Part 25

226 22 1
                                    

-Berbahagialah dan jangan terluka, seseorang di suatu tempat sedang mencintaimu dengan sepenuh do'a-
.
.
.
.
.

🐥🐥🐥

Pagi ini Ara membantu Gita menyiapkan seluruh kebutuhan keponakannya yang hendak berangkat ke sekolah. Gita sedang menyiapkan keperluan suaminya yang hendak bertugas ke Jawa Timur selama dua minggu.

"Jangan lupa pesen mas ya sayang. Atau mau dari rekening mas aja?" tanya Arief pada istrinya.

"Pakai rekening Gita aja mas." ucap Gita sambil memeluk erat tubuh suaminya.

"Hai hai. Bisa tolong hargai jomblo disini dengan tidak bermesraan di sembarang tempat?" ejek Ara pada kedua kakaknya.

"Hehe ya maaf, namanya juga suami istri. Sirik aja bocah, makanya nikah sana." Arief balik mengejek Ara, di kecupinya seluruh wajah istrinya dan berakhir dengan melumat bibir sang istri.

"Tiba-tiba panas disini." Ara berlalu sambil menarik koper milik Arief lalu memasukkan koper tersebut ke dalam mobil.

"Buruan maaaas." teriak Ara yang membuat Arief dan Gita tertawa.

Ara mengantar kepergian Arief hingga ke bandara. Gadis itu bisa mengendarai mobil dan memiliki SIM, tidak sia-sia dulu ia memaksa ayahnya untuk mengajarinya mengemudikan mobil.

Mereka mulai menyusuri jalanan kota Dumai yang tampak padat pagi ini. Arief memaksa untuk menyetir, ia tak ingin adiknya kelelahan karena harus menyetir pulang pergi bandara. Ara masih memiliki tugas menjemput anak-anaknya pulang sekolah siang ini.

"Dek, kalau butuh duit tuh bilang jangan diem. Kalau diem kan mas nggak tau." ucap Arief sambil fokus menyetir.

"Aku duit buat apa mas? Mas ngasih aku duit waktu itu masih utuh. Gimana nggak utuh? Aku makan sama tinggal gratis di rumah mas, mau jajan selalu dibayarin kalian. Keluar ke mall kalian juga yang bayar. Ya duit ku buat apa?" tanya Ara santai sambil menikmati makanan ringan milik Arief.

"Jatah jajan gua di pesawat itu, ngapa dihabisin sih?" protes Arief saat melihat adiknya menghabiskan snacknya.

"Ah elah pelit amat. Udah tajir juga, lu bisa beli pabriknya nih bukan cuma snack nya." Arief mengajak puncak kepala Ara sayang, mereka terkekeh bersama.

"Mas bersyukur punya kamu. Pengertian banget. Tanpa diminta ikut turun tangan bantu jaga anak anaknya mas. Kadang mas dan mbak Gita ngrasa gagal jaga amanah dari bapak ibumu. Kamu dikirim kesini buat jernihin pikiran, sampai sini malah direpotin sama mas dan mbak."

"Ngomong apa sih mas, mas. Berarti kalau pikiran ku udah tenang, aku bakal diusir?" tanya Ara menatap sinis pada sang kakak.

"Ya enggak lah enak aja. Kalau kamu mau, kamu bebas tinggal disini sampai kapanpun, atau mau mas carikan suami orang sini?"

"Aku belum mikir kesana mas, lukaku belum sembuh." ucap Ara dengan mata berkaca-kaca mengingat kejadian pahit yang menimpanya beberapa waktu belakangan.

"Eh Ra. Kalau mas kasih kesempatan liburan ke Singapur, kamu mau?" Arief mencoba mengalihkan perhatian sang adik. Ia tak ingin adiknya terus mengenang kisah pahit yang dialami gadis itu.

"Nggak." jawab Ara tegas. "Ngapain kesana? Sendirian, nggak punya temen. Aku punya impian bawa Andin liburan ke Jogja. Atau nikmati suasana Jogja sama temen kuliah ku dulu."

"Kapan-kapan mas wujudkan." ucap Arief santai.

Sesampainya mereka di bandara, Arief memberikan adiknya banyak wejangan agar berhati-hati. Ara hanya mengantar Arief hingga tempat parkir bandara.

Mahal Kita, Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang