Part 19

229 24 1
                                    

-Jangan cepat menyerah saat diuji, jangan cepat puas saat dipuji. Dan jangan cepat percaya saat diberi janji-
.
.
.
.
.
🐥🐥🐥

Kesibukan Ara dalam menggeluti bisnis barunya membuat Ara tak mempunyai waktu luang, bahkan waktu istirahatnya ia korbankan agar bisa memenuhi pesanan para pelanggannya.

Seperti hari ini, hari minggu seharusnya adalah hari dimana Ara bisa pulang kampung dan berkumpul dengan keluarganya. Hal itu ia urungkan karena membludaknya pesanan sejak minggu lalu, ia juga memutuskan untuk menandatangani surat lembur demi menambah pjndi rupiahnya.

Pesanan untuk pagi hari ia buat dimalam hari sebelum tidur. Begitu juga sebaliknya, pesanan untuk malam hari ia buat dipagi hari sebelum ia berangkat bekerja, sedang siang hari adalah waktunya untuk bekerja di kantor.

Beruntung kini ia memiliki Cecilia, gadis yang baru saja lulus SMA itu bersedia menjadi kurir pengantar pesanan para pelanggan Ara. Rumah Cecil tak jauh dari rumah Ara, hanya berjarak beberapa rumah saja.

"Cil, ini list alamat pelanggan. Hati-hati ya berangkat ya, pastikan nggak ada kemasan yang penyok apalagi rusak. Aku berangkat dulu Cil, titip rumah jangan lupa dikunci kalau mau berangkat." pamit Ara seraya berjalan keluar, Ara sudah mempercayakan rumahnya pada Cecil.

"Kak tunggu." Cecil mencekal tangan Ara saat gadis itu hendak melewati pintu keluar. "Muka kakak pucet banget, kak Ara sakit?"

"Nggak kok Cil, kurang tidur aja semalem. Paling tensi darah turun, nanti aku beli obat di apotek." Ara mencoba menenangkan Cecil, gadis itu merasa tak enak badan sejak semalam, ia merasa kedinginan dan menggigil.

🐥🐥🐥

"Ra, ini berkas yang kamu minta tadi. Buruan ya, ditunggu Aldo. Mau buat meeting pak Edi sama direksi satu jam lagi soalnya." ucap mbak Nana.

Lima belas menit kemudian, Aldo datang menghampiri meja Ara. "Udah beres Ra?"

"Tinggal difotocopy mas, tunggu sebentar mas biar ku fotocopy dulu."

Ara bergegas menuju mesin fotocopy yang berada tak jauh dari meja kerjanya. Saat sedang menunggu mesin fokocopy bekerja, Ara merasakan sakit kepala yang tak tertahankan, matanya berkunang-kunang.

Gadis itu mencengkram mesin fotocopy yang ia gunakan untuk berpegangan, ia tak sanggup lagi, tubuhnya limbung, Ara ambruk ke lantai.

"Araaa.. " gadis itu masih bisa mendengar orang-orang disekitar meneriakkan namanya dan berlari ke arahnya sebelum ia kehilangan kesadaran.

"Ada apa?" tanya pak Edi berlari mendekat ke arah kerumunan.

"Ara pingsan pak." sahut mbak Nana yang memangku kepala Ara.

"Bawa ke balai pengobatan, kenapa pada diam saja?" bentak pak Edi.

Mereka yang terkejut buru-buru berusaha menggotong Ara. Mas Diki yang baru saja masuk ke ruangan tersebut terkejut saat melihat adiknya hendak dibopong.

"Ada apa ini?" tanya mas Diki khawatir.

"Ara pingsan pak." sahut Aldo.

"Awas biar saya saja." dengan segera mas Diki membopong tubuh adiknya yang terasa ringan.

Pak Edi yang mengerti situasi langsung memberikan kunci mobilnya pada Aldo agar pria itu membantu Diki mengendarai mobil menuju balai pengobatan.

Mahal Kita, Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang