Ara sedang mengiris kol di dapur, ia berada di rumah kedua orang tuanya. Ara sengaja mengajukan dua hari cuti agar bisa membantu ibunya menyiapkan hidangan untuk acara kumpul RT nanti malam.
Di daerahnya memang rutin diadakan kumpul RT para bapak-bapak dan karang taruna setiap satu bulan sekali secara bergilir, pembahasan mereka seputar perkembangan desa tempat mereka tinggal.
"Bu, ini kolnya cukup? Mau untuk berapa porsi?" tanya Ara pada ibunya yang sedang membersihkan ayam.
"Banyakin aja tak apa Ra. Warga yang datang biasanya empat puluh orang. Bikin untuk tujuh puluh porsi Ra, jadi nanti tetangga kanan kiri bisa ikut nikmati sotonya." jawab Rohani.
"Assalamu'alaikum." Ucap Andin -adik Ara- dan nenek mereka dari arah depan.
"Wa'alaikumussalam." Ara dan ibunya bergegas meninggalkan pekerjaan mereka saat melihat sang nenek datang.
Rohani sengaja meminta Andin agar menjemput ibunya tadi, ia ingin sang ibu berada di dekatnya saat mereka sedang mengadakan acara, agar sang ibu dapat turut menikmati hidangan dan berkumpul bersama mereka. Lagi pula nenek Ara kesepian berada di rumah, ia hanya tinggal berdua dengan kakak laki-laki rohani yang seorang duda.
"Udah mbok, duduk aja." tegur Rohani saat melihat ibunya mengambil pisau hendak membantu Ara mengiris kol.
"Biarin to ya, aku mau bantu kok." bantah nenek Ara.
"Mbah, sudah ini biar Ara yang kerjakan. Mbah nonton film Azab saja, mau?" ujar Ara usil saat melihat adiknya berjalan ke arah televisi dengan setoples keripik pisang di pelukannya. Nenek Ara yang begitu menggemari sinetron langsung bergegas mengekori Andin, Ara dan ibunya terkekeh melihat hal tersebut.
Hari beranjak sore, satu persatu makanan dan cemilan selesai dibuat. Beberapa saudara Ara juga datang untuk membantu.
"Sotonya sisa nggak mbah?" Tanya Zahra yang tak lain adalah anak Diki, kakak sepupu Ara. Ia sedang menata kol dan bihun sebagai isian soto ke dalam mangkuk.
"Sisa Ra. Kalau mau ngeracik sendiri ya." jawab Rohani pada cucunya. -Status Zahra disini cucu Rohani ya, kan Zahra cucu dari kakak Rohani-
"Iya mbah nanti."
"Bude, ini pudingnya taruh dimana?" kali ini Firda, keponakan Rohani yang turut membantu menyiapkan puding sebagai hidangan.
"Kasih ke mbak Ara ya Da. Biar langsung disusun ke piring saji, kamu bantu mbak Ara sana." titah Rohani yang dituruti Firda.
Semua persiapan telah sempurna, sebentar lagi acara dimulai. Satu persatu para kepala keluarga dan pemuda yang ada di RT 5 mulai berdatangan.
Malam ini pembahasan difokuskan pada pembuatan selokan disepanjang jalan yang ada di depan rumah warga hingga ke sungai. Mereka membicarakan masalah dana, donatur, pekerja dan lain lain. Pemuda karang taruna turut memberikan saran dalam hal ini.
Pukul 21.30 acara selesai, masing-masing warga kembali ke rumah mereka. Hanya ada beberapa orang yang tersisa, mereka duduk di teras depan rumah Ara. Nenek Ara yang terkenal di lingkungan tersebut ikut duduk dan bercengkrama dengan mereka.
"Mbah, makin sehat aja. Apa sih rahasianya?" tanya pak Budi -ketua RT-
"Rahasianya bahagia Bud, jangan simpan dendam. Itu resep panjang umur." jawab nenek Ara
🐥🐥🐥
Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi belum ada satupun penghuni rumah Ara yang tertidur. Setelah membantu membereskan bekas acara, Rohani memaksa Zahra dan Firda untuk menginap di rumahnya karena malam kian larut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahal Kita, Mas!
RomanceKalau sekedar berniat singgah, aku hanya akan memberi mu kopi, bukan hati!