[13] Kabur; Bumerang

1.9K 195 22
                                    

Semburat merah pipi Melodi belum juga hilang, bahkan melebar sampai semuka. Arka pun jadi salah tingkah dan ngebug sendiri. Salahkan semua pada Melodi yang tiada angin tiada hujan tiba-tiba memeluk Arka tanpa memperhatikan sekitar.

Bukan tanpa alasan sebenarnya, Melodi hanya melampiaskan kebahagiaannya dengan dekap hangat kawan pertamanya di sekolah menengah itu. Sepulang sekolah tadi ia langsung menghampiri kelas Arka, namun malah kabar absen yang didapat. Peka, Wicak dan Vernon yang memang berniat membesuk Arka langsung saja menawarkan kursi mereka untuk Melodi.

Suasana di ruang rawat Arka semi canggung. Alasan mengapa Melodi demikian pun belum tumpah dari bibirnya. Dua kawan bak penonton yang cuma senyam-senyum jahil dengan mata melirik Arka dan Melodi bergantian.

Bukannya Arka malu atau bagaimana, tetapi ia lebih kasihan kepada Melodi yang sekarang jadi pusat perhatian satu ruangannya. Termasuk Joan yang memang masih di sana sejak Juna pamit keluar dan Oka yang memang sedang ada urusan lain.

Tidakk ingin membuat Melodi semakin tak nyaman, segera Arka membuka percakapan.

"Lagi seneng banget kayaknya. Kenapa? Dapet tawaran nyanyi ke nikahan lagi?"

Melodi tampak antusias kembali mendengar Arka berucap dengan nada seperti biasanya. Ia pun memposisikan mulutnya mendekat ke telinga lawan bicaranya hendak berbisik, "no, kasus kakak dilanjutin, Ka!"

Dalam hati Arka bersorak sorai, 'Kakak emang lemah sama gue. Dasar tsundere.'

"Woah, ikut seneng dengernya. Bunda lo udah tau, kan?"

Melodi mengangguk antusias, "walau cuma diem, tapi gue tau dia seneng banget."

"Tau dari mana emang?" cibir Arka.

"Matanya lah!" ujar Melodi kesal.

Melihat keponakannya sedang dikunjungi, Joan undur diri. Kebetulan sekali jadwal hari ini sedang padat-padatnya. Konsekuensi tidak menggunakan nama keluarga untuk naik jabatan memang kadang cukup merepotkan.

"By the way, kenapa bisa masuk rs?" tanya Melodi.

"Kecapekan," ujar Arka sambil mengedarkan pandangan seolah sedang memastikan sesuatu, "eh, Mel. Nanti lo ada nyanyi di cafe?"

Melodi hanya manggut-manggut. Belum paham dengan senyum Arka yang tentu saja memiliki maksud. Apalagi sambil menaik-naikkan alisnya bak om-om mesum angkutan umum.

"Gue ikut ya!"

Oh, itu maksudnya. Melodi sempat terbahak.

"Emang udah boleh keluar?" tanya Melodi kemudian mendapat balasan anggukan kepala mantap dari Arka.

"Udah baikan emang?" tanya Melodi kembali. Sebenarnya ia juga tak melihat ada tanda-tanda sakit dari penampilan Arka. Wajahnya tampak sumringah, juga tak ada jarum infus di tangannya. Hanya ada alat-alat lengkap di samping ranjang yang ia tak begitu mengerti.

Arka masih menatap penuh harap. "Pake baju itu masa? Ketauan dong, ntar gue dikira nyulik pasien lagi."

"Gue ganti baju," ujar Arka.

"Eh, tunggu-tunggu! Terus Wicaksono sama Vernon gimana?" tanya Melodi sambil melirik dua ekor bujangan yang sedang asik makan-makan di sofa tamu.

"Mereka mah penggantinya Pak Sabar," jawab Arka enteng.

☘️☘️☘️


Suara kaki berlarian cukup memecahkan sunyinya lorong menuju kamar keponakan berandal Joan. Baru ditinggal membereskan beberapa pasien, ada saja ulahnya. Dering telpon yang sebelumnya sempat diabaikan pun menjadi titik awal pelariannya pada sore menjelang malam ini.

Sibling GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang