini berangkat nanti sampai sana malam, takut diusir." canda Rasyid.
Ting.
Lift yang mereka tumpangi berhenti dan terbuka di lantai tujuh. Rasyid mencarikan kamar yang akan ditempati boss nya malam ini. Setelah ketemu, pria itu membukakan pintu dan mempersilahkan bossnya masuk.
"Silahkan pak, nanti kalau butuh sesuatu telfon saja ya pak." ucap Rasyid sebelum bossnya masuk.
"Terimakasih, dimana kamarmu?"
"Di samping pak." ucap Rasyid menunjuk kamar tepat di samping kamar atasannya.
"Ya sudah kalau begitu, sana kembali ke kamarmu. Mandi dan istirahat, sewa mobil ya Syid, nanti malam kita keluar. Biar kaya anak muda."
Rasyid terkekeh mendengar ucapan pak Edi. "Dih, saya mah masih muda pak. Bapak itu yang sudah tua." canda Rasyid.
🐥🐥🐥
Sementara itu di sudut lain kota Jogja, Ara terbaring lemah di kamar kostnya. Keluarga Sumidah sengaja datang dari Magelang untuk membujuk Ara agar gadis itu mau dirawat oleh mereka di Magelang, tapi dengan tegas Ara menolak.
Dulu awal bekerja di Jogja, keluarga Anggara sudah membujuk gadis itu untuk tinggal bersama mereka agar tidak perlu menyewa kamar kost, tapi gadis itu bersikeras menolaknya.
"Ra, pulang yuk. Ara cuti dulu ya nak." bujuk istri Sumidah.
"Budee, mau berapa kali pun kalian ngrayu, Ara akan tetap disini. Kerjaan Ara nggak bisa ditinggal."
Saat Sumidah dan istrinya sedang membujuk putri mereka agar pulang, tiba-tiba NurRohim datang dari arah dapur dengan membawa setoples keripik pisang di tangan kanannya dan ponsel di tangan kirinya.
"Bapak mu mau ngomong Ra." ucap NurRohim sembari menyerahkan ponselnya kepada Ara.
"Mas Nur bilang ke bapak kalau Ara sakit? Ara kan udah bilang jangan bilang bapak ibu dan mas Arief." omel Ara sebal.
Sedang NurRohim hanya mengedikkan bahunya cuek, berlalu sambil memakan camilannya.
"Assalamu'alaikum, pak." sapa Ara dengan suara seraknya.
"Wa'alaikumussalam. Kamu sakit kok nggak ngabarin bapak ibu mbak?" cecar Suwardi khawatir.
"Aku cuma nggak enak badan pak." ucap Ara menenangkan.
"Kalau capek ya pulang nduk, bapak sama ibu nggak pernah nuntut kamu untuk cari apa yang kami mau. InsyaAllah bapak masih sanggup kasih makan kamu di rumah walau seadanya. Nggak ada orang tua yang pingin jauh dari anaknya, istirahat kalau kamu lelah nduk. Sini, bapak sama ibu kangen sama kamu." ucap Suwardi dengan suara bergetar mengungkapkan isi hatinya.
"Iya pak, Ara juga kangen banget sama kalian." jawab Ara terbata tak bisa melanjutkan kalimatnya.
Ara tak dapat membendung air matanya, keinginannya ingin pulang tak dapat ditahan lagi, ia merindukan keluarganya. Mungkin tak lama lagi ia akan mengajukan cuti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahal Kita, Mas!
RomanceKalau sekedar berniat singgah, aku hanya akan memberi mu kopi, bukan hati!