Part 30

215 17 0
                                    

-Sebenarnya aku ingin tidur, tapi aku takut kamu hadir dalam mimpi. Membuat luka lamaku menganga kembali-
.
.
.
.
.
🐥🐥🐥

Ara dan rombongan sampai di pelabuhan Bakauheni tepat saat adzan dzuhur berkumandang. Setelah memastikan mobilnya aman terparkir di dalam kapal, mereka turun dari mobil untuk mencari musholla.

Mereka menuruti ucapan Ara kemarin yang meminta untuk membawa alat sholat masing-masing agar mereka bisa sholat berjamaah tanpa menggunakan mukena umum yang biasa disediakan pengurus masjid.

"Titip barang-barang ya Nggit." ucap Ara pada Inggit, adik Enggar itu sedang dapat tamu bulanan.

"Iya mbak, aman." Inggit duduk di bangku panjang tak jauh dari musholla. Ia menjaga tas dan juga camilan milik mereka semua.

"Di jamak taqdim sekalian sholatnya guys, jadi nanti nggak berhenti lagi untuk sholat asar." ucap Ara pada teman dan adik-adiknya.

Mereka menuruti ucapan Ara. Enggar maju ke depan sebagai imam. Setelah beristigfar tiga kali, Enggar lalu membaca niat dan mereka sholat dengan khusu'.

Setelah selesai melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim, Ara membawa rombongannya menuju ruang istirahat. Ia membayar semua biaya masuk untuk rombongannya, sebesar empat puluh lima ribu rupiah untuk satu orang.

Mereka merebahkan diri di kasur lantai yang disediakan. Karena ruangan yang mereka tempati adalah ruang eksekutif, maka pengunjung dibatasi hanya dua puluh orang dalam satu ruangan lebar selama sekali perjalanan.

Ara menatap lautan di hadapannya dengan sebuah kaca tebal sebagai pembatas. Ia menikmati lagu  Lampung yang berjudul Kumbang Hati milik Yovi Adam yang berasal dari pengeras suara di sudut ruangan.

Saat matanya hampir terpejam karena mengantuk, Ara dikejutkan dengan dering ponselnya yang memekik nyaring, beberapa orang menatap ke arah Ara dan rombongan, buru-buru Ara menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya, dari Arief.

"Assalamu'alaikum, mas."

"Wa'alaikumussalam. Sampai mana Ra? Kalian baik-baik aja kan?" tanya Arief khawatir.

"Alhamdulillah baik mas, ini udah di kapal sejak satu jam lalu."

"Syukurlah kalau gitu. Ra, kemarin kamu dibawain uang cash berapa sama mbak Gita?" tanya Arief tiba-tiba, Ara mengerutkan keningnya mencoba megingat jumlah uang yang ada di dompetnya.

"Ada sekitar enam juta mas."

"Sudah terpakai untuk apa Ra?"

"Untuk isi bensin mobil, bayar tol, sewa hotel, beli oleh-oleh lagi di jalan. Untuk belanjain ibu selama aku di rumah, sama kasih ke ibu untuk pegangan tadi pagi sebelum aku berangkat. Kenapa mas? Aku boros banget ya?" Ara menggigit bibirnya khawatir, ia takut kakaknya berpikir yang tidak-tidak tentangnya.

"Dikit banget mbak mu ngasihnya. Tau mau perjalanan jauh, ramean. Mas tambahin Ra barusan, udah masuk ya saldonya. Nanti itu uangnya kasih ke rombonganmu masing-masing satu juta buat pegangan mereka atau beli oleh-oleh.  Udah mas lanjut kerja dulu, happy holiday and enjoy your trip Ra. Wassalamu'alaikum."

Sambungan terputus setelah Ara menjawab salam. Buru-buru Ara membuka notifikasi m-banking yang masuk ke ponselnya. Gadis itu tercengang melihat nominal yang Arief kirimkan padanya. 'Lima belas juta? Banyak amat mas mas.' batin Ara.

"Ra, lapar." rengek Enggar yang tiba-tiba sudah duduk di samping Ara.

"Rotinya tadi masuk ke tas nggak?" tanya Ara sambil meraih tas berisi camilan mereka. Adik-adik Ara tertidur nyenyak tampak kelelahan.

Mahal Kita, Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang