Part 24

220 22 0
                                    

-Terimakasih karena telah membuatku berharga kemarin dan merasa bukan siapa-siapa hari ini-
.
.
.
.
.

🐥🐥🐥

Benar kata haji Rhoma Irama, kalau sudah tiada baru terasa. Itu juga yang saat ini dirasakan Rasyid. Rasa gelisah dan rasa bersalah yang amat besar melingkupi seluruh hati Rasyid.

Sudah dua hari sejak kejadian itu, kejadian yang disebabkan karena mulut pedasnya yang kemudian membuatnya kehilangan Ara.

Sudah berkali-kali Rasyid mendatangi rumah kontrakan Ara, berkali-kali pula ia tak mendapat hasil apa-apa, rumah kontrakan Ara tetap kosong. Cecil yang merupakan orang kepercayaan Ara, sekarang bungkam.

Keluarganya bahkan mogok bicara padanya, tak ada satu orangpun yang dapat ia ajak diskusi. Rasyid tidur di rumah potong sejak malam itu, ia tidak pulang ke rumah dan tidak juga ke peternakan.

Pagi ini Rasyid memutuskan untuk pergi ke perusahaan tempat Ara bekerja, ia berharap mendapatkan jawaban atas menghilangnya Ara.

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya bagian pelayanan umum saat Rasyid datang.

"Mau tanya mbak, karyawati atas nama Ainun Mustika apa sudah datang pagi ini?"

"Sebentar mas, biar saya cek absensi pagi ini." jawab petugas. "Mbak Ainun sudah mengajukan surat pengunduran diri sejak kemarin mas."

Rasyid terkejut mendengar jawaban petugas tadi. Dimana Ara-nya? Mengapa semua jadi seperti ini? Apa ucapannya sungguh melewati batas?

Rasyid pergi setelah mengucapkan terimakasih. Ia tak tau lagi harus mencari Ara kemana, pria itu tidak mungkin mendatangi Ara ke desanya, ia belum siap menghadapi kedua orang tua Ara.

Rasyid memutuskan untuk kembali ke rumah potong miliknya, ia sengaja memutar arah agar melewati rumah kontrakan Ara.

Pria itu terkejut saat melihat Diki, Cecil dan seorang wanita paruh baya yang ia ketahui sebagai pemilik rumah sedang berbincang di depan rumah Ara.

Rasyid menghentikan motornya tak jauh dari rumah Ara, ia melihat beberapa orang laki-laki sibuk memindahkan barang-barang yang ada di rumah Ara ke atas sebuah pick up.

"Ada apa sebenarnya Ra? Kamu dimana?" bisik Rasyid.

Dengan sisa keberanian yang ia miliki, Rasyid memasuki halaman rumah Ara. Diki yang melihat pria itu masuk, langsung mendekati Rasyid dan melayangkan sebuah tinju ke perut Rasyid. Tak puas dengan hal itu, Diki kembali melayangkan sebuah pukulan keras ke dada dan wajah Rasyid. Ujung bibir pria itu robek dan mengeluarkan darah.

Diki yang merupakan 'warga' pencak silat tingkat atas jelas dengan mudah dapat melumpuhkan Rasyid tanpa pria itu dapat melawan.

"Cukup, hentikaaan. Tolooong." teriak pemilik rumah.

Orang-orang yang berada di dalam rumah Ara langsung keluar dan menahan Diki yang hendak menghajar Rasyid kembali. Tetangga yang mendengar keributan tersebut berhamburan keluar rumah. Mereka membantu Rasyid berdiri.

"Mari ikut ke rumah saya." ucap pak RT yang datang.

Diki, Rasyid dan ibu pemilik rumah mengikuti pak RT menuju rumah sang ketua RT.

"Bisa dijelaskan kenapa bisa terjadi keributan?" tanya pak RT memulai sidang.

"Saya dan pak Diki sedang memberesi rumah Ara pak, Ara pindah rumah. Rencananya saya dan pak Diki akan melapor ke bapak mengenai kepindahan Ara setelah semuanya beres. Pak Diki ini walinya Ara. Tapi nak Rasyid datang, pak Diki yang kepalang emosi lantas menghajar Rasyid." ucap ibu pemilik rumah menjelaskan.

Mahal Kita, Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang