Part 41

1K 30 2
                                    

"Rasyid"

"Iya Ra, ini aku." ucap Rasyid terbata dengan mata berkaca-kaca.

Sedangkan Ara diam di tempat tak dapat menggerakkan kakinya, lidahnya kelu. Ia menutup mulutnya tak percaya melihat siapa tamu yang tadi dikabarkan oleh Sinta.

Rasyid berjalan mendekat ke tempat gadis pujaannya berdiri mematung. Dipeluknya Ara yang sudah menangis sesenggukan. Sinta keluar dari ruangannya saat mendengar tangisan atasannya.

Lama Rasyid memeluk Ara sampai akhirnya gadis itu membalas pelukan Rasyid. Tak ada kata yang terucap dari bibir keduanya, Sinta yang akhirnya buka suara.

"Maaf mbak. Mbak Ara baik-baik saja?" tanya Sinta ketakutan.

Tak ada jawaban dari keduanya, Rasyid yang saat itu berdiri menghadap ke arah Sinta hanya mengangguk sebagai jawaban.

Lama kelamaan Rasyid merasakan tubuh Ara mulai melemas dan merosot tak berdaya, gadis itu bisa jatuh jika Rasyid tak memeluknya erat, Ara pingsan.

"Ra, kamu baik-baik aja?" tanya Rasyid saat melihat mata Ara terpejam.

Segera Rasyid membopong tubuh Ara yang  terasa ringan menuju ruang kerja gadis itu. "Tolong buka pintunya mbak." ucap Rasyid panik.

Buru-buru Sinta membantu Rasyid membuka pintu. Dengan sigap gadis itu membuatkan teh hangat dan mengambilkan minyak kayu putih yang kemudian ia berikan pada Rasyid yang sudah membaringkan Ara di sofa ruang kerja gadis itu.

"Bu Ara sedang tidak sehat?" tanya Rasyid sambil mengusapkan minyak kayu putih ke hidung Ara agar gadis itu siuman.

"Iya pak. Bu Ara tidak masuk kerja sejak tiga hari lalu, hari ini beliau harus masuk karena ada meeting penting." jawab Sinta sambil melepas kaos kaki Ara dan mulai menghangatkan telapak kaki gadis itu.

"Ra, bangun sayaaang, bangun." ucap Rasyid khawatir. Cukup lama tidak ada respon dari Ara.

"Apa perlu saya panggilkan dokter pak?" tanya Sinta.

"Iya mbak, tolong ya."

Belum sempat Sinta bangkit dari duduknya, Ara menunjukkan tanda siuman. Gadis itu merintih merasakan sakit di kepalanya.

Perlahan Ara membuka matanya sambil memegangi kepala yang terasa berdenyut.

"Ra, mana yang sakit Ra? Sayang, kita ke dokter?" ucap Rasyid panik melihat wajah pucat Ara.

Ara mencegah Rasyid yang hendak membopongnya. "Aku baik-baik aja mas." ucap Ara lemah.

"Sinta, kamu boleh kembali ke ruanganmu. Terimakasih ya." ucap Ara.

Sinta kembali ke ruangannya setelah pamit undur diri. Tinggal lah mereka berdua di ruangan Ara. Terdiam dan saling menatap satu sama lain seolah berbicara melalui tatapan mereka.

Rasyid tetap pada posisinya, berlulut di lantai. Pria itu membantu Ara duduk bersandar pada sandaran sofa dengan kaki yang diluruskan.

"Nyaman?" tanya Rasyid perhatian, Ara hanya mengangguk.

Diraihnya tangan Ara dan dikecup dengan begitu tulus, air mata Rasyid mulai bercucuran, pria itu menangis sesenggukan. Setelah sekian lama menahan sesak di dada, hari ini Rasyid menumpahkan segala isi hatinya, tanpa kata dan hanya melalui air mata. Ara tau betapa Rasyid menyayanginya, gadis itu membiarkan Rasyid menyelesaikan tangisnya.

Ara menarik tangannya yang sedari tadi dikecup Rasyid, sekarang gantian ia yang mengecup tulus tangan pria itu.

"Assalamu'alaikum, mas." ucap Ara lirih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mahal Kita, Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang