[26] Pre Test

1K 111 19
                                    

Arka menghela napas berat usai memakai jaket di atas seragam sekolah lengkapnya. Baginya yang tidak terlalu semangat sekolah namun bukan tidak suka pula, berangkat ke tempat para penuntut ilmu itu cukup menyita tenaga juga sepertinya.

Kalau bukan karena jadwal latihan dengan Melodi, ia sepertinya masih ingin absen. Sebab memang badannya terus terasa lelah pasca serangan kemarin lusa. Meski sudah bisa berjalan-jalan kesana kemari, mengganggu kedamaian Juna, juga mengusik keteraturan Oka, sih.

Diusapnya lembut dada kiri tempat bersemayam sumber kesakitannya, "baek baek ya."

Hendak bermonolog kembali tapi suara serak basah menjengkelkan milik Juna menginterupsi.

"Cepet makan! Gue anter hari ini, jangan sampe nanti di jalan bawel gegara kejebak macet," ujar Juna dengan nada khasnya, memang mengundang pertengkaran.

Belum sempat Arka membalas, Juna sudah berlalu. Ia tau kakaknya yang satu itu pasti masih belum mandi dan masih bau iler. Lihat dari mukanya saja. Lagi pula ia tidak minta diantar, bukan? Kenapa situ repot-repot jikalau yang mau diantar tak terlalu merasa perlu? Ada Pak Sabar, sopir yang perangainya seirama dengan namanya. Pikir Arka siap menghujat Juna di meja makan. Seperti biasa.

Ia cepat-cepat menyusul Juna agar tujuaannya segera tercapai.

Hari ini mansion kembali seperti keseringannya. Sepi. Aruna dan Hayu sudah berpamitan kembali ke Texas, namun berjanji hanya pergi tak sampai empat hari.

Kali ini tiga bersaudara penunggu mansion relatif percaya dengan janji tersebut. Sebab dalam waktu dekat akan ada rapat tahunan pemegang saham perusahan keluarganya. Tidak mungkin bukan orang tuanya mangkir?

Urusan perusahaan selalu menjadi top of their priority kalau kata Juna.

☘☘☘


Arka baru saja turun dari mobil Juna sambil menggurutu. Umpatan demi umpatan ia tujukan kepada kakak tengahnya.

Bagaimana tidak? Juna yang sebelumnya memaksa untuk mengantarnya tiba-tiba ada urusan mendadak, jadilah Arka hanya diturunkan di depan sekolah.

Naasnya juga tidak diturunkan dekat dengan gerbang masuk, malah di pertengahan pagar megah sekolah yang juga mantan sekolah kedua kakaknya. Pastilah harusnya Juna sudah hafal betul lokasi gerbang masuk.

Aneh memang kakak tengahnya itu. Jadilah Arka harus berjalan dari luar sekolah sampai ke area kelas yang jaraknya cukup jauh. Ia yang hanya bisa berjalan pelan pun hanya pasrah ketika  mendengar suara bel tanda masuk yang terdengar sampai luar.

"Nasib orang jantungan, tambah punya Abang laknat gini. Ya Tuhan apa salah hamba-Mu yang rupawan ini," monolog Arka sembari melihat siswa-siswi berbondong-bondong memasuki gerbang yang sedang dalam proses penutupan oleh satpam sekolahnya. Kendaraan tidak boleh masuk lagi, jadilah mereka yang tak seberapa itu berlarian.

Masih butuh sekitar sepuluh langkah lagi menuju gerbang yang sudah tertutup rapat. Memang Arka tidak sekali dua kali terlambat, biasanya sang penjaga gerbang sudah paham dan membukakan pintu besar itu untuknya.

Masalahnya kali ini satpam yang bertugas terlihat asing.

Ah, satpam baru!

Niat hati ingin menghubungi babu-babunya di dalam. Siapa lagi kalau bukan Wicak atau Vernon. Namun urung ketika melihat subjek utama penyemangat sekolahnya, Melodi. Gadis itu tampak setengah berlari setelah keluar dari bus. Rambutnya berantakan mengikuti arah angin pagi ini. Pergerakannya tampak seperti efek slow motion di mata Arka.

Sungguh pemandangan yang membuat suasana hatinya berbalik 180 derajat. Senyumnya pun mengembang dan mengikuti cepat langkah Melodi.

"Boleh deh skali-kali dihukum asal bareng lo!" ujar Arka masih berusaha menyamai langkah Melodi.

Sibling GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang