-Terimakasih karena sudah pernah singgah, setidaknya saya pernah jadi alasan kamu untuk bahagia walaupun cuma sebentar-
.
.
.
.
.
🐥🐥🐥Rasyid sedang membantu para pekerjanya menurunkan pakan dari atas pick up, para pekerja sudah melarang Rasyid untuk melakukan hal itu karena menurut mereka itu adalah tugas mereka, Rasyid hanya perlu duduk mengawasi.
Tapi bukan Rasyid namanya jika tak turun tangan langsung menjalankan bisnisnya. Bagi Rasyid, para pekerja disini hanya berperan membantu meringankan tugasnya, sedang ia harus memegang kendali penuh atas bisnis yang ia geluti.
Rasyid baru berhenti saat ia merasakan ponsel di saku celananya berdering, ternyata panggilan dari sang ayah. Buru-buru ia menjawabnya.
"Assalamu'alaikum, Hallo bor. Kenapa?" tanya Rasyid santai sambil menyulut rokok yang ada di sela bibirnya.
"Wa'alaikumussalam. Lu dimana?"
"Di peternakan, gimana?"
"Ara udah sehat belum? Itu baju seragam kita udah jadi, barusan pihak konveksi telfon gua. Mereka tanya kita mau fitting apa langsung ambil?"
"Udah sehat kayanya, udah sanggup terima pesanan banyak kaya biasa. Dia bandel, kepala batu." jawab Rasyid seraya menghembuskan asap rokoknya.
Ayah Rasyid terkekeh. "Jodoh itu cerminan, lu liat Ara begitu? Ya seperti itulah diri lu. Faham?"
"Iya iya faham. Bapak telfon cuma mau ngatain doang? Udah dulu deh, lagi nurunin pakan nih. Nanti pulang dari peternakan gua ambil aja langsung seragam kita, males gua wara wiri cuma buat fitting. Udah dulu ya, Wassalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Rasyid memandang ponsel di tangannya. Benarkah ini ayahnya? Orang yang selama 25 tahun merawatnya? Menempanya menjadi manusia tangguh? Rasyid begitu mengidolakan sang ayah.
Kelak ia ingin menjadi seperti ayahnya yang mendidik anaknya dengan metode memberikan contoh berupa tindakan dan bukan teori semata. Ia ingin anaknya kelak menjadikannya sahabat yang tanpa ragu menceritakan segalanya, Rasyid ingin menjadi orang tua yang asik seperti ayahnya.
Rasyid memutuskan untuk segera pulang setelah semua pakan berada di gudang penyimpanan. Ia menuruti perintah sang ayah yang memintanya untuk mempir ke konveksi.
"Atas nama siapa pak?" tanya penjaga konveksi.
"Rasyid Fauzi. Langsung ambil aja mbak." ucap Rasyid tanpa basa basi.
"Baik, ini barangnya pak. Totalnya dua juta lima ratus ribu pak." Setelah menyelesaikan pembayaran, Rasyid bergegas pulang.
**
"Mau kemana? Tumben baru jam empat sore udah seger bener." tanya ayah Rasyid saat melihat putra sulungnya hendak menstarter motor.
"Ke rumah calon bini, anter gaun."
"Anter gaun apa minta makan?" tebak ayah Rasyid tepat sasaran. Sang ayah sudah faham kebiasaan anaknya itu, jika Rasyid bosan dirumah dan tak berselera makan, ia akan mengunjungi Ara dan meminta gadis itu memasakkan sesuatu untuknya.
"Iya mau minta makan."
"Nanti telfon gua ya, kalau menunya enak bungkus bawa pulang buat gua."
"Siap boss. Berangkat dulu." jawab Rasyid sambil berlalu pergi.
Sesampainya di rumah Ara, ia tersenyum karena melihat motor gadis itu terparkir di depan rumah. Itu artinya Ara berada di rumah.
"Assalamu'alaikum, dek." panggil Rasyid, pintu rumah Ara terbuka dan gadis itu selalu mempersilahkan Rasyid masuk walau tanpa seizinnya. Tapi Rasyid masih mengerti apa itu tata krama dan adab bertamu di rumah orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahal Kita, Mas!
RomanceKalau sekedar berniat singgah, aku hanya akan memberi mu kopi, bukan hati!