10

2.6K 272 13
                                    

Alea menggeliatkan tubuhnya kala sinar mentari menembus kamarnya. Gadis ini masih enggan bangun, ia kembali memeluk gulingnya dengan nyaman hingga ponselnya berbunyi.

"Arghh." Alea menggerutu sebal karena ada orang yang mengganggu tidurnya.

Dengan mata yang masih tertutup gadis ini mulai meraba nakasnya untuk meraih ponsel. Dilihatnya ada sebuah nomor baru yang menghubunginya. Gadis ini lebih memilih untuk membiarkan saja, karena ia tipe orang yang tidak suka dihubungi oleh nomor baru yang tidak ia kenal.

Ia kembali memejamkan matanya dengan tenang. Hampir saja ia meraih mimpi, ponselnya berdering kembali dengan nomor yang sama. Alea menghela napasnya gusar, mau tidak mau gadis ini mengangkatnya.

"Le, udah bangun belum?" sapa orang di panggilan itu.

"Hm." Hanya itu kalimat yang mampu ucapkan. Jujur, ia sangat malas berbicara jika baru bangun tidur.

"Gue bawain bubur nih, lo turun ya."

Mendengar itu Lea membuka matanya dengan lebar - lebar. Pas banget, baru bangun tidur disuguhi bubur kesukaannya.

"Eh tapi ini siapa deh?" Alea bergumam sendiri.

"Ini siapa si?" tanya Lea pada akhirnya.

"Daffa."

"Gue nggak butuh, lo pulang aja." Lea langsung menekan tombol merah diponselnya.

Lea menyibakkan selimut yang masih menempel di tubuhnya sebelum beranjak dari tempat tidur. Ia ingin memastikan apakah Daffa benar - benar ada di rumahnya.

Dilihatnya dari jendela, benar saja Daffa berdiri di depan mobilnya sambil membawa kantong plastik yang diduga Lea itu adalah bubur. Ternyata tidak itu saja, lelaki itu juga membawa sebuket bunga untuk Lea.

Tanpa disadari pandangan Daffa beralih menatap ke atas tepat di mana kamar Lea berada. Keduanya sempat berkontak mata namun Lea memilih lebih dulu memutuskannya. Gadis ini bersembunyi di balik tembok sambil memegangi dadanya yang amat sesak.

Ingin sekali rasanya ia berlari ke arah Daffa dan memeluk lelaki itu kembali. Tapi mustahil rasanya. Gadis ini memejamkan matanya, "gue move on bukan berarti gue nggak menghargai  dia. Gue harus damai dengan keadaan." Alea menenangkan dirinya sendiri.

Lea melirik ke bawah kembali untuk memastikan apakah Daffa masih ada di sana, benar saja lelaki itu masih di bawah sambil menyandarkan tubuhnya di badan mobil.

Lea segera keluar dari kamar untuk menemui mantan kekasihnya itu. Bagaimana pun juga, lelaki itu pernah menjadi alasan Alea untuk tersenyum.

Baru saja ia membuka pintu rumahnya dan hendak berlari untuk menemui Daffa ada sebuah hal yang harus menghentikan langkahnya.

"Iya sayang, aku janji habis ini kita jalan."

"..."

"Iya aku otw sekarang, tunggu ya."

Daffa segera memasuki mobilnya dan meninggalkan pekarangan rumah Alea. Dengan rasa penuh sesak Alea melihat mobil Daffa melaju untuk menemui Leta.

"Bukan lo yang jahat, tapi baper gue aja yang salah tempat." Lea memaksakan senyumnya meskipun pada akhirnya air mata itu kembali jatuh.

Gadis ini menyandarkan tubuhnya di balik pintu. Tubuhnya secara perlahan merosot di lantai, ia meremas erat baju tidurnya sebelum pada akhirnya ia memeluk tubuhnya sendiri.

"Ingat Le, lo itu cuma rest area buat menuju rumah dia. Goblok banget si." Alea menertawakan dirinya sendiri. Lebih tepatnya menertawakan kebodohannya. Sudah jelas - jelas prioritas Daffa adalah Leta tetap saja ia memaksakan diri.

ANONYMOUS CHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang