28

2.1K 255 266
                                    

Saat ini Alea sudah berada di apartemen Arga, tempat lelaki itu menginap semalam. Alea hendak membantu Arga untuk packing, sekaligus mengantarkan lelaki itu ke bandara. Penerbangan yang seharusnya dilakukan besok, dimajukan nanti malam karena Arga memiliki urusan yang tidak bisa ditinggalkan di Lampung.

"Apalagi yang kurang?" tanya Alea sembari mengecek isi koper yang baru saja ia rapikan.

"Udah Chi, nggak usah. Lo istirahat aja," cicit Arga yang berlalu lalang mengecek barangnya di apartemen, siapa tahu ada yang tertinggal.

Keduanya baru saja pulang dari jalan - jalan. Menghabiskan waktu berdua di Jakarta sekedar untuk mencari kenangan dan kesenangan. Tadi mereka juga bertemu dengan Ifa dan Aldo yang nasibnya  tidak jauh beda dengan Alea dan Arga. Yang dimana keduanya mengenal dari aplikasi telegram. Bedanya Ifa dan Aldo bisa bertemu kapan pun mereka mau karena jarak yang tidak terlalu jauh. Berbeda dengan Alea ataupun Arga harus menyebrang lautan hanya untuk saling menyapa.

"Harus banget sekarang?" tanya Alea menatap Arga yang mengambil air di galon.

"Apanya?" Arga membalikkan badan menatap Alea.

"Nggak jadi,"jawab Alea yang kemudia memutuskan kontak matanya dengan Arga dan melanjutkan untuk melipat baju Arga yang tersisa.

Alea mengerjap ketika tangannya tiba - tiba di raih oleh Arga. Lelaki itu baru saja meletakkan gelas bekas minumnya di nakas dan menyusul Alea untuk duduk di tepi ranjang.

"Lo percaya takdir nggak?" tanya Arga dengan tangannya yang menggenggam tangan Alea dan bola mata yang saling menatap.

Alea hanya mengangguk sebagai jawaban. "Percaya sama gue, kita bakal ketemu lagi." Arga mempererat genggaman tangannya.

"Kapan?" tanya Alea dengan menghembuskan napas kasar karena menahan sesak di dalam tubuhnya. Bagaimana pun ia tidak suka dengan perpisahan.

"Secepatnya," jawab Arga dengan nada serius.

Alea menarik tangannya dari genggaman Arga. Gadis itu tersenyum kecut, "bahkan lo sendiri nggak bisa ngejamin kita bakal ketemu kapan." Entah tiba - tiba air mata Alea jatuh begitu saja, sesak rasanya.

"Chi, lu bisa pegang omongan gue. Gue janji bakal ke sini lagi." Arga hendak meraih tangan Alea kembali namun dengan cepat gadis itu menolaknya.

"Gue benci perpisahan Ga, gue egois orangnya." Alea mengusap air matanya dengan kasar.

"Bertahan sebentar lagi ya Chi, kalau emang gue orang yang dikirimin Tuhan buat bahagiain lo pasti gue balik lagi buat lo kok."

"Kalau nggak? Gue disuruh nungguin terus gitu?"

"Gue bakal berusaha semaksimal mungkin untuk menjalin pertemuan kedua dan seterusnya."

Alea menutup wajahnya dengan isakan tangis yang masih terdengar. Rasanya baru kemarin ia diberikan kebahagian oleh Tuhan, namun hari ini ia harus kembali merasakan kesepian.

"Udah ya jangan nangis." Arga meraih tubuh Alea untuk di dekap dalam pelukannya.

"Kita nggak boleh kalah sama jarak. Kita cuma beda pulau, bukan beda perasaan. Lo kan kuat Chi, jadi mau ya nungguin gue buat balik ke sini lagi?" Arga menatap wajah Alea dengan kedua tangan menangkup pipi Alea.

Alea hanya mengangguk.

"Gitu dong." Arga mengacak - acak rambut Alea dengan senyuman mautnya.

"Peluk lagi," pinta Alea dengan raut wajah yang memelas.

"Sini cantik." Arga merentangkan kedua tangannya untuk kembali mendekap gadis yang ada di depannya ini.

"Arga, laper." Rengek Alea di dalam pelukan Arga.

Lelaki yang tengah menikmati pelukan itu dibuat terkekeh oleh tingkah laku Alea. "Ya udah yuk makan."

Akhirnya keduanya pun memutuskan untuk memesan makanan melalui aplikasi. Mengingat tidak ada bahan masakan apapun di dalam apartemen ini.

🐻🐻🐻

Daffa melamun di balkon rumahnya. Bayangan tentang Alea yang sedang pergi bersama Arga tidak terlepas dari pikirannya, apalagi Alea berpenampilan sangat cantik hari ini menurutnya. Ia terus saja membayangkan hal apa saja yang gadis itu lakukan bersama lelaki yang katanya pacar barunya itu, apakah Alea lebih bahagia bersama Arga dibandingkan bersama dirinya dulu?

Lelaki ini juga tidak jadi menemani Leta di rumahnya.. Entah hal apa yang menyebabkan ia enggan pergi. Hari ini ia ingin sendiri ditemani dengan secangkir kopi. Ada banyak pesan masuk dan panggilan tak terjawab dari Leta yang ia abaikan.

Raut wajah kecewa juga sangat terlihat dari wajah Isal. Daffa menyadari itu. Ia memang bodoh. Jika hari itu ia tidak melakukan keputusan yang menurutnya sangat kekanak kanakan mungkin hari ini ia masih bisa tertawa bahagia bersama Alea.

"Lo baik Le, sayangnya gue nggak baik buat lo," ucap Daffa sembari menatap foto Alea yang masih tersimpan di ponselnya.

Ucapan Isal masih terus saja tergiang di kepalanya.

"Saya bersyukur ditegur oleh Tuhan dengan cara yang seperti ini. Karena kamu, saya diminta untuk tidak menilai orang dari luarnya saja. Tapi harus dengan dalamnya juga. Buktinya kamu yang pintar, ramah, sopan, dan baik kepada saya, istri saya, nyatanya masih bisa menyakiti anak saya."

Daffa memejamkan matanya sembari merasakan sudut bibirnya yang sedikit robek akibat pukulan Isal tadi. Jika tidak ketahuan oleh Lina mungkin pukulan itu akan membabi buta.

Daffa mengkompres lukanya dengan es batu. Lelaki itu hanya meringis kesakitan menahan perih.

🐻🐻🐻

Siapa yang nungguin cerita ini?

Maaf ya aku hiatus lama :( karena ada sedikit problem

Next kapan nih?

Kesan buat part ini dong?

Ada yang LDR sama doinya nggak nih?

Hug online dari aku ya 😆 makasih udah nungguin cerita ini

Spam komen di sini yuk. Tembus 200 aku up lagi besok

ANONYMOUS CHATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang