[5] Rencana Mangkir Dituntun Takdir

2.1K 224 5
                                    

Oka penyuka sepi. Baginya ketenangan adalah sumber kebahagiaan. Peliknya dunia kerja seolah dilarang percaya kepada siapa pun membuatnya terbiasa berdiri sendiri. Menurutnya tak cukup bergantung pada akar kokoh, gelantungan dengan kaki lapuknya pun tak masalah.

Terkecuali sepi saat ini.

Tak ada suara serak basah menjengkelkan milik Juna atau pun suara khas laki-laki awal pubertas milik Arka. Sepi kali ini terasa aneh baginya. Meski sering membuat darahnya naik ke ubun-ubun, cukup tak tenang bila dua adiknya belum menampakkan batang hidung pagi ini.

Semalam ia pulang larut, tak sempat mengunjungi Arka atau sekadar mengintip Juna. Fisik dan pikirannya sedang berisik, maka ia butuh ketenangan. Rentetan kalimat Joan dan beribu kata amanat Aruna yang mendominasi.

"Bi Juwi," panggil Oka kepada pelayan yang kebetulan sedang melintasi ruang makan.

"Ada apa, Tuan?"

"Panggilkan Arka ke sini, dia harus makan," titah Oka. Ia tak terlalu mengenal pekerja di mansion Aruna, namun hafal nama-nama dan wajah-wajah mereka. Termasuk Bi Juwita.

"Baik, Tuan."

Tak menunggu lama, Oka mendengar suara langkah kaki mendekat. Arka duduk di kursi seberangnya. Dilihatnya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Arka memakai seragam lengkap dengan sepatu dan tasnya. Tampak salah tingkah ditatap mata mengintimidasi milik Oka.

Sepertinya rencana Oka akan sedikit berubah. Ia memejamkan mata sejenak. Menimbang-nimbang antara acara pernikahan kolega bisnisnya sore nanti atau keperluan Arka.

"Kenapa pake seragam?"

"Ini bukan hari libur kan," jawab Arka polos.

"Nanti ke rumah sakit. Kakak anter."

Arka menatap Oka jengah dan meletakkan kembali alat makannya, "lah, kontrol bulan ini kan udah. Mau ngapain lagi sih?"

"Nggak inget kemarin pagi?"

Suara rendah itu mampu membuat Arka merinding. Kemarin memang Joan menyuruhnya ke rumah sakit, namun Arka tak mengindahkannya. Baru ingat, ia bahkan menolak segala bentuk simpati dan berakhir kehausan perhatian.

"Oke, tapi pulang sekolah aja."

"Hm, nanti Kakak jemput."

Entah bagaimana nanti, Arka tak mau ambil pusing. Hanya saja sejak semalam suasana hatinya sedang tak baik. Mungkin mangkir dari perintah Oka akan membuatnya senang. Ia hanya perlu memikirkan cara cerdas tapi simpel.

Arka memang anak yang relatif penurut, namun jangan lupa bahwa ia adalah anak bungsu. Jiwa pemberontak yang jarang membara itu tetap ada. Sudut bibirnya terangkat tipis.

Tanpa disadari seorang pemuda bermuka bantal bergabung. Mengambil dua helai roti tawar dan mengoleskan selai coklat di atasnya. Seakan tak peduli dengan percakapan kakak dan adiknya yang sebenarnya didengar sejak awal, ia melahap roti racikannya sambil berjalan menuju kulkas. Meraih soft drink favoritnya dan duduk agak jauh dari Oka dan Arka.

Oka menatap tajam Juna. Kantung mata yang semakin menghitam itu menjadi titik fokusnya. Ia yakin Juna begadang lagi. Padahal setahunya Juna sangat menghormati Rhoma Irama. Tapi masih saja suka begadang.

"Semalem kemana lo?" tanya Arka kesal.

Juna menoleh reflek, kemudian tersenyum sok ganteng.

"Party. Kenapa? Mau join?"

☘☘☘


"Mel, maaf mendadak banget. Tapi sidang skripsiku diajuin hari ini. Jadi, wedding ntar sore nggak bisa ngiringin kamu."

Sibling GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang