Part 37 -Rasyid-

256 15 0
                                    

Bulan demi bulan berlalu, beberapa orang silih berganti memperkenalkan gadis untuk dipersunting Rasyid, tapi pria itu tetap bertahan pada pilihannya, tetap menunggu cintanya walau tidak ada yang tau ia harus menunggu sampai kapan.

Rasyid memandang foto Ara yang terbingkai cantik diatas meja kerjanya. Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar menggunakan telapak tangan. Hatinya gerimis setiap mengingat Ara, ia merindukan gadisnya.

"Belum pulang Syid?" tanya pak Edi yang membuat Rasyid terkesiap karena kedapatan lagi lagi sedang memandang lama foto Ara.

"Eh, pak. Belum pak. Sebentar lagi, bapak belum pulang?" tanya Rasyid sopan.

"Ini akan pulang. Ada waktu senggang sore ini Syid?" tanya pak Edi.

Rasyid tampak berfikir sejenak sebelum menjawab, "Ada pak, jadwal saya kosong sore ini. Ada apa ya pak?"

"Ngeteh bareng di rumah saya ya. Ada kerjaan yang harus kamu selesaikan segera."

Kening Rasyid berkerut, ia bingung dengan teka teki yang sering diberikan bosnya itu.

"Kenapa tidak kita bahas di kantor saja pak?" tanya Rasyid penasaran. Ia tidak suka mencampuradukkan urusan kantor dengan urusan pribadinya, maka dari itu ia tidak pernah membawa pekerjaan kantornya pulang ke rumah.

"Kamu keberatan duduk santai di rumah saya menikmati secangkir teh Syid?"

"Tidak pak. Baik, nanti setelah sholat maghrib Rasyid ke rumah bapak."

"Saya tunggu. Ayo pulang, sebentar lagi waktu asar tiba." titah pak Edi sambil berlalu.

"Mari pak." buru-buru Rasyid membereskan meja kerjanya dan beranjak meninggalkan kantor menyusul atasannya.

🐥🐥🐥

Setelah mandi dan sedikit merapikan diri, Rasyid menjalankan kewajiban sholat maghrib di Musholla yang tak jauh dari rumah sang ayah.

Pria itu tak langsung pulang ke rumah ayahnya, ia memenuhi undangan boss nya untuk datang ke rumah.

Dan disinilah mereka berdua sekarang, duduk di kursi yang terdapat pada teras rumah pak Edi, ditemani secangkir teh hangat yang masih mengepul asapnya dan juga beberapa camilan.

"Saya lama nggak berjumpa dengan ayahmu Syid." ucap pak Edi membuka obrolan.

"Sibuk pak. Nggak bisa diam di rumah. Ada aja yang dikerjain." jawab Rasyid santai.

Jika di kantor mereka adalah atasan dan karyawan, maka lain halnya saat mereka sedang di luar kantor yang lebih seperti sepasang ayah dan anak.

"Syid."

" Ya pak." jawab Rasyid sopan sambil menatap pak Edi.

"Kemarin ada lagi CV dari ruang jodoh yang masuk ke saya. Namanya Devi, umurnya 23 tahun, dia guru SD. Apa kamu minat?" tanya pak Edi hati-hati.

Pak Edi dan rekan-rekan pengajiannya sengaja membangun ruang jodoh, mereka sengaja memberikan kesempatan kepada muda mudi yang ingin menikah tanpa harus berpacaran.

Seketika tubuh Rasyid lemas, bahunya merosot, tubuhnya bersandar pada sandaran kursi di belakangnya. Lagi-lagi ia harus menghadapi situasi yang tak mengenakkan, dijodohkan dengan gadis lain bukanlah keinginannya, ia hanya menginginkan Ara nya.

"Bapak tau jawaban Rasyid." jawab Rasyid dingin, matanya terpejam. Ia tak ingin menangis lagi.

Pak Edi menghela nafasnya kasar, ia tak tau lagi bagaimana cara menasehati Rasyid agar bocah itu sadar bahwa sia-sia selama ini ia menantikan Ara.

Mahal Kita, Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang