[7] Kolega Bisnis

1.8K 225 6
                                    

Ponsel di genggaman Oka sedari tadi bergetar. Agaknya si empu tak berniat membuka semua pesan itu. Paling-paling berisi tentang dampak kehadirannya di pernikahan Flo tadi.

Grafik harga saham milik perusahaan keluarga Flo bergerak naik signifikan. Bayang-bayang pengkhianatan Flo dua tahun lalu pun seolah dilupakan, berganti dengan desas-desus hubungan mantan kekasih yang harmonis.

Bukankah sudah Oka bilang, kehadirannya adalah hadiah terindah untuk Flo.

Selain memperbaiki citra personal dan perusahaan Flo, hadirnya sangat berpengaruh bagi sebagian pihak. Termasuk Ken, investor di perusahaan Flo.

Hahaha, bukankah sudah Oka bilang juga, mereka semua ia anggap sebagai kolega bisnis.

Ingatannya berputar dua tahun lalu. Menjelang hari pertunangannya dengan Flo, banyak kabar miring tentang kekasihnya itu. Entah tentang Flo yang gemar mengunjungi bar, mabuk, bermain lelaki, sampai kabar tentang Flo yang hanya memanfaatkan Oka demi keberlangsungan perusahaannya.

Flo yang Oka kenal adalah perempuan yang selalu memperhatikan dan mencintainya. Lama-kelamaan Oka pun luluh. Dengan demikian Oka tak percaya dengan sejumlah berita miring menyangkut Flo.

Sampai akhirnya dengan mata kepalanya sendiri, Flo sedang memadu kasih dengan seorang pria di klub malam. Sekejap benih-benih yang mulai tumbuh pun mati.

Dunia memang mengerikan. Apa yang dianggap benar belum tentu benar.

Perusahaan keluarga Flo kehilangan banyak investor dan harus terancam gulung tikar.

Dengan hadirnya Oka di pernikahan Flo, ia bisa membayar kerugian Flo dua tahun lalu. Kerugian yang sudah seharusnya Flo dapatkan, sebagai ganti matinya hati Oka. Sebutan kolega bisnis bahkan terlalu berharga.

"Ka, ayo ikut Om ke ruangan," ujar Joan menyerobot lamunan Oka.

Sesampainya di ruangan Joan, raut serius terpatri sempurna pada wajah keduanya. Helaan napas Joan menandakan ada hal yang tak baik di pemeriksaan tambahan ini.

"Gimana hasilnya, Om?"

"Bener dugaan Om, Ka. Katup pulmonal di jantung Arka nggak bisa membuka maksimal. Jadi aliran darah ke paru-paru jadi terganggu dan kerja ventrikel kiri berat. Apalagi kita tau kalau Arka punya kelainan jantung kongenital. Untungnya belum terlalu lengket, jadi Arka hanya perlu obat-obatan tambahan, ini Om resepkan ya."

Oka hanya mampu mendengarkan penjelasan Joan yang sedikit ia pahami.

"Aktivitas fisiknya sementara ini harus dikurangi sampai kontrol selanjutnya ya. Om harap kamu dan Juna bisa lebih menjaga Arka berhubung Mas Arun bakal di Texas lama."

"Habis ini Arka boleh langsung pulang apa nginep dulu di sini, Om?"

"Boleh pulang, tapi sampai rumah langsung istirahat ya. Kelihatannya dia capek banget hari ini. Ini resep obatnya," jawab Joan sambil menyodorkan secarik kertas berisi tulisan yang lebih mirip rumput itu.

"Arka bakal nggak suka kalau tau obatnya bakal nambah," Oka terkekeh miris, "yaudah, makasih Om. Oka sekalian pamit aja."

Joan tersenyum, "hati-hati di jalan, Ka. Kalau ada apa-apa sama Arka, nada dering Om cukup buat bangunin seisi rumah."

Setelah keluar ruangan Joan, Oka dikagetkan dengan presensi Arka di bangku depan ruangan. Sudah siap saja untuk pulang. Padahal Oka tau serangkaian pemeriksaan tadi tentu menyita sebagian tenaga adik bungsunya.

"Ngapain di sini?"

"Pulang, kan?" jawab Arka dengan pertanyaan disertai kekehan Oka.

Oka meraih tangan kanan Arka, berjalan bergandeng tangan sampai mobil Oka tampak. Arka yang diperlakukan demikian pun tidak menolak, sebab ia suka.

Sibling GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang