[17] Tidak Benar-Benar Mengerti

1.3K 171 7
                                    

Pemandangan kantin setiap jam istirahat tiba selalu sama, ramai. Mendinginkan otak setelah dipanggang rumus dengan bumbu petuah guru, makanan dan minuman memang pilihan terbaik. Arka termasuk golongan siswa yang jarang mengunjungi kantin, terlalu ramai dan ogah mengantri jadi alasan utamanya. Kalau tidak kesetiakawanan yang diperkarakan, mungkin ia hanya menghabiskan waktu dengan berleha-leha di kelas atau bermain ke ruang musik kesayangannya.

Satu meja di ujung itu penuh terisi segerombolan Arka, tentu anak sekelasnya yang selalu membuat kelas lain minder dan tak berani ikut bergabung. Vernon dan Wicak sibuk menyantap bakso daging favorit mereka, sedangkan Arka tampak asyik melihat pemandangan seseorang di meja sebelahnya sambil menyeruput jus buah tanpa gulanya.

Seseorang itu Melodi.

Sendiri tak membuatnya gentar ikut menikmati indahnya waktu istirahat di kantin. Terlihat menikmati suap demi suapnya, sesekali menyedot es teh. Saus teriyaki yang sedikit bercecer di sekitar bibirnya semakin membuat Arka tergelitik. Sesuatu terasa berdenyut cepat tapi tak menyakitkan seperti biasanya.

'Cantik'

Pluk!

Tiba-tiba buntalan tisu yang entah darimana asalnya mendarat di piring Melodi. Sang empu sedikit terlonjak dan menjeda kegiatannya. Mata Arka meliar mencari pelaku perusak pemandangannya itu. Berani-beraninya memasukkan barang kotor itu di piring teman baiknya.

Ketemu! Segerombolan siswi di meja yang lumayan dekat dengan meja Melodi terlihat cekikikan sambil saling berbisik. Masih dengan gerombolan perundung yang sama kala itu. Rupanya gertakan Arka tak cukup membuat jera. Mereka malah menambah volume tawanya ketika Melodi menyingkirkan buntalan itu dan melanjutkan kegiatannya.

Sungguh Arka tak bisa berdiam saja apalagi mereka terlihat membuat buntalan baru yang hendak diperlakukan sama seperti buntalan sebelumnya.

"Loh, loh, mau kemana lo?" tanya Wicak dihiraukan Arka yang telah bangkit dan berjalan cepat ke arah meja Melodi.

"Pengen beli makanan kali," timpal Vernon yang masih fokus dengan baksonya.

Wicak mencebikkan bibirnya, "tumben berangkat sendiri, biasanya cari babu."

Melihat buntalan itu hendak disentil maka dengan gerakan cepat, Arka memblokade celah antara gerombolan laknat itu dengan Melodi. Alhasil benda kotor itu mendarat sempurna di kepala Arka.

"Mampus, salah sasaran! Buruan cabut!" bisik salah seorang di seberang sana. Dengan langkah tergesa, mereka langsung enyah dari tempatnya. Melodi menghela napas lega melihat mereka pergi.

"Makasih lagi, Ka."

"Mereka ada masalah apa sih? Segitunya senengnya gangguin lo," gerutu Arka sambil mengusap kepala belakang bekas buntalan tisu tadi.

"Masalah kecil, nggak usah dipikirin. Kalo ditanggepin malah tambah seneng mereka."

Decakan Arka terdengar jelas di telinga Melodi, "orang kayak gitu harus diilangin dari muka bumi. Dropout belum tentu bikin kapok. Tanpa prestasi seenggaknya bisa jaga harga diri gitu lo. Jadi beban negara aja masih berani ngerendahin orang."

Melodi menikmati kata demi kata sumpah serapah Arka. Ramainya kantin kini tak terasa sepi lagi baginya. Ah, Melodi jadi ingat sesuatu. Binar matanya memancarkan pengharapan ke teman di hadapannya itu.

"Eh, Ka. Kemarin gue ditawarin ngisi acara sekolah sama OSIS."

"Ohh," Arka mengerti yang dimaksud Melodi, "festival dies natalis ya?"

Melodi mengangguk antusias, "emm, lo juga, kan?"

"Ditawarin, sih," jawab Arka sembari menggosok-gosokkan jari di bawah hidung bangirnya.

Sibling GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang