-Terkadang, yang lucu adalah kita rela menunggu jawaban seseorang untuk membalas pesan kita berjam-jam, bahkan terkadang ada yang menunggu hingga berhari-hari. Overthinking: "Apa kemarin salah ngomong ya?" sampai di titik kita akan sadar bahwa tidak ada respon adalah respon dia yang sesungguhnya-
.
.
.
.
.
🐥🐥🐥"Syid, beres nih ayamnya." teriak Hendro dari tempat parkir peternakan.
Rasyid sedang berada di dalam ruangannya, para pekerja merasa bahwa sikap Rasyid berbeda beberapa hari terakhir. Pria itu menginap di peternakan selama hampir sebulan terakhir.
Tak banyak yang dilakukan Rasyid, ia hanya berdiam diri dan tak bersemangat mengurus peternakannya. Para pekerja memaklumi hal itu karena Rasyid lah pemilik peternakan ini. Tanpa pria itu turun tanganpun uang akan tetap masuk ke kantong Rasyid.
"Oke. Makasih." jawab Rasyid singkat dan dingin. Ia lalu pergi meninggalkan peternakan untuk mengantar pesanan ayam ke desa sebelah.
"Rasyid kenapa sih Dzul? Kok kayanya lagi uring-uringan akhir-akhir ini?" tanya Nanda para Dzulam.
"Tau tuh dia. Sebulan nggak pulang, bapak tanya terus. Ada masalah kali dia." jawab Dzulam cuek.
🐥🐥🐥
Rasyid mengemudikan mobilnya secara ugal-ugalan. Entah mengapa hatinya kian tak tenang. Sudah hampir sebulan ia tak menghubungi Ara.
Sesampainya Rasyid di alamat pelanggannya, para pekerja yang ada di tempat tersebut langsung sigap menurunkan ayam-ayam dari atas pick up.
"Berapa duit boss?" tanya pak Herlambang, pemilik pemotongan ayam di desa Rasyid. Pak Herlambang biasa membeli ayam hidup pada Rasyid.
"Sembilan juta pak." jawab Rasyid. Pak Herlambang lalu menyerahkan uang sesuai dengan yang disebutkan Rasyid.
"Kenapa tu muka? Kecut amat." tanya pak Herlambang sembari memantau anak buahnya menurunkan ayam dari pick up Rasyid.
"Suntuk pak." jawab Rasyid, pak Herlambang sudah seperti ayah bagi Rasyid.
"Syid Syid. Soal cewek nih pasti? Kenapa cewek lu?" tanya pak Herlambang sambil menyulut rokoknya.
"Mulai ragu pak, tapi gua udah pingin nikah."
"Masalahnya dimana?"
"Dia minta mahar gede banget. Gua sanggup, tapi menurut gua dia matre, nggak bagus buat kedepannya." pak Herlambang tertawa mendengar pengakuan Rasyid.
"Kayak bocah baru puber pingin kawin lu, segala mahar dipermasalahin. Nih gua kasih tau, dia realistis bukan matre. Cewek jaman sekarang minta mahar dikit dengan alasan nggak mau memberatkan calon suami? Hilih bicit." ucap pak Herlambang.
"Makan tuh cinta. Gua tau calon lu orang berpendidikan, mahar itu hak dia, tapi gua yakin dia bisa gunain mahar itu sebijak mungkin. Saran gua, ikuti kata hati lu. Kalau cinta, nikahi. Kalau ragu, mending bilang kalau lu nggak bisa lanjutin. Cewek butuh kepastian, jangan lu gantung. Dia juga mau ke jenjang yang lebih serius karena kalian udah dewasa. Kalau sekiranya dia ngrasa sama lu nggak ada kejelasan, ya jangan salahin dia kalau akhirnya memutuskan untuk terima pinangan laki lain." lanjut pak Herlambang.
Setelah mendapat wejangan panjang lebar dari pak Herlambang, barulah mata hati Rasyid terbuka. Ia membenarkan ucapan rekan bisnisnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahal Kita, Mas!
RomanceKalau sekedar berniat singgah, aku hanya akan memberi mu kopi, bukan hati!